SOLOPOS.COM - Direktur III Koordinasi dan Supervisi KPK Brigjen Pol. Bahtiar Ujang Permana (dua dari kiri) dalam rapat koordinasi dengan KPK di Gedung Citrayasa Rumdin Bupati Sragen, Kamis (25/3/2021). (Solopos-Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Pendapatan asli daerah (PAD) Sragen terutama dari sektor pajak daerah menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat berkunjung ke Sragen, Kamis (25/3/2021).

Pasalnya, pajak daerah di Sragen selama pandemi Covid-19 atau selama 2020 turun bila dibandingkan dengan pajak daerah pada 2019.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan data yang dipaparkan Direktur Koordinasi dan Supervisi III KPK RI, Brigjen Pol. Bahtiar Ujang Purnama, di Gedung Citrayasa Rumah Dinas (Rumdin) Bupati Sragen, jumlah pajak daerah pada 2019 senilai Rp125.444.617.676. Angka pajak daerah tersebut turun di 2020 menjadi Rp111.442.618.797 alias senilai Rp14.001.998.879 atau 13%.

Baca juga: Desa Digital Terganjal Pakem Pembangunan Fisik Desa

“Sragen pajaknya turun di 2020. Maklum, pandemi. Itu bagi orang waras, otaknya sehat, karena faktanya ada. Tetapi bagi otak kriminal justru menjadi kesempatan dengan adanya permisif, pemakluman, karena akan mengurangi kinerja. Seperti WFH [work from home] itu yakin bekerja di rumah maksimal? Banyak yang tidak maksimal karena permisif dan dimaklumi,” ujar Bahtiar saat memberi pengarahan kepada Bupati, pimpinan daerah, dan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya.

Dia menanyakan PAD Sragen itu berapa? Dia menyebut senilai Rp333 miliar dari total APBD Rp2,1 triliun. Dia mengatakan pajak di pusat berkurang sehingga penerimaan di daerah juga berkurang.

Oleh karenanya, Bahtiar mendorong pemerintah daerah ketika melakukan perencanaan anggaran harus memiliki daya ungkit untuk kepentingan masyarakat banyak.

Baca juga: Sate Kambing Pak Poyo Tanon Sragen, Langganan Bintang Sepak Bola Terkenal Loh

Dia melarang merencanakan anggaran daerah hanya sekadar prestise tetapi tidak bisa dimanfaatkan masyarakat.

“Misalnya membangun stadion dengan biaya mahal tetapi kemudian ditelantarkan. Tidak semua kepala daerah itu memiliki sumber daya yang banyak. Kondisi itu berpotensi terjadi pesanan, rekanan berpolitik, yang berpengaruh pada kebijakan anggaran. Dalam hal penganggaran kami akan lihat apakah sudah sesuai dengan usulan dari desa dan kecamatan tidak,” ujarnya.

Dia menyampaikan pemerintah daerah bisa mendapatkan PAD maksimal dan terukur tetapi sering kali ada potensi kebocoran.

Baca juga: Hasil Panen Porang Petani Gemolong Sragen Sudah Banyak yang Menampung

Bahtiar menerangkan potensi kebocoran PAD itu ketika saat pengumpulan pendapatan seolah-olah capaiannya mencapai target padahal potensi pendapatan lebih besar daripada target.

“Mestinya potensi pendapatan daerah itu dihitung ulang, idealnya berapa, sehingga PAD lebih optimal,” katanya.

Asisten III Sekretariat Daerah (Setda) Sragen Simon Nugroho saat ditemui wartawan mengatakan turunnya pajak daerah dari 2019 ke 2020 itu disebabkan adanya pandemi Covid-19.

Baca juga: Jos! 25 Pemuda Milenial di Sragen Terjun Jadi Petani Melon Eksklusif

Dia mengatakan pajak daerah turun karena pendapatan dari sektor pariwisata, kuliner, hotel, berkurang drastis. Dia mengatakan objek wisata di Sragen tutup dan pengunjung rumah makan dan hotel turun di bawah 50%.

“Bahkan ada rumah makan yang mengeluarkan karyawannya 50% karena tidak ada pembeli. Untuk pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan retribusi tidak terpengaruh pandemi,” ujarnya.

Simon mengapresiasi sistem cash management system (CMS) yang diinisiasi Bank Jateng Sragen lewat aplikasi sistem keuangan desa (siskeudes). Dia menjelaskan pada triwulan pertama 2021 saja ada peningkatan sampai 20% dari PBB karena sistem CMS itu efektif.

“Mestinya masyarakat tidak perlu menunggu surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) sudah langsung datang ke bank untuk bayar pajak cukup dengan membawa nomor pokok pajak itu. Yang perlu itu justru review atas objek pajaknya. Dulu rumah gedek, jalan jelek, pajaknya sedikit wajar. Sekarang jalan halus, rumah bagus, masa pajaknya masih sama. Rumah di Jl. Ahmad Yani masa hanya Rp25.000 per tahun? Rumah Pak Sekda juga hanya Rp60.000/tahun. Nilai objek pajak inilah yang harus ditinjau kembali,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya