SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Nelayan (JIBI/Bisnis Indonesia/Paulus Tandi Bone )

Foto Ilustrasi Nelayan
JIBI/Bisnis Indonesia/Paulus Tandi Bone

GUNUNGKIDUL-Hasil tangkapan ikan dari nelayan Kabupaten Gunung Kidul, kini mengalami “paceklik” ikan yang diduga akibat terjadi proses migrasi.

Promosi Keturunan atau Lokal, Mereka Pembela Garuda di Dada

Seorang anggota Kelompok Nelayan Baron Minas Samudra Sukamto di Gunung Kidul, Senin, mengatakan sejak 15 hari terakhir hasil tangkapan ikannya mengalami penurunan hingga 50%.

“Setiap harinya, hasil tangkapan ikan hanya berkisar 10 hingga 20 kilogram [kg]. Pada Februari hingga akhir April, hasil tangkapan ikan bisa mencapai 50 kg,” katanya.

Dari 20 kapal jukung yang melaut, kata Sukamto, rata-rata hasil tangkapannya hanya mencapai 10 kilogram. Bahkan, ada kapal yang mendarat tanpa mendapat ikan. Sejak pertengahan 2012 hingga saat ini, terjadi siklus migrasi ikan yang tidak dapat diprediksi.

“Kami sudah bertanya ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Gunung Kidul terkait perubahan siklus ikan ini. Dinas mengatakan, perubahan siklus disebabkan adanya perubahan suhu dan tekanan di laut,” katanya.

Akibat dari minimnya hasil tangkapan ikan, kata Sukamto, harga ikan juga mengalami kenaikan, kecuali lobster. Harga bawal putih ditingkat nelayan berkisar Rp60.000 ribu hingga Rp80.000 per kg, bawal putih super Rp100 ribu per kg.

Harga ikan tongkol dari Rp8.000 hingga Rp10.000 per kg naik menjadi Rp15.000 per kg, kakap Rp20.000 per kg, ikan layur Rp25.000 per kg, dan lobster Rp125.000 kg.

“Meski harga ikan tinggi, semuanya dibeli pedagang di Pantai Baron. Sebab setiap harinya, Pantai Baron selalu ramai dikunjungi wisatawan, sehingga berapun hasil tangkapan ikan nelayan terjual habis,” katanya.

Meski demikian, ia mengatakan, hasil tangkapan ikan hanya mampu menutup biaya operasional. Untuk satu kali melaut membutuhkan biaya Rp100.000 hingga Rp150.000.

“Kalau hasil tangkapan ikan di bawah 10 kg, kami rugi. Baik rugi tenaga dan bahan bakar minyak,” katanya.

Seorang nelayan Pantai Baron lain Sakir mengatakan hasil tangkapan kelompok kapalnya hanya 10 hingga 15 kg. Hasil pendapatan hanya cukup untuk biaya operasional dan makan.

“Sekarang ini harga bahan bakar minyak (BBM) di tingkat nelayan sudah mencapai Rp6.000 per liter. Untuk satu kali melaut membutuhkan bbm sebanyak 20 liter, tentu biaya operasional sangat tinggi. Kami akan terus merugi jika harga BBM naik,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya