SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

“Wallahhh…ampuh men ya…,” kata Suto njenggirat membaca berita soal Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono, yang ditulis sedang melaporkan harta kekayaannya kepada petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Lha emange kenapa To,”tanya Lik Jarwo sambil nyeruput teh kampul.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

“Iki Lik… Harian Jogja nulis soal harta kekayaan Pak Beye dan Pak Boed. Sugih-sugih ya pemimpin kita,”ujar Suto.

“Lha sing jenenge presiden dan wakil presiden ya lumrah nek sugih bandha Le..,”sela Mbah Sumo. ”Coba bacakan beritane, lha koran kok tulisanne cilik men..”

Suto pun membaca berita soal bandha petinggi negara itu. Disebutkan, kekayaan Pak Presiden per November 2009 mencapai Rp7,6 miliar dan US$269.730 sementara Pak Wapres Rp28,08 miliar dan US$16.000. Harta keduanya meningkat dibandingkan saat mengikuti Pilpres 2009 lalu. Dalam enam bulan, kekayaan Pak Beye meningkat Rp768 juta dan US$23.341, sementara Pak Boed tabungannya tambah Rp6 miliar dan US$1.000.

“Kata Pak Beye, pengumuman kekayaan penyelenggara negara ini sangat penting dan menjadi tradisi politik yang baik dan diharapkan bisa diikuti oleh pejabat pemerintah termasuk gubernur, bupati dan wali kota, supaya mereka bisa mengumumkan harta kekayaan kepada rakyat, sebagai bagian akuntabilitas dan transparansi,” kata Suto.

“Walah, kok ya sugihan Pak Wapres ya daripada Pak Presiden,”celetuk Lik Jarwo.

”Kalau begini enakan jadi wapres saja… Lha sudah kerjaannya hanya mewakili, tapi hartanya lebih banyak..he…he…”

“Ya maklum saja…. gaji presiden mestinya lebih besar, tapi nyatanya Pak Boed lebih banyak simpanannya…kan beliau ahli ekonomi..jadi tentunya pinter muter duit. Lha Pak Beye kan doktor pertanian, mungkin gajinya banyak untuk kegiatan bertani…Lha karena banyak banjir, jadi tidak panen dan tidak jadi duit,” jelas Pakdhe Harjo.

“He eh ya…pinter banget ya Pak Boed..dalam enam bulan tambah Rp6 miliar…Berarti tiap bulan bisa nabung Rp1 miliar,”ucap Lik Jarwo, yang masih terkagum-kagum dengan nilai kekayaan para petinggi negara.

“Wah, nek ngene kapan-kapan aku mau ke Sawitsari.. Main ke rumah Pak Boed,”kata Suto.

“Kewanen kamu To.. Ngapain buruh kayak kamu dolan ke rumah Pak Boed? Paling nek ke sana kamu juga di-penthelengi Paspamres tidak boleh bertamu,”ejek Lik Jarwo.

“Aku pengin minta ilmu ke Pak Boed,”tegas Suto. “Ha…ha…ha… lha ilmu apa… wong Pak Boed ki profesor ekonomi..kamu mung buruh lulusan SMA…Apa bisa ngerti ilmu dari profesor..?”Lik Jarwo tetep ngenyek Suto.

“Begini Lik… Jelas kan dari berita koran ini kalau Pak Boed bisa menambah jumlah kekayaannya Rp6 miliar dalam enam bulan. Nah, karepku aku pengin dapat ilmu seperti itu ben ra tekor terus tiap bulan,”kata Suto.

Dia menambahkan, sebagai buruh dirinya hanya mendapatkan gaji sekitar Rp700-an ribu tiap bulan, sesuai dengan ketentuan upah minimum regional (UMR) Jogja. Gaji itu seringkali tidak mencukupi untuk keperluan hidup seperti makan, tempat tinggal hingga njagong tetangga yang punya hajatan. Akibatnya, jangankan menabung dari uang gaji, Suto pun seringkali ngutang sana-sini untuk bertahan hidup. Sekadar ngangkring di angkringan Pakdhe Harjo pun, seringkali usai makan dan minum, Suto menulis di buku kecil di laci gerobak angkringan itu.

“Nah gitu Lik…lha sama-sama digaji tiap bulan, Pak Boed bisa menabung banyak, sedangkan aku, bukannya punya tabungan, malah banyak utang.. Makanya aku mau minta ilmu ke Pak Boed itu, gimana caranya supaya aku bisa menabung seperti beliau,”Suto ndremimil. Lik Jarwo, dan Mbah Sumo hanya bisa saling berpandangan sembari mengangkat alis mendengar tekad Suto. ”Ya karepmu Le..”kata Mbah Sumo.

Tiba-tiba Pakdhe Harjo ikutan bersuara. “Sik-sik, membaca beritanya yang tuntas. Ini ada penjelasan dari juru bicara Pak Boed, bahwa kenaikan harta Pak Boed mayoritas bersumber dari tunjangan akhir masa jabatan selaku gubernur BI. Tunjangan itu terdiri dari berbagai komponen seperti tunjangan perumahan, gaji terakhir, dan sebagainya.”

“Nah itu To. Jadi Pak Boed tambah kaya karena dapat tunjangan berhenti dari Bank Indonesia. Kamu ikuti saja, minta berhenti dari pabrikmu, siapa tahu dapat tunjangan akhir masa jabatan, jadi bisa nabung dan tidak perlu utang terus..,”celetuk Mbah Sumo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya