SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta (Solopos.com) –– Maksud hati ingin latihan antiteroris, apa daya yang didapat malah kecaman. Itulah yang dialami Densus 88 Polda Jatim yang menggelar simulasi penanganan bom di kereta komuter dari Stasiun Wonokromo ke Stasiun Gubeng hari Kamis kemarin.

Kecaman itu bermunculan karena mereka menggunakan properti kotak bom bertuliskan ‘Jihad Fisabilillah Demi Kebenaran’ dan juga menggunakan teriakan takbir dari orang yang digambarkan sebagai teroris.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Secara tidak langsung, polisi Jawa Timur telah sengaja dan terus terang menganggap bahwa seluruh ummat Islam adalah teroris,” kecam  Koordinator  Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Pusat, Mustofa B Nahrawardaya dalam rilis yang diterima detikcom, Jumat (25/3/2011). Hal itu sungguh melukai hati umat.

Dia berpendapat, cara-cara seperti itu harus dihentikan karena jika tidak, justru
akan menimbulkan persoalan baru.

“Presiden sudah saatnya menegur keras terhadap Polda Jatim maupun lembaga yang terlibat dalam simulasi itu. Jika tidak, Presiden bisa dianggap terlibat langsung atau pun tidak langsung terhadap penggunaan simbol Islam yang dipakai dalam simulasi,” jelasnya.

Mustofa pun mengingatkan agar polisi tidak usah menunggu reaksi besar umat Islam, mengingat penyalahgunaan simbol tersebut jelas menyalahi etika kerukunan beragama di Indonesia. Aparat yang digaji oleh masyarakat, tidak selayaknya berbuat semena-mena, dan apalagi tidak mengindahkan tata krama kehidupan yang berlandaskan Pancasila.

“Bahwa cara-cara seperti ini, bisa jadi memang disengaja untuk memancing kemarahan umat, demi meneguk keuntungan sesaat. Oknum-oknum yang terlibat dalam peristiwa ini, harus diberi sangsi keras berdasar UU yang berlaku,” jelasnya.

Jika tidak ada permintaan maaf, sama saja polisi mengajak umat Islam untuk berperang dengan warga sendiri. Ini tidak akan mendukung upaya pemerintah yang konon akan memerangi terorisme, karena dengan model seperti polisi jawa Timur itu, justru akan memunculkan teroris model baru.

“Pemerintah hendaknya sensitif terhadap persoalan kehidupan beragama masyarakat, dan bukan malah mengobok-obok kerukunan yang sudah ada,” tegas Mustofa.

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Untung S Radjab meminta kepada masyarakat untuk tidak mempersepsikan secara keliru terhadap simulasi anti teror yang digelar di atas kereta api. Properti simulasi menurutnya tidak menggunakan simbol-simbol Islam.

“Simbol apa. Simbol agamanya koyok opo (seperti apa). Jangan salah tafsir,” kata Untung S  Radjab kepada wartawan usai salat Jumat di Masjid Nurul Huda kompleks Mapolda Jatim, Jalan Ahmad Yani, Jumat (25/3/2011).

Namun mantan Kapolwil Besuki ini tak menampik apabila persepsi orang memang bisa berbeda-beda.  Ia menegaskan, masalah persepsi tergantung penilaian masyarakat dari sudut mana menilainya.

“Kalau saya ke Dolly persepsinya apa. Wong aku arep ngei mergo rong dino gak oleh tamu (Saya mau memberinya karena sudah dua hari tidak mendapatkan tamu). Itu misalkan. Itu persepsi apa salah aku. Coba yang cerdas lah jangan sempit,” jelasnya.

detik.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya