SOLOPOS.COM - Ilustrasi bisnis online. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Tren bisnis online di Soloraya diyakini tetap bergairah meski pandemi sudah mereda.

Pergeseran perilaku konsumen, menekan operational cost hingga agresif ekspansi memperluas pangsa pasar menjadi alasan utama bisnis online bakal tumbuh subur .

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selama pandemi lebih dari dua tahun, membuat banyak orang lebih nyaman belanja dari rumah.

Masyarakat tak perlu keluar rumah menuju toko untuk berbelanja. Mereka bisa memanfaatkan beragam macam platform digital yang menawarkan kemudahan transaksi.

Pada akhirnya, tren belanja online menjadi kebiasaan baru.

Pakar Pemasaran Digital UNS, Ahmad Ikhwan Setiawan mengatakan bisnis online tetap prospektif meski kebijakan pembatasan sosial tak lagi diterapkan pemerintah.

Banyak keuntungan dan manfaat bagi pelaku usaha yang menjalankan roda bisnis secara online.

“Mereka tak perlu membangun toko, tak perlu merekrut karyawan atau satpam. Operational cost bisa ditekan seminim mungkin. Justru, pelaku bisnis yang sudah merintis berjualan secara online berpotensi memperluas pasar baru di tahun ini,” kata dia, saat diwawancarai Solopos.com, Jumat (27/1/2023).

Biasanya, pebisnis online pemula bakal menawarkan beragam produk melalui media sosial (medsos) seperti Facebook, Twitter, Instagram hingga Tiktok.

Mereka ingin mengenalkan produk sekaligus membuka jaringan pelanggan. Kemudian, web bisnis yang melengkapi strategi promosi di medsos.

Bila telah memiliki pelanggan, mereka bakal bergabung dengan marketplace untuk mendongkrak omzet penjualan.

“Tantangan bagi pebisnis online adalah harga yang kompetitif. Jika ada toko lain yang menawarkan harga lebih murah maka konsumen bakal tertarik dan berpindah toko. Jadi kuncinya harga produk harus kompetitif agar bisa survive,” ujar dia.

Ikhwan, sapaan akrabnya, menyampaikan perkembangan bisnis online di Soloraya juga diperkirakan semakin moncer.

Banyak bermunculan pebisnis online pemula saat pandemi hingga sekarang. Sebagian pelaku usaha juga mengombinasikan bisnis online dan offline guna memperluas pangsa pasar sekaligus mendongkrak penjualan.

Sementara itu, fenomena kalangan muda, terutama kalangan milenial terjerat utang saat menggunakan fitur Paylater, yakni beli sekarang bayar belakangan.

Mereka tergiur fitur Paylater e-commerce yang menawarkan beragam kemudahan dan kepraktisan saat berbelanja secara online.

Umumnya, pembayaran Paylater, yakni 30 hari dengan sistem pembayaran sekali, tiga kali, enam kali hingga 12 kali.

Nasabah bisa melakukan transaksi di awal dengan sistem bayar nanti tanpa menggunakan kartu kredit.

“Fitur Paylater merupakan kerjasama marketplace atau e-commerce dengan lembaga jasa keuangan (LJK). Model bisnisnya pun berbeda-beda tergantung mitra LJK,” kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, Eko Yunianto.

Eko menyampaikan bisa jadi banyaknya kalangan muda yang terjerat utang hingga gagal bayar saat menggunakan Paylater lantaran rendahnya literasi jasa keuangan, utamanya risiko-risikonya.

Masyarakat semestinya menggali informasi sedalam mungkin setiap produk keuangan yang ditawarkan e-commerce.

Selain itu, masyarakat harus benar-benar memahami kondisi keuangan dan produk yang ditawarkan.

“Jangan lupa pastikan legal dan logis atau 2L. Produk keuangan itu seperti apa, bermanfaat tidak bagi nasabah dan sesuaikan dengan kemampuan ekonomi keluarga,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya