SOLOPOS.COM - Tokoh difabel Solo yang juga pengajar di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Kota Solo, Sugian Noor (berkursi roda) mendapatkan SIM D dari kepolisian dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional 2021 di Omah Sinten, Jumat (3/12/2021). Selain SIM D, Sugian mendapatkan motor modifikasi dari Loveland Indonesia dan Yayasan Tawon Gulo untuk menunjang mobilitasnya. (Solopos.com/Chrisna Chanis Cara)

Solopos.com, SOLO – Tokoh difabel Kota Solo, Sugian Noor, menyayangkan sikap Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharani terhadap kaum disabilitas dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional 2021. Mensos belakangan banyak disorot karena memaksa seorang penyandang tunarungu berbicara di atas panggung saat acara tersebut.

Sugian menilai hal itu menunjukkan ketidakpahaman Mensos terhadap kemampuan difabel, khususnya tuna rungu. “Bu Risma sepertinya enggak tahu kalau tunarungu punya kemampuan berbicara yang beragam. Ini malah dipaksa harus bicara,” ujar pengajar di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Solo itu saat ditemui wartawan di sela peringatan Hari Disabilitas Internasional di Omah Sinten, Jumat (3/12/2021).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Baca Juga: Ziarah ke Makam Bung Karno, Ini yang Dilakukan Mensos Risma

Menurut Sugian, seorang pejabat, apalagi sekelas Mensos, mestinya mengetahui kemampuan dan keterbatasan kalangan difabel. Sugian mengatakan pemahaman tertentu dapat berdampak pada kebijakan yang diambil.

“Saya berharap semua pejabat memahami dulu dunia difabel seperti apa sebelum memberi kebijakan. Kebutuhan mereka seperti apa, apa yang mereka inginkan. Apa yang mereka bisa dan tidak bisa lakukan,” ujar penyandang tunadaksa tersebut.

Sebagai informasi, seorang tunarungu bernama Stefan mengkritik Risma di panggung Hari Disabilitas Internasional di Gedung Kemensos, Rabu (1/12/2021). Perwakilan Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) itu kaget saat Mensos memaksa anak tunarungu dengan alat bantu dengar berbicara dengan pengeras suara.

Baca Juga: Kemensos Bakal Bikin Rusunawa Istimewa di Solo, Mensos Risma: Biar Warga Tak Merantau ke Jakarta

Menurutnya, penyandang disabilitas rungu biasa memakai bahasa isyarat agar lebih mudah dipahami dan bisa diterjemahkan oleh juru bahasa isyarat. “Ibu saya harap sudah mengetahui tentang CRPD. Memang [anak tunarungu itu] menggunakan alat bantu dengar, tapi bukan untuk dipaksa berbicara. Tadi saya sangat kaget ketika ibu memberikan pernyataan. Bahasa isyarat itu penting bagi kami, seperti harta yang berharga,” ujar Stefan.

Tak lama kemudian Risma mendekati Stefan di atas panggung. “Mohon maaf, apakah saya salah?” ujar Stefan saat itu. Risma kemudian menjawab Stefan tidak salah. Mensos kemudian berargumen bahwa tujuannya memaksa penyadang tunarungu berbicara di depan umum untuk melatih kemampuan bicara.

“Kenapa ibu paksa kalian untuk bicara? Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Tapi saya berharap kita semua bisa mencoba,” ujar Risma.

Baca Juga: Ziarah ke Makam Bung Karno, Ini yang Dilakukan Mensos Risma

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya