SOLOPOS.COM - Ny. Bambang menunjukkan tungku pengolahan produksi tahu memanfaatkan limbah cair dari rumah produksi tahu miliknya di Pandeyan, Karanganom, Kecamatan Klaten Utara, Rabu (3/1/2018). (Taufiq Sidik/JIBI/Solopos)

Paguyuban Sari Putih Klaten mengolah limbah tahu menjadi biogas.

Solopos.com, KLATEN – Selama lebih dari 10 tahun terakhir, para pengusaha tahu di Desa Karanganom, Kecamatan Klaten Utara mengelola limbah produksi tahu menjadi biogas. Pengelolaan limbah produksi tahu menjadi biogas itu hingga kini dipertahankan melalui Paguyuban Sari Putih yang merupakan paguyuban pengusaha tahu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Paguyuban Sari Putih, Mariyanto, menuturkan usaha produksi tahu di Desa Karanganom berlangsung secara turun temurun. Ia termasuk generasi keempat dalam keluarganya yang meneruskan tradisi sebagai pengusaha tahu.

“Saya sudah mulai sekitar 25 tahun lalu. Sebelumnya saya menjadi sopir truk galian C,” kata Mariyanto saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Dukuh Pandeyan, Rabu (3/1/2018).

Mariyanto menjelaskan pengelolaan limbah cair usaha tahu sudah dilakukan sekitar 2009 lalu. Banyaknya protes warga menjadi salah satu alasan para pengusaha mulai mencari ide mengolah limbah produksi mereka.

Munculnya ide untuk mengelola limbah tahu menjadi biogas muncul ketika ada salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang datang melakukan eksperimen pengolahan limbah yang tepat.

”Akhirnya beli gambar instalasi pengolahannya. Namun, saya sampaikan terus terus kalau gambar itu nantinya dijiplak ke pengusaha lain,” kata Mariyanto.

Dengan dana swadaya berasal dari pinjaman bank, Mariyanto mulai mengembangkan pengolahan limbah di tempat usahanya. Secara bertahap, pengusaha lainnya juga mengembangkan pengelolaan limbah tersebut. “Dulu itu kisaran biayanya Rp25 juta-Rp30 juta. Semuanya ya berasal dari dana pengusaha sendiri dari pinjaman di bank,” ungkapnya.

Proses pengolahan limbah cair dilakukan dengan digester biogas. Limbah cair dialirkan pada bak yang dibangun di masing-masing tempat usaha. “Ada tiga bak untuk menampung limbah. Dari bak itu disalurkan melalui pipa-pipa. Untuk proses menjadi biogas tidak secara langsung. Limbahnya harus didiamkan sekitar tujuh hari. Saat awal difungsikan itu dimasukkan kotoran sapi untuk menghidupkan bakterinya hingga menghasilkan biogas,” katanya.

Instalasi

Mariyanto menjelaskan hingga kini pengolahan limbah masih berjalan. Pengelolaanya dilakukan melalui paguyuban yang memiliki petugas khusus yang rutin mengecek kondisi instalasi pengelolaan limbah termasuk pipa-pipanya. Ada sekitar 13 pengusaha tahu yang tergabung dalam paguyuban.

“Ada dua petugas pria yang rutin mengecek pengolahan biogas. Sementara seorang wanita melakukan penarikan dari pengelolaan limbah setiap hari Rp9.000 untuk 1 kuintal. Itu untuk operasional seperti perawatan untuk instalasi pengolahan limbahnya. Jadi, di sini itu paguyuban tidak mengelola produksinya melainkan limbahnya,” kata Mariyanto.

Sesepuh Paguyuban Sari Putih, Suprapto, menuturkan limbah hasil produksi tahu tak hanya berhenti di bak penampungan di masing-masing pengusaha. Limbah itu dialirkan pada bak penampungan besar sebelum dibuang ke lingkungan.

“Jadi ada pemrosesan limbahnya di penampungan besar itu dan keluar sudah dalam kondisi bersih. Setiap sepekan ada petugas yang mengecek. Dan setiap dua sampai tiga bulan itu dibersihkan. Memang ada petugas khusus yang mengelola limbah. Ketika ada pipa yang bocor ia melakukan pengecekan dan perbaikan. Ketika ada komplain bau, langsung datang untuk mengecek,” kata dia.

Terkait pengembangan limbah hasil produksi tahu, Suprapto menjelaskan untuk sementara masih mempertahankan pengelolaan limbah cair yang menjadi biogas.

“Dulu keberadaan usaha tahu sering di demo karena limbahnya. Saluran-saluran air dijeboli warga. Karena memang dulu limbahnya yang belum diolah menghasilkan bau,” jelas dia.

Salah satu pengusaha, Ny. Bambang, 50, menjelaskan biogas saat ini tak hanya ia manfaatkan sendiri. Sekitar lima tetangganya sudah memanfaatkan biogas hasil pengolahan limbah cair produksi tahu. “Tentunya lebih irit dengan memanfaatkan biogas,” urai dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya