SOLOPOS.COM - Para artworker membuat karya kolaborasi dalam pembukaan pameran Metal In Fashion Part II di Kepatihan Art Space, Solo, Sabtu (12/10/2013) malam. (Mahardini Nur Afifah/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Selama ini industri musik tidak terpisahkan dari dunia fashion. Fashion sebagai bagian dari merchandise menjadi identitas musisi atau kelompok musik. Begitu pula dalam musik beraliran metal. Latar desain yang serba hitam, atribut tengkorak, huruf bergaya gotik, hingga penggarapan detail secara manual, menjadi salah satu identitas yang melekat pada musik cadas ini.

Atribut dan fashion yang kerap dikenakan musisi atau penggemar musik metal ini menggunakan desain artwork khusus. Para artworker biasanya telah memperhitungkan bagaimana aplikasi desain mereka, seperti sampul CD, kaus, topi, dan sebagainya.

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

Pertumbuhan musik metal di Kota Bengawan selama dua tahun terakhir rupanya turut menggerakkan perkembangan karya artworker lokal. Hal ini terlihat dalam penyelenggaraan pameran Metal In Fashion Part II yang digelar di Kepatihan Art Space, Solo, Sabtu-Minggu (12-13/10/2013).

Ekspedisi Mudik 2024

Tidak seperti penyelenggaraan Metal In Fashion tahun sebelumnya, seluruh peserta pameran kali ini melibatkan artworker lokal. Tak kurang dari 40 artwork turut dipamerkan dalam ajang yang digelar selama dua hari ini.

Di antara belasan nama yang ikut dalam pameran ini, terdapat sejumlah artworker yang telah memiliki reputasi di dunia maya, seperti Die Grey, Jahlogomes, Judas Pubis, Senjayrezk, hingga Bubee. Mereka menggelar karya dan unjuk kebolehan membuat kolaborasi artwork, Sabtu (12/10/2013) malam.

Konseptor acara, Deswin Hardiyanto, mengatakan skema musik metal yang menjadi musik arus utama di Solo membuat artwork lokal makin berkembang. “Sudah hampir dua tahun ini artworker di Solo tumbuh pesat. Musik metal di sini cukup ‘dianggap’ oleh masyarakat berbagai daerah di luar Solo. Ini yang turut mengembangkan aspek desain di industri musik metal,” terang Deswin ketika berbincang di sela-sela pameran.

Menurut Deswin, pameran ini juga menjadi titik balik ajang musik underground yang telah banyak ditinggalkan. “Kita lihat sendiri, sekarang ini komersialisasi musik metal sudah menjadi-jadi. Lewat acara ini, kami ingin mengembalikan spirit underground seperti dulu. Di samping itu, [pameran ini] juga bisa menjadi ajang edukasi bagi orang yang awam musik metal,” jelasnya.

Salah satu artworker asal Solo yang turut dalam acara ini, Jahlogomes, mengatakan perkembangan artworker di Solo belakangan ini tidak hanya didominasi pelaku industri musik cadas. “Banyak anak-anak seni yang dulu biasa menggarap karya lukis, kini mulai tertarik ke artwork. Mereka mau meninggalkan idealismenya untuk menggarap karya yang lebih modern dan terkonsep,” ujar lelaki yang setiap tahun dipercaya menggarap artwork media propaganda Rock In Solo ini.

Selain menggelar pameran artwork dan aplikasinya di fashion, pameran ini juga menampilkan band-band indie beraliran metal, grunge, dan noise, seperti First Flower After Flood, Km.09, Letter of Memories, Bankeray, Kalabintalu, Dial-X, Senja Dalam Prosa, The Sablenk feat Adit, Sodadosa, Matius III:II, dan Matikau!.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya