SOLOPOS.COM - NAIK PERAHU-Warga menumpang perahu untuk menyeberangi Sungai Bengawan Solo di Dukuh Kluwih Desa Lengking, Bulu, Senin (28/11/2011). Warga yang hendak menyeberang terpaksa naik perahu setelah jembatan sesek dari bambu di lokasi hilang terbawa banjir. (JIBI/SOLOPOS/Triyono)

NAIK PERAHU-Warga menumpang perahu untuk menyeberangi Sungai Bengawan Solo di Dukuh Kluwih Desa Lengking, Bulu, Senin (28/11/2011). Warga yang hendak menyeberang terpaksa naik perahu setelah jembatan sesek dari bambu di lokasi hilang terbawa banjir. (JIBI/SOLOPOS/Triyono)

(Solopos.com)–Bu Atmo, 73, duduk berjongkok di atas perahu rakit yang mengangkutnya menyeberangi Sungai Bengawan Solo di Dukuh Kluwih Desa Lengking, Kecamatan Bulu, Senin (28/11/2011) siang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Terlihat kedua tangannya memegangi sepeda tuanya dengan bronjong di bagian belakang yang berisi kebutuhan dapur.

“Sejak kecil sudah biasa (naik perahu). Tidak ada rasa takut. Dulu sungainya malah lebih besar dari sekarang” ungkap Bu Atmo kepada Espos saat menumpang perahu dalam perjalanan pulang dari pasar, kemarin.

Sehari-hari Bu Atmo yang juga warga Kelurahan Mandan, Kecamatan Sukoharjo Kota, ini kerap berlalu lalang menyeberangi Sungai Bengawan Solo saat  berangkat dan pulang dari Pasar Lengking. Namun situasinya berbeda beberapa hari terakhir. Bu Atmo terpaksa naik perahu karena sesek yang sehari-hari digunakan hanyut terbawa banjir.

Jembatan sesek yang menghubungkan Desa Lengking, Bulu, dengan Desa Tanjung, Nguter, itu memang banyak digunakan sebagai jalan pintas. Tetapi sejak Kamis (24/11/2011) petang, sesek di atas Sungai Bengawan Solo di ujung Desa Lengking dan Tanjung tersebut hanyut oleh banjir.

Sebagai gantinya, warga harus menyeberangi sungai dengan memakai gethek atau perahu rakit yang disediakan pengelola jembatan dengan membayar sedikit lebih mahal Rp 1.500 untuk sekali menyeberang.

“Sebenarnya tidak banyak bedanya. Hanya sedikit lebih repot karena menyeberang perahunya harus bergantian,” ujar warga Dukuh Jomblang Desa Lengking, Tugino, 46, yang kemarin mengaku baru pulang dari rumah orangtua isteri di Desa Daleman, Nguter, bersama anaknya, Andi Kurniawan, 17.

Meski sebagian warga mengaku tak masalah naik gethek, ada pula yang ketakutan dan memilih menghindar. Seorang lelaki setengah baya langsung membatalkan niatnya menyeberang ketika mengetahui sesek yang sering dilintasi hilang. “Nggih mpun, mboten sios men (Ya sudah, tidak jadi saja),” ujarnya seraya berbalik.

Pengelola sesek di lokasi, Bu Sapto Diharjo, menyatakan kejadian hanyutnya jembatan pada saat musim penghujan merupakan hal biasa. Namun dia mengaku tidak akan membuat sesek yang baru hingga dilakukannya proses pelelangan pengelolaan prasarana tersebut pada tahun 2012 oleh instansi terkait.

Bu Sapto Diharjo menuturkan pendapatan dari pengelolaan sesek masuk ke keuangan daerah. Menurut dia, untuk tahun 2011, target PAD dari retribusi penggunaan jembatan ditarget Rp 18 juta.

“Sudah langganan sesek hilang, biasanya bulan November dan Desember saat musim hujan. Nanti pembuatan baru tunggu lelang, mungkin April baru dibuat,” paparnya.

(Triyono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya