OM ANO BHADRAH KRATAWO YANTU WISWATAH
OM SWASTYASTU
Dirgahayu ke 64 Republik Indonesia yang, semoga dengan usia yang matang ini, Bangsa Indonesia menjadi negara Gemah ripah loh jinawi, adil dan makmur sesuai dengan cita-cita pahlawan yang telah mewujudkan dan mewariskan kemerdekaan kepada kita. Sebagai bangsa yang ber Ketuhanan wajib kita memanjatkan doa puji kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan kekuatan kepada para pahlawan kesuma bangsa, semoga para pahlawan mendapat Sorghantu, Moksantu dan Sunyantu, menyatu dengan Tuhan sesuai dengan karma baiknya yang telah diberikan kepada bangsa yang tercinta ini.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Perlu kita sadari para pahlawan telah mengorbankan jiwa, raga, artha dan keluarga demi tegaknya Ibu pertiwi bangsa Indonesia dan generasi penerusnya. Pengorbanan para pahlawan yang demikian suci dan tulus iklas tanpa pamrih (Sepi Ing Pamerih Rame Ing Gawe) dalam ajaran Hindu disebut dengan Rana Yadnya.
Rana artinya perang atau pertempuran dan Yadnya adalah korban yang tulus, jadi Rana Yadnya adalah pengorbanan yang tulus dimedan perang, untuk mempertahankan harkat dan martabat kemanusiaan, demi tegaknya Dharma atau kebenaran dimuka bumi persadha ini. Dengan tegas dinyatakan dalam kitab Suci Weda (Dharma Jayate Na Nartham) kebenaran pasti menang bukan ketidak benaran.
Dalam zaman modern yang tanpa batas dan sekat yang jelas seperti saat ini, kita perlu mengadakan revitalisasi terhadap nilai-nilai kepahlawanan dan hendaknya terukir dalam setiap sanubari bangsa, bahwa kita merdeka adalah warisan leluhur harus kita jaga dan mengisi dengan berbagai pembangunan untuk kesejahteraan rakyat. Lebih-lebih di era reformasi ini sering lepas dari tujuannya.
Para pengambil kebijakkan hendaknya merumuskan ulang dengan mateng demi masa depan yang dinamis dengan dimensi cultur yang menyentuh sendi-sendi kehidupan yang lebih demokratis, patriotikisme kebangsaan.
Dalam Kitab Suci Nitisastra IV.2 dinyatakan dengan tegas jiwa perjuangan yang hendaknya kita jadikan panutan sebagai berikut: ”Sang Sura menangi rananggana, mamukti suka wibhawa bhoga wiryawan, Sang Sura pejahing rananggana, mengusir suratpada siniwi surapsari, Yan bhirun wawedhi ing rananggana, pejah yama bala manikep mamidana, Yan tan mati tininda, ring parajanenirang iraang, inanang sinoraken ”.
Artinya: Pahlawan yang menang perang dengan puas merasakan kebahagiaan karena dapat mengusir para penjajah, jika para pahlawan gugur dalam peperangan mendapatkan kedamian ditempat para Dewata dan disambut oleh Bidadari sesuai denga karma baiknya selama kehidupan , bukan untuk tujuan yang lain. Tetapi para sipenakut tidak berani berperang menegagkan kebenran mengusir penjajah malah lari dari medan peperangan akan dijadikan budak, dihina dan dicerca oleh pejajah dan jika meninggal disiksa oleh Dewa Yama Dipati.
Sangat jelas para pahlawan menjalankan swadharmanya kehidupan demi kepentingan orang lain yang dijiwai semangat pengabdian. Bukan seperti sekarang berjuang demi kepentingan golongan dan kelompok serta mengabaikan nilai kemanusiaan dan nilai budaaya yang telah mentradisi di hati masyarakat.
Di zaman kemerdekaan ini masih banyak musuh yang harus kita perangi, terutama musuh yang ada dalam diri kita, yang jauh lebih berbahaya dari pada musuh zaman penjajahan. Hawa napsu merupakan musuh dalam diri sendiri yang tersembunyi dalam hati manusia, sedangkan badan kita ini merupakan Kuru ksetra, jadi berbagai gejolak terjadi dalam diri setiap manusia, ini yang perlu kita kendalikan kejalan yang lebik bermanfaat dan lebih bijaksana. Dalam Kakawin Ramayana dijelaskan sebagai berikut ”Ragedi musuh maparo, Rihati ya tonggwannya tan madoh ring awak, Yeka tan hana ri sira, Prawira wihikan sireng niti ”. Artinya : Hawa nafsu dan sebagainya adalah musuh yang terdekat, dalam hati tempatnya tidak jauh dari badan, prilaku seperti ini tidak ada pada orang yang bijaksana dan ahli dalam kepeminpinan.
Kekawin ini menegaskan musuh didalam dirilah yang perlu kita perangi, sebab musuh, kebencian, iri hati dan sebagainya merupakan penyakit batin yang hebat bila kita tidak kendalikan dengan baik. Sikap arif bijaksana yang perlu kita tumbuhkan untuk mengisi kemerdekaan dengan berbagai aktifitas kebangsaan, kemanusiaan, persatuan dengan mengutamakan kebhinekaan, plurarisme yang demokratis. Dalam Bhagawad Gita dinyatakan sebagai berikut: ” Antavanta ime deha, nityasyo ktah saririnah, anasino prameyasa, tasmad yudhyasva bharata” ( Bhagawad Gita, II. 18). Artinya Badan jasmani yang membungkus Attman/Roh yang langgeng, tidak terhancurkan, dan tidak terbatas keadaannya, dengan demikian bertempurlah membela kebenaran dan menegakkan dharma.
Kresna menasehati Arjuna jangan ragu dalam membela kebenaran, dalam peperangan tidak ada lagi keluarga dan sebagainya. Dan perlu diingat badan yang terbunuh adalah lima unsur alam/Panca Maha Bhuta yang keberadaannya tidak langgeng, sedangkan Attman/Roh bersikap kekal abadi, dengan demikian bertempurlah demi membebaskan penderitaan dari sifat awidya dan kesewenang-wenangan dan jangan sampai lama mereka tenggelam dalam penderitaan. Mari kita bersama-sama saling mengisi kemerdekaan ini sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya masing-masing.
Om Ksama Sampurna Ya namo namah
Om Santi-Santi-Santi Om.