SOLOPOS.COM - Pengunjung melihat salah satu karya pameran drawing kolektif perupa Solo, Klaten, dan Jogja bertajuk Pada Awalnya Adalah “Rindu” di ruang pamer Balai Soedjatmoko Bentara Budaya Solo, Rabu (30/10/2013) petang. (Mahardini Nur Affifah/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Senja tampak tak bersahabat saat dua puluhan perupa asal Jogja, Klaten, dan Solo berkumpul bersama di pelataran Balai Soedjatmoko Bentara Budaya Solo, Rabu (30/10/2013) petang. Namun, keakraban yang terjalin di antara para perupa menepis mendung yang membayangi pertemuan mereka kala itu.

Ditemani alunan lagu Hotel California besutan The Eagles, mereka khusyuk menggambar bersama dengan objek seorang model perempuan. Kegiatan menggambar bersama yang diikuti maestro seni rupa, akademisi seni rupa, mahasiswa seni rupa, hobies, pelajar, hingga anak-anak sanggar ini menjadi ajang pemanasan jelang pembukaan pameran drawing bertajuk Pada Awalnya Adalah “Rindu” yang digelar di tempat yang sama Rabu malam.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Pameran yang berlangsung Rabu-Senin (30/10-4/11) ini diikuti 45 perupa asal Jogja, Klaten, dan Solo. Tak hanya perupa senior yang turut bagian dalam pameran ini, perupa muda juga tertarik mengikuti kegiatan pameran yang terbuka untuk umum ini. Meskipun berangkat dari ide drawing, namun respon media dan teknik setiap perupa berbeda-beda.

Sejumlah perupa ada yang masih setia memamerkan karya drawing beraliran realis dengan media pensil dan kertas. Mereka antara lain G.M Sudarta (Angkringan), Kawit Tristanto (Serakah), Herri Sudjarwanto (Setengah Dewa Setengah Setan), Nanik Sri Gunarni (Asyik), hingga Ibu Sukodok (Gandrung Tayub).

Sementara Bonyong Munnie Ardhie memamerkan karya pensil di atas kertas dengan obyek pendukung instalasi pispot. Karya bertajuk Bangunan Indah karya Bonyong ini menampilkan kokohnya Gedung DPR/MPR RI dihiasi tulisan berhuruf kapital “Rakyat udah gak percaya” dan “Tercabut dari akarnya”.

Beragam karya yang dipamerkan dalam gelaran ini sengaja memilih karya drawing. Penggagas acara sengaja memilih drawing, karena teknik ini dianggap sebagai titik awal perupa berkesenian. Hajatan srawung berkesenian bersama ini rupanya diawali dari kelompok perupa Jogja yang mulai rindu dengan semangat kebersamaan berkesenian. Mereka mulai resah dengan gelombang modernitas berkedok “pasar” yang saat ini menggerus kebersamaan seniman.

“Jogja-Solo-Klaten itu secara geogarfis tidak ada jarak. Tapi nyatanya mereka seolah hidup sendiri-sendiri. Lalu kami bertemu dan merumuskan ide srawung berkesenian ini. Menggambar ini menjadi sarana bertemunya perupa lintas generasi. Di Jogja kegiatan seperti ini biasa, tapi di Solo sendiri ini menjadi ajang yang penting. Agar nafas berkesenian makin kentara,” terang Kurator Balai Soedjatmoko Bentara Budaya Solo, Hari Budiono, ketika berbincang Rabu petang.

Menurut Hari, acara ini sengaja dibuat tanpa konsep ideologis. “Kami ingin membuat acara yang lebih mengalir, spontan, tanpa konsep khusus. Ajang ini bisa menjadi tempat berkumpulnya perupa senior, junior, pelajar, sampai anak sanggar. Ke depan hasil karya ini akan dipamerkan di Bali 2014 mendatang,” pungkasnya.

Salah seorang pengunjung pameran yang juga mengikuti kegiatan menggambar bersama, Yehezkiel Glenaranda, 17, menilai kegiatan ini cukup menarik. “Saya tahu acara ini dari info teman-teman. Menarik sekali kita bisa ikut menggambar sekaligus melihat karya drawing bersamaan,” beber Siswa Kelas XII, SMKN 9 Solo ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya