SOLOPOS.COM - Jemino saat melakukan panen di lahannya yang ada di kawasan Bulak Jangkrikan, Sedayu, Rabu (19/8/2015) pagi. (JIBI/Harian Jogja/Arief Junianto)

Panen padi Bantul melimpah setelah ratusan tikus ditangkap

Harianjogja.com, BANTUL– Empat tahun berkutat dengan tikus dan hasil panen yang buruk, petani Marsudi Lestari yang ada di Bulak Jangkrikan, Sedayu kini bisa tersenyum lebar. Untuk pertama kalinya, mereka kini merasakan panen padi yang melimpah. Seperti apa kisahnya, berikut laporan wartawan Harian Jogja Arief Junianto.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kakinya ramping dengan celana kain melangkah pasti melintasi pematang becek berlumpur. Beberapa buah arit tergenggam sekaligus di tangan kanannya. Bersama beberapa rekannya yang lain, kami dituntunnya menuju ke sepetak lahan seluas kurang lebih 1.200 meter persegi yang ada di Bulak Jangkrikan, Dusun Jurug, Desa Argosari, Sedayu.

Rabu (19/8/2015) pagi, adalah hari yang tak mungkin dilupakan Jumino, 50, seorang petani asal Jurug, Argosari, Sedayu. Empat tahun lamanya, ia dan petani lainnya yang tergabung di Kelompok Tani (Poktan) Marsudi Lestari tak pernah menikmati panen padi seperti pagi itu.

Selama ini, panen yang dilakukannya nyaris tak pernah bisa maksimal. Hasil padi yang ia panen empat tahun terakhir, bisa dibilang hanya cukup untuk makan ia sekeluarganya saja.

Tapi kali ini, hasil panen sangat luar biasa. Dari total 20,7 hektar lahan yang ia miliki bersama petani di Poktan Marsudi Lestari, hasil panen sejauh ini sudah mencapai 71,2 kuintal per hektar.

Selalu tak maksimal di empat tahun terakhir, membuatnya nyaris putus asa. Bahkan ia pun sempat membiarkan lahannya kosong tak terawat. Kalau sudah seperti itu, ia pun tak punya pilihan lain untuk bekerja serabutan, sebatas bisa menyambung hidup ia dan keluarganya.

Puso bukan karena iklim, bukan pula karena kesalahan pola tanam. Melainkan karena ribuan hama tikus yang sepanjang tahun menyerang. “Jujur saja, saya nyaris putus asa,” katanya.

Beruntung, suntikan semangat lantas ia dapatkan dari pihak-pihak yang peduli akan penderitaan petani macam dirinya. Mulai dari TNI, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) DIY, hingga pihak Kementrian Pertanian yang ikut turun tangan membuatnya bangkit lagi. Bantuan 4-5 kuintal benih dari BPTP DIY berjenis Inpari 23 pun menjadi pemicu semangatnya untuk menyongsong panen padi yang berkuantitas maksimal.

Akhirnya, untuk musim tanam tahun ini, ia niatkan untuk meraih hasil maksimal. Tentu saja, langkah awal yang terlintas di pikirannya adalah bagaimana cara menghilangkan tikus-tikus pengganggu itu dari lahan sawah miliknya.

Trap Barrier System (TBS), metode penjebakan tikus yang efektif ia terapkan setelah mendapatkan pengarahan dari BPTP DIY. Pemasangan bubu itu setidaknya ia lakukan dengan dua metode.

Pertama, adalah dengan memasangnya tiga minggu sebelum masa tanam. Sedangkan metode yang kedua adalah dengan memasang bubu di titik penjuru lahan itu setelah padi ditanamnya. “Tentu saja, selain itu kami juga melakukan gropyokan,” cetusnya.

Tak cukup hanya itu, sepanjang hari, setidaknya 2 kali dalam sehari, ia selalu mengontrol lahannya. Diperiksanya bubu-bubu itu. “Dan luar biasa. Dari mulai tanam sampai hari ini, saya sudah berhasil menangkap setidaknya 830 ekor tikus.”

Semangat Jemino itu terlihat pula di rona muka Wagiyo, Ketua Poktan Marsudi Lestari. Sebagai ketua, ia mengaku baru kali ini merasakan kegembiraan yang luar biasa dari semua anggotanya. “Bayangkan saja, sudah banyak petani yang putus asa dan trauma untuk menanam padi,” katanya.

Terbukti, dari total 20,7 hektar lahan yang ada, sekitar 0,7 hektar di antaranya dibiarkan kosong begitu saja. Para pemilik lahan masih trauma akan serangan tikus yang membuat mereka nyaris gulung tikar.

Meski begitu, 20 hektar lahan yang ditanami itu pun bukan berarti tanpa kendala. Penanaman yang tidak serempak diakuinya adalah tradisi yang hingga kini sulit untuk ia tangani. “Pelan-pelan lah, kami akan coba berikan pengertian kepada petani.”

Bagi Sudarmadji, Kepala BPTP DIY, persoalan yang ada di kawasan lahan Bulak Jangkrikan itu memang mirip dengan lahan lainnya yang ada di area DIY bagian barat. Petani pemilik lahan kebanyakan tidak berdomisili di sekitar lahan. Akibatnya, selain pengawasan mereka yang kurang terhadap lahan, koordinasi pun menjadi kian susah dilakukan. “Kalau koordinasi saja sudah susah, penanganan hama dan penyakit juga akan sulit,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya