SOLOPOS.COM - Adegan Monolog yang dilakukan salah satu pemeran__operet anak (JIBI/Harian Jogja/ST8)

Operet anak berikut bercerita mengenai beratnya beban yang dipikul anak-anak saat ini.

Harianjogja.com, JOGJA—Pada 6-11 Oktober 2015, Taman Budaya Yogykarta (TBY) menggelar Pekan Seni Anak Art For Children (AFC) bertempat di ruang pameran dan Hall TBY. Pekan Seni Anak TBY ini merupakan presentasi hasil karya anak-anak dari berbagai daerah di DIY mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK) ,hingga Sekolah Dasar (SD) yang merupakan peserta bimbingan seni anak yang dilakukan TBY.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Berbagai karya seni ditampilkan dalam acara tersebut, mulai dari tari, seni rupa, teater, musik dan vokal. Salah satu hasil karya seni yang ditampilkan adalah pergelaran operet anak-anak AFC bertajuk Bumiku Indah yang digelar pada 11 Oktober 2015.

Pementasan ini menjadi penutup dari acara Pekan Seni Anak AFC. Pada kesempatan itu, 95 orang anak menampilkan aksi menari dan menyanyi. Operet Bumiku Indah menceritakan tentang berbagai fenomena yang terjadi di bumi ini seperti pertengkaran, protes, sabotase, cinta, damai dan lainnya yang selalu terjadi pada kehidupan masyarakat di dunia, maupun di Indonesia sendiri.

Cerita Bumiku Indah ini ingin memperlihatkan hal-hal tersebut lewat adegan drama yang dimainkan oleh puluhan anak tersebut. Bukan ingin memperlihatkan sebuah hal yang buruk, namun pesan akhir yang ingin disampaikan kepada masyarakat adalah sebuah cinta dan perdamaian yang harus terus dijaga dalam kehidupan masyarakat.

“Cerita operet ini pun disajikan kepada masyarakat sebagai sebuah kritik orang-orang yang membuat kondisi di bumi ini, khususnya di Indonesia menjadi kurang nyaman,” ungkap Sri Wahyuni, ketua panitia penyelenggaraan Pergelaran Operet Anak-anak AFC Bumiku Indah kepada Harianjogja.com, Minggu (11/10/2015).

Pergelaran yang berdurasi kurang lebih satu setengah jam tersebut, mampu menarik perhatian penonton baik anak-anak maupun orang tua. Salah satu adegan yang sangat menarik perhatian penonton adalah ketika salah satu pemeran anak-anak laki-laki melakukan monolog. Dalam monolognya, dia mengungkapkan sebua protes yang berbunyi, “Saya tidak mau sekolah, saya ingin main game saja. Saya tidak setuju dengan adanya pendidikan. Pendidikan membuat saya kurus”.

Sejenak penonton hening terdiam, namun ketika mendengar kalimat, “Pendidikan membuat saya kurus”, penonton langsung tertawa.

Sepenggal kalimat tersebut adalah sebuah pesan tersirat di mana makna sebenarnya protes tidak menyelesaikan permasalahan, namun malah akan lebih memperkeruh permasalahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya