SOLOPOS.COM - Pabrik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Gunem, Rembang, yang bakal mengeksplorasi karst Pegunungan Kendeng eks Keresidenan Pati, Jateng, Rabu (22/3/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Yusuf Nugroho)

Pabrik PT Semen Indonesia di Rembang yang bakal mengeksplorasi gamping Pegunungan Rembang di eks Keresidenan Pati Jateng diharapkan kalangan pengusaha didukung pula oleh lembaga yudikatif.

Semarangpos.com, JAKARTA — Demokrasi mestinya ditopang pilar trias politika, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang masing-masing bersifat independen. Namun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam urusan pabrik semen di Rembang yang bakal mengeksplorasi gamping Pegunungan Rembang di eks Keresidenan Pati, Jawa Tengah (Jateng) menuntut lembaga yudikatif memahami persoalan investasi demi mendukung eksekutif.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Kebijakan Publik Apindo, Danang Girindrawardana, dalam keterangan tertulis yang diterima Kantor Berita Antara di Jakarta, Kamis (23/3/2017) menyatakan Asosiasi Pengusaha Indonesia menilai jalan terbaik untuk menyelesaikan kasus pembangunan pabrik semen di Rembang yang bakal mengeksplorasi Pegunungan Kendeng, eks Keresidenan Pati, Jateng adalah konsisten terhadap rencana strategi nasional termasuk menjunjung tinggi dan menjalankan hukum dalam setiap kebijakan.

“Padahal di bidang semen, Indonesia justru masih berjaya di negeri sendiri melalui Semen Indonesia. Sementara di sektor jasa dan telekomunikasi justru dikuasai asing,” papar Danang Girindrawardana dalam keterangan tertulis itu.

Ekspedisi Mudik 2024

Dia menuding lembaga yudikatif di Indonesia belum sepenuhnya mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo yang terus berusaha menggenjot investasi dengan memangkas urusan birokrasi dan urusan administrasi atau aturan. Dalam kasus semen di Rembang yang bakal mengeksplorasi Pegunungan Kendeng, eks Keresidenan Pati, Jateng itu terlihat jelas bahwa hakim MA tak memahami persoalan investasi. Apalagi salah satu dasar keputusan adalah dokumen penolakan 2.501 warga.

“Keputusan MA yang tidak didasari legal standing akurat telah berimplikasi terhadap iklim investasi. Saya memiliki data bahwa kasus Rembang ini telah menghambat 20%-25% masuknya investor asing di bidang infrastruktur, yakni semen, baja dan telekomunikasi,” kata Danang.

Sementara itu, praktisi Hukum M. Mahendradatta yang juga dikutip Antara demi menguatkan tudingan Apindo terhadap MA yang dinilai buta persoalan investasi itu mengatakan berlarut-larutnya persoalan pabrik semen di Rembang milik PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. hanya bisa diakhiri jika pemerintah secara tegas berpatokan kepada hukum yang berlaku.

Keputusan Mahkamah Agung yang kemudian dipatuhi dan dijalankan oleh Gubernur Jawa Tengah dan PT Semen Indonesia, sudah seharusnya tidak lagi membuka peluang bagi pihak lain untuk mendesakkan kepentingannya melalui aksi jalanan. “Kasus semen Rembang milik PT Semen Indonesia hanya akan selesai jika pemerintah pusat mengambil kebijakan yang berpatokan kepada hukum. Bukan menyelesaikannya berdasarkan pertimbangan politis atau pertimbangan ekonomi,” katanya.

Dikatakan, persoalan semen Rembang menjadi berlarut-larut karena ada pihak yang berupaya memaksakan kehendak yang justru tidak berpatokan pada aturan hukum itu sendiri. “Mereka yang kontra semen Rembang terus-menerus melakukan aksi seperti cor kaki dengan berpatokan pada prinsip pokoknya. Pokoknya kalau ditambang akan merusak lingkungan. Mereka kan seharusnya juga menempuh jalur hukum kalau masih tidak bisa menerima,” katanya.

Solusi penyelesaian polemik pabrik semen di Rembang, menurut Mahendradatta, adalah melakukan solusi saling menguntungkan antara Semen Indonesia dan warga. “Pastikan wilayah pertambangan benar-benar tidak merusak lingkungan, sehingga tidak ada yang dikalahkan. Serta para penolak harus menghindari prinsip pokoknya,” katanya.

Berbeda dengan kalangan pengusaha dan praktisi hukum pendukung mereka, desakan kepada eksekutif untuk mematuhi putusan MA sebagai lembaga yudikatif di Republik Indonesia terus mengalir dari berbagai kalangan di berbagai belahan Bumi. Sejumlah kalangan menggelar aksi solidaritas untuk petani Kendeng yang menolak keberadaan pabrik Semen Indonesia di Rembang.

Mahasiswa, aktivis lingkungan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta warga dari beberapa daerah lain, seperti Bengkulu, Batang, Jepara, Indramayu dan Kalimantan Timur bergabung dalam kegiatan tersebut dan bergantian melakukan orasi serta aksi teatrikal. “Perjuangan petani Kendeng merupakan momentum solidaritas antarkorban, lingkungan dan hal lain yang terancam di bawah rezim sama,” ujar Peneliti LSM Pusaka Andre Barahamin.

Ia mengatakan perjuangan petani Kendeng merupakan penggerak rakyat untuk bersatu menghadapi ketidakadilan. Meninggalnya salah seorang peserta aksi semen kaki dari Kendeng, diakui Andre, menjadi pemecut semangat untuk meneruskan perjuangannya. “Kematian Ibu Patmi saat berjuang menunjukkan saatnya gerakan rakyat menyatukan diri, buruh, aktivis, mahasiswa untuk mengancam rezim,” kata dia.

Beberapa buruh, mahasiswa, dan aktivis pelestarian lingkungan hidup bahkan spontan turut menyemen kaki mereka dalam aksi solidaritas itu. Sementrara itu, di Malang, puluhan aktivis Aliansi Malang Peduli Kendeng (AMPK) memprotes eksekutif dengan pakaian dan payung serba hitam. Mereka menuntut pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla segera mengambil tindakan dan kebijakan yang berpihak pada warga Kendeng.

Bahkan, Pengurus Tanfidziyah Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Belanda (PCINU) Belanda turut bersuara keras atas pengabaian prinsip trias politika dalam demokrasi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla ini. PCINU Belanda menilai penerbitan kembali penerbitan kembali izin lingkungan penambangan pabrik semen Kendeng oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tidak tepat.

Ketua Pengurus Tanfidziyah Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Belanda Fachrizal Afandi dalam pernyataan sikap PCINU Belanda yang diterima Antara di London, Kamis, menilai yang dilakukan oleh almarhumah Patmi dan para petani pencinta kelestarian lingkungan Pegunungan Kendeng merupakan sikap amar makruf nahi munkar.

“Oleh karenanya, PCINU Belanda menyampaikan rasa berkabung atas berpulangnya Ibu Patmi warga Kendeng, seorang yang berjihad, berjuang menentang eksploitasi alam yang dilakukan oleh korporasi semen di Rembang,” katanya.

PCINU Belanda menilai izin baru tentang izin lingkungan penambangan dan pembangunan pabrik semen PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di Kabupaten Rembang, Jateng telah menyeret Indonesia di ujung tanduk cara berhukum yang buruk. Izin itu jelas sudah memicu ketepurukan prinsip negara hukum yang makin kronis, nihilnya legitimasi sosial hak asasi manusia dan merobek-robek prinsip keadilan lingkungan.

PCINU Belanda bersimpati cukup mendalam terhadap perjuangan para warga Kendeng untuk mempertahankan kelestarian tanah kampung halaman mereka, mulai dari mendirikan tenda perjuangan di Kendeng, mengajukan gugatan ke pengadilan, aksi dipasung semen jilid pertama, aksi payung di depan Gubernuran Jateng, sampai aksi dipasung semen jilid II. “Kami juga memberikan dukungan sepenuhnya secara lahir dan batin terhadap perjuangan mereka, demikian Fachrizal Afandi.

Dalam kesempatan ini PCINU Belanda menyampaikan duka terdalam kepada Bu Patmi, semoga khusnul khotimah dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kelapangan. Menyayangkan sikap Gubernur Jateng yang telah melanggar putusan MA dan mempermainkan rakyatnya dengan menerbitkan kebijakan izin lingkungan yang baru. Untuk itu, PCINU Belanda mendorong agar Presiden Joko Widodo berani mengambil sikap tegas untuk membatalkan kebijakan izin lingkungan penambangan yang baru, dan mendorong keadilan bagi rakyat.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya