SOLOPOS.COM - Ilustrasi proyek konstruksi jalan layang. (JIBI/Solopos/Antara/Anis Efizudin)

Solopos.com, JAKARTA -- Pengusaha konstruksi alias kontraktor yang tergabung di Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia atau Gapnesi mencatat sampai September sebanyak 5.000 anggotanya sudah berkurang atau tidak lagi mendaftar ulang.

Wakil Sekjen II Gapensi Errika Ferdinata menjelaskan saat ini jumlah anggota berada di angka sekitar 22.000.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

"Saat ini jumlah anggota Gapensi di angka 22.000-an, dibandingkan dengan data bulan yang sama tahun lalu [2019], itu selisihnya 5.000 anggota," kata dia kepada Bisnis.com, Selasa (22/9/2020).

Ngerii! Pengendara Motor Tertabrak 2 Bus Sekaligus di Jl. Raya Solo-Sragen Karanganyar

Menurut dia, dengan kondisi tersebut dapat diasumsikan 5.000 pengusaha konstruksi anggota Gapensi itu tidak mendaftar ulang kembali.

Meski demikian, 22.000-an anggota lainnya yang masih mendaftar ulang, disebut Errika, belum tentu mendapatkan proyek atau pekerjaan pada masa pandemi.

Hal ini bisa didasarkan pada jumlah paket proyek yang dilelang oleh kementerian serta pemerintah provinsi dan kabupaten kota. "Tracing bisa dilakukan dengan cara perbandingan demand dan suplai, berapa jumlah paket proyek yang dilelang level APBN dan APBD dengan jumlah kontraktor di Indonesia," ujar dia.

Aduh Biyung, Kasus Covid-19 Indonesia Tambah 4.071 Hari Ini

Ketimpangan Rekanan

Selain pandemi, salah satu tantangan bisnis pengusaha konstruksi adalah ketimpangan rekanan. Untuk itu, Gapensi Jawa Timur meminta pemerintah untuk mengatasi ketimpangan di sektor rekanan di sektor jasa konstruksi.

Ketua Umum BPD Gapensi Jawa Timur Agus Gendroyono mengungkapkan sekitar 1 persen dari pengusaha konstruksi atau kontraktor kualifikasi besar menikmati 85 persen proyek yang ada di seluruh Tanah Air. Ketimpangan ini juga diperparah dengan dominasi kontraktor dari Jawa, khususnya Ibu Kota DKI Jakarta.

"Pemerintah mesti melakukan langkah pemerataan untuk mengatasi ketimpangan dominasi rekanan," ujarnya, Senin (21/9/2020).

Soal Kasus Penganiayaan, Ketua PSHT Parluh 16 Solo: Kami Serahkan ke Polisi

Dia mengakui bahwa sistem sekarang yang memenangkan pengusaha konstruksi berdasarkan pada harga termurah adalah cara terbaik untuk mencegah biaya proyek semakin membengkak dan tanpa kendali. Akan tetapi, menurutnya, harus ada cara lain untuk menciptakan pemerataan.

Dia berharap lembaga yang kini sedang dibentuk pemerintah yaitu Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dapat memainkan peranan penting untuk mengurangi ketimpangan itu.

Untuk Kemajuan Pembangunan Daerah, Mahfuz: Partai Gelora Siap Berkolaborasi di Pilkada 2020

Kontraktor besar jumlahnya 1.632 perusahaan atau 1 persen. Sementara itu, pengusaha konstruksi menengah berjumlah sekitar 19.000 perusahan atau 14 persen sedangkan kecil ada sekitar 116.000 atau 85 persen.

“Sementara proyek besar senilai Rp357 triliun dilaksanakan oleh kontraktor kualifikasi besar saja, sisanya yang Rp63,1 triliun digarap oleh kontraktor menengah dan kecil. Jadi bisa dibayangkan ketimpangan ini," kata Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya