SOLOPOS.COM - Pertambangan gamping di Pegunungan Kendeng, perbatasan Rembang-Blora. (worldwide.chat)

Pabrik semen milik PT Semen Indonesia tetap ditolak warga Pegunungan Kendeng yang nekat menyegel akses masuk pabrik.

Semarangpos.com, SEMARANG — Kendati mahasiswa sejumlah perguruan tinggi di Kota Semarang—termasuk Universitas Diponegoro (Undip)—menyatakan konsisten menolak pabrik semen yang bakal mengeksploitasi gamping atau karst Pegunungan Kendeng di eks Keresidenan Pati, tak demikian halnya dengan guru besar atau profesor mereka.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Jika para mahasiswa kampus-kampus di Semarang itu pada umumnya menolak Pabrik Semen di Kabupaten Rembang itu dengan alasan bakal merusak lingkungan Pegunungan Kendeng di eks Keresidenan Pati, maka sang profesor mendukung dengan alasan investasi. Adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi Undip Semarang Profesor F.X. Soegiyanto yang terang-terangan menunjukkan sikap itu.

F.X. Soegiyanto angkat bicara setelah muncul insiden yang disebutnya sebagai penyegelan akses masuk pabrik PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang oleh warga penolak pabrik semen yang bakal mengeksploitasi gamping atau karst Pegunungan Kendeng di eks Keresidenan Pati. Menurutnya, penyegelan pabrik semen itu mengancam iklim investasi di provinsi ini.

“Apa yang dilakukan warga penolak itu juga berbahaya bagi iklim investasi dan orang luar [warga negara asing] akan menganggap negeri ini tidak aman karena sedikit-sedikit demo sehingga tak ada kepastian hukum,” katanya di Semarang, Jumat (10/2/2017).

Ia bahkan meminta para penolak pabrik semen menghormati proses hukum dan keputusan sidang penilaian adendum analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), serta Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) PT Semen Indonesia. Adendum atas amdal itu dimaksudkan untuk mengeliminasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah mencabut izin lingkungan pabrik semen yang bakal mengeksploitasi Pegunungan Kendeng di eks Keresidenan Pati tersebut.

“Proses hukum Mahkamah Agung sudah dijalankan oleh gubernur dengan mencabut izin lingkungan pabrik semen, proses penilaian amdal pun sudah dilakukan beberapa waktu lalu dengan mendengarkan masukan, saran dan usulan warga, pihak pemerintah maupun para pakar dari berbagai disiplin ilmu, harusnya itu dihargai,” ujarnya.

Ia juga meminta para penolak pabrik semen untuk menahan diri dan tidak memaksakan kehendaknya karena dalam demokrasi setiap proses hukum yang berjalan mestinya harus dihargai bersama. “Jangan hanya karena kepentingannya tidak dijalankan, lantas melakukan demonstrasi,” katanya sebagaimana dikutip Kantor Berita Antara.

Guru Besar Ilmu Hukum sekaligus Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Profesor F.X. Adji Samekto menambahkan bahwa rencana tata ruang pabrik semen Rembang telah sesuai ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku, meskipum masih ada beberapa persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh PT Semen Indonesia.

Menurut dia, dengan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 99.PK/2016 tentang Gugatan Izin lingkungan Pabrik Semen di Rembang yang sesuai asas dalam administrasi pemerintahan, salah satunya kepastian hukum, maka perintah Mahkamah Agung patut dipatuhi dulu.

“Dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan maka ada tiga aspek yang secara simultan harus menjadi pertimbangan, aspek lingkungan, aspek ekonomi, aspek sosial,” ujar Adji yang juga salah seorang dari 12 pakar yang memberikan pendapat tentang amdal pabrik semen Rembang itu.

Dari ketiga aspek tersebut, ia menganggap berdasarkan sisi lokasi, kegiatan penambangan pabrik semen Rembang telah sesuai dengan peruntukan ruang dalam Perda Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031.

Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Rahmat Bowo yang juga tim penguji dokumen amdal menyatakan bahwa proyek pabrik semen Rembang telah sesuai dengan rencana tata ruang yang ada. Ia beranggapan, lokasi kegiatan penambangan bahan baku dan pembangunan serta pengoperasian pabrik semen Rembang saat ini telah banyak mengalami perubahan.

“Penambangan batu kapur seluas 293,9 ha di Desa Tegaldowo dan Desa Kajar, Kecamatan Gunem, penambangan tanah liat seluas 98,9 ha di Desa Kajar dan Desa Pesucen, Kecamatan Gunem. Operasional pabrik semen dengan kapasitas 3 juta ton per tahun di Desa Pesucen, Kecamatan Gunem,” ujar Rahmat.

Sementara itu, Guru Besar Teknik Kimia Universitas Diponegoro Profesor Bambang Pramudono mengungkapkan, secara proses produksi dan aspek teknis, pabrik semen Rembang telah menerapkan teknologi modern. Sistem teknologi modern yang dikembangkan pabrik Semen Rembang adalah proses kering yang mempunyai keunggulan efisiensi energi tinggi, kebutuhan air sedikit serta memerlukan pembakaran yang relatif pendek.

“Kelemahannya, debu yang timbul lebih besar, namun dapat diatasi dengan teknologi pemisah debu, yaitu EP [electrostatic precipitation] dan pengering kantong [bag filter],” katanya.

Berdasar informasi yang diterima Semarangpos.com dari siaran pers Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) serta kabar yang beredar di jejaring media sosial, Jumat (10/2/2017) malam, warga yang menolak keberadaan pabrik PT Semen Indonesia memang mendirikan tenda perjuangan mereka di akses masuk pabrik. Namun, berdasarkan pernyataan resmi Polda Jateng, tenda bukan hanya didirikan warga penolak pabrik semen tersebut, melainkan juga oleh warga pendukung pabrik semen yang bakal mengeksploitasi Pegunungan Kendeng di eks Keresidenan Pati itu.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya