SOLOPOS.COM - Petugas KPK menunjukkan barang bukti uang 40.000 dolar Singapura dan bukti transfer disaksikan dua pimpinan KPK saat konferensi pers terkait operasi tangkap tangan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/6/2016). KPK menetapkan lima tersangka yakni Anggota DPR fraksi Demokrat I Putu Sudiartana, Sekretaris Anggota DPR Novianti, Kadis PU Sumatra Barat Suprapto, dan dua orang lainnya berinisial SHM dan Y. (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A.)

Operasi tangkap tangan yang menjaring politikus Partai Demokrat I Putu Sudiartana. Keterlibatan Putu dinilai janggal.

Solopos.com, JAKARTA — Kasus suap yang menjerat politikus Partai Demokrat anggota Komisi III DPR, I Putu Sudiartana, diduga melibatkan pihak lain yang lebih besar. Ada beberapa kejanggalan dalam kasus itu, termasuk soal posisi Putu di partainya dinilai tak biasa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Anggota DPD yang juga mantan anggota Fraksi Demokrat, Gede Pasek Suadika, mengungkapkan kejanggalan pertama soal dalam kasus ini adalah posisi Putu yang merupakan anggota Komisi III DPR. Komisi ini membidangi soal hukum, bukan mengurus anggaran proyek infrastruktur yang dibiayai APBN.

Ekspedisi Mudik 2024

“Problemnya, ini Komisi III, tapi kok pindah ke soal komisi lain. Pengalaman saya, pekerjaan Komisi III sudah banyak sekali, rasanya kalau serius urus itu saja enggak sempat urus komisi lain,” ujarnya dalam wawancara jarak jauh yang ditayangkan live di Kompas TV, Kamis (30/6/2016) petang.

Kejanggalan kedua, kata Gede Pasek, adalah proyek ruas jalan yang terkait suap tersebut berlokasi di Sumatra Barat. Padahal, Putu terpilih sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan (Dapil) Bali. “Ini Dapilnya Bali, tapi urus Sumatra Barat.”

Yang ketiga adalah posisi Putu yang menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum atau salah satu jabatan prestisius di Partai Demokrat. Menurut Gede Pasek, hal ini menjadi tanda tanya karena Putu termasuk kader yang masih “baru”.

“Saya melihat pola, ini harus ada yang tanggung jawab, ini sistem perekrutan DPP yang tidak pas,” katanya. Menurutnya, karier Putu di Demokrat terlalu cepat.

“Pak Putu ini baru masuk dalam DCT, langsung dapat jabatan prestisius sebagai wakil bendahara. Padahal saya dulu, saya mulai dari daerah, kemudian menjadi dewan pakar DPD, baru ke DPP, lalu ketua departemen. Prosesnya itu panjang dari bawah, yang ini prosesnya terlalu cepat.”

Soal spekulasi keterlibatan partai, Pasek enggan berkomentar. Namun, dengan karier secepat itu, Pasek menduga ada orang tertentu yang menempatkan Putu di posisi tinggi di partai. “Nah, siapa dia?”

Selama ini, Pasek menilai wajar jika partai meminta anggotanya, khususnya yang duduk di DPR, membayar iuran untuk partai. Dia juga mengaku selama di Demokrat gajinya dipotong setiap bulan untuk partai. “Yang tidak wajar adalah jika ada kader diberi jabatan prestisius, kemudian diberi tugas cari uang,” katanya. Baca juga: I Putu Sudiartana Dipecat, Demokrat Ogah Dikaitkan Kasus Suap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya