SOLOPOS.COM - Otniel Tasman (istimewa)

Penari asal Solo, Otniel Tasman akan berkolaborasi dengan para penari dari sejumlah negara dalam pentas mendatang.

Solopos.com, SOLO–Otniel Tasman terus membuktikan eksistensi kepenariannya melalui sejumlah karya sendiri maupun project kolaborasi. Belum selesai dengan tema Tari Lengger yang mengangkat sejarah kota kelahirannya Banyumas, Otniel didapuk untuk ikut mendukung project tari kontemporer seniman asal Singapura, Daniel.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

Karya kolaborasi ini melibatkan sembilan penari muda empat negara, Indonesia, Singapura, Thailand, dan Taiwan. Yang digagas untuk memberikan wacana baru tentang tari kontemporer di Negeri Singa.

“Para penari yang terlibat kebanyakan masih muda. Antara usia 27 tahun hingga 30 tahun,” kata Otniel saat berbincang dengan Solopos.com di area Teater Besar ISI Solo, Selasa belum lama ini lalu.

Dalam project ini Otniel dan sembilan partisipan lainnya melepas jubah kepenarian masing-masing. Idealisme budaya masing-masing ditanggalkan dan melebur menjadi satu sesuai konsep baru yang sedang digarap. Tak ada tema khusus, penari hanya dituntut untuk mengeksplorasi tubuh dengan memanfaatkan sejumlah ruang terbuka di Singapura.

Sejumlah public space kota seperti pasar, lapangan, area stasiun, dan ruang-ruang strategis lain mereka manfaatkan sebagai lokasi latihan dan panggung pementasan.

Gaya baru karya kontemporer yang dikomandoi Daniel ini juga melibatkan masyarakat sekitar sebagai bagian dari pementasan. Otniel mencontohkan saat latihan di area pasar, mereka memilih spot yang paling ramai untuk melihat respons pembeli, begitu juga saat di stasiun dan lokasi lainnya.

Otniel mengatakan pertemuannya dengan konseptor tari dimulai saat mereka kerja bareng di Jakarta beberapa waktu lalu. Setelah itu ia memulai diskusi dan proses latihan sejak April, dan berlanjut tiga bulan selanjutnya pada Mei, Juni, dan Agustus mendatang. Sekitar awal September tarian tersebut bakal dipentaskan secara terbuka di Singapura.

“Konsep tarian ini lebih universal. Meskipun aku banyak menari Jawa, aku berusaha melepaskan identitas tersebut dan memulai semuanya dari nol. Begitu juga dengan para penari lainnya. Eksplorasi tubuh dan keterlibatan audience merupakan hal terpenting dalam tari ini,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya