SOLOPOS.COM - Pemilik usaha tahu di Purwogondo RT006/RW001, Kelurahan/Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Widi Sardono, 55, tengah bekerja, Jumat (17/6/2022). (Solopos-Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, yang tumbuh menjadi wilayah satelit Kota Solo sekaligus pengembangan perkotaan bagi Sukoharjo, memiliki potensi perekonomian berupa sentra pembuatan tahu yang dikembangkan masyarakat di daerah Purwogondo, Kelurahan/Kecamatan Kartasura.

“Ada sentra tahu di Purwogondo, alhamdulilah setelah pandemi sampai sekarang penjualannya eksis lah. Ada enam RT di sana, satu RW ada kurang lebih 100 orang [yang menggeluti proses produksi tahu], ada yang mulai dari produksi, penjual, dan lainnya,” ungkap Lurah Kartasura, Agus Jaelani,  saat ditemui Solopos.com di kantornya, Jumat (17/6/2022).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Dia menjelaskan saat pandemi Covid-19 melanda terjadi kenaikan harga bahan baku tahu sehingga para pengusaha tahu di Kartasura sempat mandek berproduksi. Namun kondisi lambat laun pulih dan kini mereka sudah kembali beroperasi.

Agus mengimbau kepada masyarakat untuk selalu menaati protokol kesehatan di tengah upaya melakukan kegiatan untuk menumbuhkan perekonomian. “Pesan saya karena ini pandemi belum selesai, dalam kegiatan-kegiatan masyarakat harus mematuhi prokes. Dan tetap kami persilakan kalau kondisi bagus bisa beraktivitas kembali agar roda perekonomian bisa berjalan dengan normal,” katanya.

Sementara itu, pemilik usaha pembuatan tahu di Purwogondo RT006/RW001, Kelurahan/Kecamatan Kartasura, Sukoharjo, Widi Sardono, 55, mengatakan usaha yang dilakoninya telah turun-temurun sejak zaman bapaknya dahulu.

Baca juga: Perajin Tahu Tempe Kartasura Belum Naikkan Harga Meski Kedelai Mahal

Kini, dia menyebut, dalam sehari mampu menghabiskan 50 kilogram kedelai untuk produksi tahu. Menurutnya angka itu telah menurun dibandingkan sebelumnya yang bisa mencapai dua kali lipat. Dia menjelaskan produksi menurun lantaran harga kedelai dan minyak goreng yang tinggi.

“Sekarang setengah kuintal saja, kedelai mahal, minyak goreng agak sulit [mahal], soalnya kan ini diproduksi untuk digoreng sendiri semua, jadi tidak menjual yang mentah,” jelasnya saat ditemui di tengah pekerjaannya, Jumat.

Titip Produksi

Dalam proses produksi tahu, dia bersama satu karyawan pada bagian produksi dan dibantu anak laki-lakinya untuk bagian penggorengan. Dia menyebut ada 50an pabrik tahu yang ada di daerahnya, sementara yang melakukan produksi hingga penjualan bisa lebih dari 100 orang.

Baca juga: Wow! Warga Kartasura Dapat Hadiah Motor Gegara Ikuti Vaksinasi Covid-19

“Satu kampung saja udah ada delapan pabrik, belum lagi biasanya istilahe do ndandakne itu juga ada. Jadi yang tidak punya pabrik titip produksi. Jadi ngasih kedelainya, terus dimasak di pabrik, sekali masak Rp10.000,” jelasnya.

Dia mengungkap proses produksi tahu melewati beberapa tahap di antaranya kedelai harus direndam selama tiga jam, tidak boleh kurang atau lebih karena rasanya akan berbeda. Setelah itu kedelai masuk dalam proses penggilingan yang menggunakan dinamo, kemudian dimasak menggunakan tungku dengan api dari bahan bakar serbuk kayu dan diambil sari kedelainya untuk di etak.

Pria yang menggantikan ayahnya berjualan tahu sejak 2010 itu menjual tahu goreng dengan harga Rp200-Rp300/biji. Harga tersebut berdasarkan besar atau kecilnya tahu hasil produksi. Sementara sasaran penjualan biasanya kepada warga yang lewat dan juga tengkulak yang membeli dengan bronjong.

Baca juga: Pak Becak hingga Penyapu Jalan Geruduk Mapolsek Kartasura, Ada Apa?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya