SOLOPOS.COM - Pagar dari tanaman (Foto: Dokumentasi)

Pagar dari tanaman (Foto: Dokumentasi)

SOLO–Desain eksterior pada perumahan atau perkantoran menjadi pilihan yang unik. Desain pagar misalnya, tak hanya sebagai batas kepemilikan. Pagar dengan nilai estetika mampu memberi kenyamanan bagi empunya rumah dan publik yang melihatnya.

Promosi Desa BRILiaN 2024 Resmi Diluncurkan, Yuk Cek Syarat dan Ketentuannya

Material vegetasi menjadi tren untuk pembuatan pagar. Banyak pilihan jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan untuk pagar seperti tanaman air dan tanaman perdu. Pemerintah Kota (Pemkot) Solo pun mengembangkan konsep kota ramah lingkungan (ecological friendly city) sejak 2011 melalui konsep pagarisasi hijau. Sejumlah pagar perkantoran yang terbuat dari tembok dibongkar dan digantikan dengan pagar tanaman.

Seperti pagar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo dan sejumlah sekolah di sekitar Manahan, yakni SMKN 6 Solo, SMKN 4 Solo dan SMKN 5 Solo. “Proses pagar hijau yang dikembangkan Pemkot masih jalan terus. Pagar beton di perkantoran itu terkesan sangar dan kaku. Maka mulai 2011, Pemkot mulai menata Solo sebagai kota yang ramah. Salah satunya ya lewat pergantian pagar tembok menjadi pagar hijau,” jelas Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Solo, Anung Indro Susanto, saat dijumpai Solopos.com, di ruang kerjanya, Jumat (19/10/2012).

Selama ini, kawasan hijau di Solo belum memenuhi amanat UU Lingkungan Hidup, yakni 10% untuk kawasan privat dan 20% untuk kawasan publik. Kawasan hijau di Solo baru 18,23% atau sekitar 802,71 hektare. “Pagar Balaikota pun juga bakal dibongkar tahun depan. Pagar tembok itu diganti menjadi pagar hijau. Kami sudah mengalokasikan anggaran Rp300 juta untuk perubahan pagar itu,” tambah Anung.

Menurut Anung, dengan pagar hijau, kantor pemerintah terkesan lebih ramah dan memiliki banyak manfaat. Pagar hijau mampu mengurangi suasana panas dan mengurangi polusi. Selain itu dengan pagar hijau juga memberi kesan nyaman. Namun, Anung mengakui masih lemah dalam pemeliharaannya karena sumber daya manusia (SDM) terbatas. Dia mencoba memberdayakan masyarakat dalam pemeliharaan kawasan hijau. “Masyarakat dan Pemkot harus memiliki satu visi dan semangat bersama. Dengan demikian kawasan hijau bisa terjaga,” tuturnya.

Arsitek Solo, Darris Fath, menilai Pemkot ingin menunjukkan kesan transparan ketika menggunakan pagar hijau di kantor pemerintah. Dia menyebut contoh rumah dinas (rumdin) Wakil Walikota di sebelah timur Monumen Pers Solo. Tanaman yang digunakan pada pagar rumdin itu didominasi tanaman air dan tanaman bambu hias serta lavender. “Pembangunan rumdin itu kan bareng dengan pembangunan taman kota di beberapa titik. Saya kira konsep ekologi kota memang diterapkan oleh Pemkot Solo,” tandasnya.

Ketua Jurusan Desain Interior Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) UNS, Anung Bambang, saat ditemui Espos, Rabu (24/10), menambahkan media tanaman sebagai pagar mampu melunakkan tampilan bangunan. Bangunan yang terdiri dari konstruksi besi dan beton yang serba keras itu, kata dia, bisa dilunakkan dengan adanya tanaman. “Banyak orang zaman dulu di pedesaan yang memanfaatkan tanaman sebagai pagar, seperti tetehan dan tanaman katuk. Konsep itulah yang kini sedang ngetren, karena ada makna lain. Bukan sekadar pembatas kepemilikan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya