SOLOPOS.COM - Seorang jurnalis mengambil gambar kedatangan dr Rica Tri Handayani, anak serta suaminya Aditya Akbar Wicaksono saat tiba di Polda DIY, Senin (11/1/2016). Polda DIY berhasil membawa pulang dr. Rica beserta saudara yang diketemukan di wilayah Kalimantan. (Gigih M. Hanafi/Harian Jogja)

Orang hilang yang terkait eksodus Gafatar diduga ratusan. Sebelum hilang, ada yang minta moge dan uang tunai.

Solopos.com, SLEMAN — Polda DIY kebanjiran laporan hilang selama dua hari terakhir. Kasus eksodus dokter Rica Tri Handayani dan tiga warga Boyolali yang dibawa pasangan Eko Purnomo dan Veni Orinanda membuka mata banyak orang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ruang tunggu sentra pelayanan kepolisian terpadu Polda DIY terlihat beda, Selasa (12/1/2016), banjir laporan. Jika biasanya hanya untuk laporan kehilangan STNK, tetapi kali ini didominasi laporan orang hilang. Diduga, ada kaitan dengan ormas Gafatar yang mengajak eksodus ratusan orang.

Di antara para pelapor, ada dua wanita bernama Sudarmi berumur sekitar 65 tahun dan Listiyati, 52, yang sama-sama melaporkan kehilangan anak. Keduanya tak saling kenal namun, anaknya hilang dalam waktu nyaris bersamaan.

Sudarmi yang mengenakan kerudung ditemani dua kerabatnya dengan dipapah, menangis ketika petugas menanyakan kronologi hilangnya anak, cucu, serta menantu. Putri Sudarmi meninggalkan keluarga bersama suami dan tiga anaknya yang masih balita. Kedatangannya ke Polda DIY ia melaporkan kehilangan lima orang sekaligus.

Keluarga meyakini, mereka direkrut oleh ormas Gafatar. “Saya itu kasihan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil,” ucap Sudarmi sembari meneteskan air mata di hadapan petugas kemarin.

Sebagai orang tua, Sudarmi berusaha mencukupi kebutuhan anaknya. Beberapa waktu lalu, anaknya sempat meminta motor gede, ia pun tak segan memberikannya. Tetapi motor itu lalu dijual dan tidak diketahui ke mana uangnya. Terakhir, sebelum menghilang beberapa pekan lalu, anaknya sempat meminta uang Rp100 juta, tetapi hanya ada Rp50 juta.

“Motor di rumah dibawa lagi karena tidak terpakai, ya saya suruh bawa, tapi dijual,” kata warga Jl. Mataram, Danurejan, Kota Jogja ini.

Keluarga khawatir, aset itu juga diminta oleh ormas Gafatar sebagai biaya melakukan eksodus. Ia terakhir bertemu dengan anak dan cucunya pada pertengahan Desember 2015. Ketika itu berpamitan ke Kalimantan. Keluarga lalu mengantarnya ke Bandara Ahmad Yani Semarang kemudian naik pesawat menuju Bandara Iskandar, Pangkalan Bun.

Setelah itu ponselnya tak bisa lagi dihubungi. Menantunya sendiri keluar dari tempat kerjanya di Pertamin dan pindah ke kalimantan dengan alasan akan usaha di bidang pertanian. Pesan itu meyakinkan keluarga akhir-akhir ini setelah banyak informasi orang hilang, bahwa anak dan cucunya ikut program eksodus.

Lain lagi dengan Listiyati, anaknya bernama Faza, 27, juga menghilang sejak pertengahan Desember 2015. Faza bahkan pergi dari rumah secara sembunyi-sembunyi, meski awalnya sempat berpamitan akan pergi ke luar Jawa dengan naik kapal. Faza sebelumnya bekerja di bidang online dan menguasai teknologi informasi.

“Tahu-tahu barangnya sudah di-packing dan pergi, seakan-akan biar tidak terlacak. Setelah itu nomernya tidak aktif sampai sekarang,” kata warga Warak, Sumberadi, Mlati, Sleman ini.

Sejak Senin (11/1/2016) malam hingga Selasa (12/1/2016) sore, setidaknya ada tujuh laporan ke Polda DIY dengan total 16 orang hilang. Polisi akan menyelidiki keterkaitan hilangnya mereka dengan program eksodus ormas Gafatar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya