SOLOPOS.COM - Ilustrasi wisatawan tengah berwisata. (Freepik)

Solopos.com, SOLO-Pandemi Covid-19 telah mengubah seluruh paradigma termasuk tren berwisata ke arah yang benar-benar tidak terpikirkan sebelumnya. Ya, ini karena bepergian ke mana saja kini dibayangi kekhawatiran soal penularan virus yang bisa terjadi jika lalai menerapkan protokol kesehatan.

Ini semua tentu mengubah tren berwisata pada 2022. Sementara kebutuhan untuk bepergian agar tidak jenuh di rumah saja, tentu masih ada dalam diri kita semua.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sepertinya perjalanan wisata alam maupun petualangan bakal menjadi tren wisata 2022. Hal ini berdasarkan survei Adventure Outlook 2022 menunjukkan hampir semua responden atau sebanyak 99 persen menyatakan berminat melakukan jenis wisata alam ini. Keinginan itu dibarengi dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya penerapan clean (bersih), healthy (sehat), safety (aman) dan environment sustainability (CHSE), serta asuransi perjalanan.

Survei Adventure Outlook 2022 yang dilakukan Indonesia International Outdoor Festival bersama Kopisetara dan didukung oleh Bank BJB menunjukkan persepsi responden yang sebagian besar (86,2 persen) menyatakan sangat penting dan penting diberlakukannya CHSE di masa pandemi.

Selain itu, sebanyak 72,7 persen responden juga menganggap pentingnya operator memperhatikan penerapan bukti vaksin dan disiplin protokol kesehatan.  Kepala Litbang Arah Kita Media Group yang timnya melakukan survei Adventure Outlook 2022 Heru Prasetya mengatakan hasil survei ini memberi gambaran pada pelaku industri pariwisata alam dan petualangan untuk lebih memperhatikan konsep-konsep dan kebijakan pemerintah terkait protokol kesehatan dan keamanan serta kenyamanan berwisata di era baru.

Baca Juga: Primbon Jawa Sebut Pasangan Weton Ini Tidak Cocok Menikah, Percaya Lur?

Heru menjelaskan, sebagian besar responden menyatakan melakukan perjalanan wisata beberapa kali dalam satu tahun dengan persentase 58 persen. Dan yang menggembirakan, 35 persen responden menyatakan berwisata setidaknya satu bulan satu kali, dan sebesar 7 persen menjawab melakukan kegiatan wisata setiap pekan.

Hasil survei menurut Heru juga menunjukkan besarnya peran digitalisasi. Hasil survei menyebutkan 72 persen responden mengatur perjalanan sendiri dalam arti menyusun rencana perjalanan sendiri dengan menggali informasi dari mesin pencari, website, dan media sosial operator perjalanan atau aktivitas.

Sedangkan yang menggunakan konsultan dan travel agent (campuran keduanya) sebesar 24 persen. Sementara tentang jenis wisata yang paling diminati, sebagian besar campuran wisata alam, wisata kota/desa, wisata budaya, wisata religi, dan lain-lain. Kemudian campuran wisata alam, wisata kota/desa dan wisata budaya.

Mengutip laman Antaranews.com, belum lama ini, berdasarkan analisis hasil survei, Heru kemudian merekomendasikan beberapa saran di mana pemerintah perlu melakukan antispasi untuk menyiapkan destinasi wisata alam misalnya Labuan Bajo lebih baik dengan infrastruktur yang baik dan juga antisipasi agar Labuan Bajo dan sekitarnya tidak menjadi mass tourism yang berisiko merusak kelestarian alam.

Baca Juga: Seperti Nirina Zubir, Para Artis Ini Ditipu Orang Dekat Mereka

Pemerintah dan pelaku bisnis wisata juga disarankan perlu segera berbenah untuk melakukan antisipasi lonjakan arus wisata setelah vakum selama pandemi Covid-19.  Pemerintah disarankan perlu mempertimbangkan untuk membuat konten advertising destinasi wisata melalui sosial media yang banyak digunakan oleh pelaku wisata agar target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) tercapai.

CHSE, bukti vaksin hingga protokol kesehatan dan langkah antisipasi lain disarankan perlu diterapkan secara ketat oleh pengelola/operator wisata sesuai harapan masyarakat agar terhindar dari gelombang 3 corona.

Setiap destinasi wisata juga perlu menyiapkan petugas bersertifikasi agar kenyamanan dan keamanan orang berwisata terjamin. Sementara industri peralatan dan perlengkapan wisata lokal diperkirakan masih dapat tumbuh karena responden di Indonesia tidak berpatokan harus produk luar negeri. Bahkan mereka menganggap merek tidak penting. Yang utama bagi mereka adalah model, warna, kegunaan, dan kualitas.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno telah menegaskan bahwa tren berwisata yang dipicu oleh pandemi ini menuju ke arah personalized yang berkaitan dengan pengalaman dan kenangan, localized atau memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal. Lalu customized atau wisata minat khusus, dan smaller in size yang mengedepankan kualitas (wisatawan) bukan kuantitas.

Menparekraf Sandiaga menambahkan pemerintah telah mempersiapkan untuk beberapa bidang mulai dari penyiapan tenaga kerja pariwisata baik dari skill hingga vaksinasi.

Kemudian komitmen implementasi protokol kesehatan dengan sertifikasi CHSE dan aplikasi PeduliLindungi, produk wisata berkualitas dengan penawaran aktivitas wisata yang personalized, customized, localize, dan smaller in size.

Kepraktisan Kuliner

Dari sisi kuliner, makanan Indonesia adalah bagian warisan kekayaan terbaik di dunia, oleh karena itu wisata kuliner menjadi pesona tersendiri yang merupakan salah satu daya tarik.

Baca Juga: Waspada! Pewarna Makanan Tertentu Bisa Picu Radang Usus

Keragaman kuliner dari Sabang hingga Merauke yang memiliki ciri khas-nya masing-masing menghadirkan akulturasi budaya yang majemuk. Hal ini membuat keanekaragaman corak rasa makanan di setiap daerah yang dipengaruhi oleh pemakaian berbagai jenis bumbu dan rempah-rempah.

Makanan Padang yang identik dengan rempah dan santan, makanan Jawa Tengah yang relatif manis dan banyak memakai kecap manis, makanan Sunda kebanyakan gorengan dan lalapan, hingga makanan khas Madura yang identik asin karena daerah tersebut merupakan penghasil garam.

Keragaman kuliner nusantara inilah yang menjadi pesona dari negeri ini dan coba dihadirkan para pelaku kuliner di tanah air. Maka sejumlah pelaku industri kuliner pun mendapatkan peluang yang besar terkait proyeksi kebangkitan sektor pariwisata setelah pandemi.

Wisata kuliner yang diproyeksikan tumbuh tahun depan juga mendorong pelaku industri untuk tetap kreatif dan memanfaatkan kepraktisan, misalnya produsen bumbu kuliner Koki Family yang ingin turut ambil bagian.

Perusahaan yang berdiri sejak 2020, berupaya mendorong pengembangan wisata kuliner dengan menyediakan bumbu kuliner yang praktis dan cepat untuk disajikan.  Umumnya untuk tahun depan, wisatawan diperkirakan lebih menyukai kuliner etnik dengan bahan dasar rempah-rempah dan dedaunan aromatik yang tidak bisa didapatkan di tempat lain.

Baca Juga: Tahukah Kamu 19 November Diperingati Sebagai Hari Pria Internasional?

Bumbu dan sambal kemasan juga diperkirakan menjadi favorit wisatawan terlebih yang dikemas dengan prosedur sterilisasi packaging untuk memastikan tidak adanya bakteri dan kuman di setiap produknya. Kemudian resep-resep kreatif juga akan sangat diminati terutama yang banyak dibutuhkan untuk masa-masa karantina.

Saat ini juga muncul tren tur virtual, membuat orang-orang bisa merasa bepergian dari rumah selama terhubung dengan Internet. Diperkirakan model ini juga masih bisa jadi tren berwisata 2022 mendatang.

virtual tour merupakan salah satu tren berwisata 2022 bus online HP merupakah salah satu benda lebih kotor dibandingkan dudukan toilet (ilustrasi/Istimewa)
Ilustrasi berwisata pakai virtual tour. (Istimewa)

Pendiri Wisata Kreatif Jakarta, Ira Lathief, berpendapat tur virtual bukan lagi tren, melainkan bagian yang kini tidak bisa terpisahkan dari dunia wisata.

“Saya merasa yakin tahun 2021 orang tetap menilai wisata virtual sebagai alternatif, bahkan juga bisa buat pelengkap travel-travel agent yang mau melakukan tur ke sana,” ujar Ira,seperti dikutip dari Antaranews.com.

Dia menambahkan tur virtual juga banyak diminta oleh sekolah-sekolah yang tidak bisa menyelenggarakan karyawisata. Ira biasanya mengajak serombongan pelancong untuk berjalan kaki menyusuri sejumlah tempat di Jakarta dengan tema yang beragam. Menjelajahi Little India di Pasar Baru, makanan khas Timur Tengah di Cikini sampai berburu jajanan Imlek di Glodok.

Berkat internet, semuanya bisa dijelajahi dan diulik. Ira tidak cuma membuat tur virtual bertema jalan-jalan, dia juga kerap membuat tema khusus, seperti yang berhubungan dengan edukasi, disesuaikan dengan siapa pesertanya. Suatu saat bila kondisi dunia kembali pulih, dia meyakini tur virtual tetap eksis sebagai pelengkap pariwisata.

Kesempatan promosi wisata lokal

Secanggih apa pun tur virtual, memang takkan bisa menggantikan pengalaman datang langsung ke tempat yang diinginkan, mengeksplorasi semuanya dengan panca indera. Namun ancaman persebaran virus corona saat harus datang langsung ke lokasi juga harus jadi pertimbangan.

Baca Juga:  Ketahui Penyebab Radang Usus Seperti Diidap Selebgram Anya Geraldine



Direktur Wisata Alam, Budaya dan Buatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Alexander Reyaan mengatakan, kepuasan wisatawan ada pada pengalaman yang dirasakan panca indera ketika mendatangi tempat yang dituju.

“Tapi karena lagi pandemi, mobilitas masyarakat untuk bisa wisata dibatasi, maka untuk melengkapi kebutuhan masyarakat pada saat pandemi muncullah wisata virtual,” kata Alexander.

Sepanjang masyarakat belum bisa bebas bepergian, wisata virtual menjadi kebutuhan untuk memuaskan dahaga jalan-jalan. Setelah nanti pandemi usai, dia memperkirakan tur virtual masih tetap akan ada, namun untuk kebutuhan-kebutuhan khusus.

Tapi alternatif ini merupakan peluang untuk menggenjot promosi pariwisata dalam negeri. Terlebih di tengah kondisi seperti ini memang wisatawan domestik yang bakal jadi andalan sebelum perbatasan negara bebas dibuka untuk wisatawan asing.

“Kita menganggap kalau wisata virtual ini strategi pemasaran untuk daya tarik wisata, saatnya kita provokasi wisatawan untuk datang kemudian hari,” kata Chief Operating Officer Atourin, Reza Permadi Halim.

Atourin awalnya fokus membantu pemakainya untuk membuat rencana perjalanan. Saat pandemi muncul, mereka menawarkan produk baru berupa wisata-wisata virtual.

“Sekarang berkembang ke B2B, seperti anak-anak sekolah, kantor yang tidak bisa outing, kegiatannya diganti secara virtual,” lanjutnya.

Berdasarkan data kuartal 4 tahun 2020, Atourin menyelenggarakan 159 tur virtual yang menjangkau 1.555 peserta. Sepertiganya, komposisi terbesar, berlatar belakang swasta atau bisnis, diikuti kalangan akademisi, komunitas dan pemerintah.  Lebih dari setengahnya berdomisili di Pulau Jawa, sisanya dari Sumatra, Bali dan Nusa Tenggara. Sebagian kecil dari pulau-pulau lain, ada pula segelintir dari mancanegara. Tujuan wisata virtualnya bermacam-macam, tapi setengahnya didominasi jalan-jalan ke tempat di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Ketimbang mencari informasi sendirian di dunia maya, mengikuti wisata virtual yang ditemani pemandu bisa menjadi cara efektif dalam menggodok rencana perjalanan mendatang, kata Reza. Peserta bisa mengintip tempat yang ingin dikunjungi, lalu bertanya sepuasnya kepada pemandu yang berasal dari daerah setempat.



“Dengan ikut tur virtual, orang jadi lebih tahu, cukup dua jam tahu mau ke mana sampai tempat makan di mana saja. Banyak informasi yang didapat dan hemat waktu,” ujar Reza.

Baca Juga: Ini Manfaat Lain Vaksin Influenza terhadap Infeksi Covid-19

Pergeseran cara liburan ini menjadi peluang untuk para pemandu wisata yang kehilangan pekerjaan akibat lesunya pariwisata. Mereka bisa kembali beraksi meski interaksi berlangsung secara daring. Atourin punya pemandu lokal di semua provinsi.

Ekosistem bisa tercipta dengan melatih pemandu-pemandu wisata agar tidak gagap teknologi juga operator tur yang mengurus bagian teknis sehingga kualitas tur virtual semakin bagus. Awalnya, tidak semua pemandu wisata menyambut konsep jalan-jalan virtual. Tapi belakangan sebagian besar sudah beradaptasi dan terbiasa dengan konsep baru ini.

Berdasarkan data Atourin pada kuartal 4 tahun 2020, ada 1342 orang yang mengikuti pelatihan memandu secara virtual. Tema wisata yang dikuasai rata-rata berkenaan dengan alam, juga sejarah budaya. Perihal teknis jadi faktor penting dalam sebuah tur virtual. Tujuan yang menarik tanpa dibarengi dengan video dengan gambar kurang jelas akibat koneksi Internet yang tidak bagus akan mengurangi kepuasan peserta. Oleh karena itu, kualitas gambar yang disuguhkan bakal mempengaruhi minat peserta.

“Kualitas gambar akan sangat berpengaruh terhadap ketertarikan orang dari destinasi yang saat itu menjadi objek,” kata Alex, berdasarkan pengalamannya mengikuti wisata-wisata virtual selama pandemi.

Kekurangan itu dapat ditutupi dengan narasi yang mencuri hati peserta, atau metode lain agar wisatawan daring bisa tetap dimanjakan dengan pemandangan indah dari gawai yang mereka pegang.

Reza mengatakan, masalah internet memang betul-betul krusial dalam menyelenggarakan tur virtual. Para pemandu menyampaikan informasi kepada pelancong daring dengan bermacam metode, disesuaikan dengan kondisi. Dalam kondisi ideal, pemandu betul-betul mengajak peserta ikut menelusuri lokasi secara langsung.

Baca Juga: Berdampak Buruk untuk Kesehatan, Hentikan Kebiasaan Berbohong Ya!



Namun jika koneksi Internet tidak bagus di daerah tersebut, pemandu bisa membuat video perjalanan yang sudah direkam sebelumnya. Baru kemudian videonya ditayangkan ketika tur dimulai.

“Di beberapa tempat, paling sering di Toraja, internet susah banget. Kalau ada yang minta (tur) Toraja, pemandu diminta ambil video dulu, nanti dia tinggal jawab pertanyaan setelah itu,” jelas Reza.

Dosen Program Studi Pariwisata Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI), Dr. Diaz Pranita, meyakini wisata virtual akan berkembang seiring perjalanan waktu. Bentuknya tidak hanya seperti tur virtual saat ini, tapi akan dibumbui dengan teknologi digital yang lebih canggih serta efek-efek khusus. Pemanfaatan teknologi penting agar tur virtual jadi tidak membosankan.

Virtual reality yang semakin mendekati reality atau bahkan nanti seperti di negeri dongeng. Who knows kita bisa membuat environment zaman purbakala atau periode tertentu?” kata Diaz.

Dia menambahkan, pemerintah saat ini bisa mendorong para pelaku usaha pariwisata untuk memanfaatkan teknologi digital dengan membuat video atau tur virtual di daerahnya.

“[Video] yang bisa diupload di media sosial secara masif untuk meningkatkan trafik di platform digital dan dibeli oleh pemerintah sehingga pelaku industri juga dapat pemasukan dan konten pariwisata semakin banyak.”

 



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya