SOLOPOS.COM - Ilustrasi perumahan (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

Solopos.com, JAKARTA — Penerbitan regulasi tentang Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera kembali menuai kritik. Kali ini datang dari Indonesia Property Watch yang menilai pemerintah belum mendengarkan kritik yang selama ini disampaikan para pengusaha maupun pengamat.

Diberitakan sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaran Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo diterbitkan 22 Mei 2020. Iuran Tapera sebesar 3 persen wajib bagi semua pekerja.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

CEO Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda, menilai program Tapera masih memiliki beberapa kelemahan dalam hal undang-undang, namun pemerintah justru yakin untuk menjalankan program ini.

Pasutri Ditemukan Tewas, Suami Tergantung di Kamar & Istri di Kamar

“Hampir tidak ada perubahan dari awal terbentuknya Tapera. Adanya lembaga baru ini dikhawatirkan akan menjadi beban baru setelah banyaknya lembaga pembiayaan perumahan lainnya,” ujar Ali Tranghanda dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/6/2020), seperti dikutip Bisnis.com.

Tapera Tambah Beban Pengusaha

Ali menyebut ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Tapera menambah beban pengusaha di samping sudah banyaknya iuran seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan lainnya.

Meskipun aturan iuran 2,5 persen untuk pekerja dan 0,5 persen untuk pengusaha, kenyataannya banyak pekerja yang menolak sehingga beban keseluruhan menjadi beban pengusaha.

Disuntik Facebook dan Google, Gojek Percepat Akses Ekonomi Digital Bagi UMKM

Sementara kritik Tapera dari sisi kelembagaan, dia menyebut pemerintah seharusnya bisa menggunakan lembaga yang sudah ada dengan sistem satu iuran yang dibagi-bagi. Jadi satu iuran bisa untuk iuran kesehatan, pendidikan, pensiun, dan perumahan.

“Tapera seharusnya lebih sebagai nirlaba dan tidak diperlukan manager investasi dalam pengelolaan dananya. Biaya yang dikeluarkan untuk manager investasi, biaya karyawan, biaya operasional dan lain-lain membuat beban biaya tinggi, yang akan membebani pemerintah atau nantinya lebih berorientasi komersial,” katanya.

Sambut New Normal, Semua Tenant Mal di Solo Beroperasi Kecuali 2 Wahana Ini

Risiko Manajer Investasi Tapera

Kritik Tapera lainnya, Ali menambahkan penunjukan manager investasi sebagai pengelola dana Tapera selain biaya, juga mempunyai risiko kerugian.

“Bila hasil kelola merugi maka berdasarkan UU Pasar Modal, manager investasi tidak bisa disalahkan karena kerugian investasi. Sangat ironis karena dana Tapera merupakan pertanggungjawaban terhadap uang rakyat,” ujarnya.

Meskipun secara sistem berjalan gotong royong, akan tetapi Ali menyebut Tapera tidak terlalu bermanfaat untuk masyarakat yang sudah memiliki rumah.

Rekomendasi Saham Kamis 4 Juni, Jual Wijaya Karya atau Beli Unilever

Selain itu, dana tersebut hanya digunakan untuk membantu golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memperoleh rumah. Sedangkan golongan menengah pun mempunyai hak untuk mempunyai rumah.

Tak hanya itu, dia khawatir banyaknya celah yang dapat dimasuki untuk kepentingan pihak tertentu, karena dana Tapera yang terkumpul dapat mencapai Rp50 triliun setahun. Dana yang dikelola manajer investasi dapat bertendensi ke arah komersial dan menjadi bancakan pihak-pihak tertentu.

“Karenanya Indonesia Property Watch meminta secara khusus kepada pemerintah untuk menyikapi secara kritis penyelenggaraan Tapera ini dari sisi pengawasan dan implementasinya di lapangan sekaligus warning kepada BP Tapera untuk dapat memberikan pelaksanaan dan pengelolaan dana yang jujur dan transparan,” kata Ali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya