SOLOPOS.COM - Pekerja melakukan bongkar muat beras di Gudang Bulog Banyakan Sub Divre V Kediri, Jawa Timur, Rabu (7/1/2015). Beras Bulog itu selanjutnya didistribusikan ke wilayah seputaran Kediri. Bulog Sub Divre V Kediri menggelar operasi pasar khusus cadangan beras pemerintah (OPK CBP) dengan menyalurkan 3.182 ton beras untuk warga miskin di Kediri. Langkah itu dimaksudkan untuk mengisi program beras untuk rakyat miskin (raskin) 2015 yang saat ini masih dalam tahap sosialisasi dari pemerintah pusat, serta untuk mengantisipasi terjadinya gejolak harga beras di pasaran. (JIBI/Solopos/Antara/Rudi Mulya)

Operasi pasar di Gunungkidul terakhir tahun 2012.

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Energi Sumber Daya Mineral (Disperidagkop ESDM) memastikan tidak ada operasi beras di wilayah Gunungkidul. Pasalnya rencana operasi dari Pemerintah DIY tidak direspon oleh warga atau pun pedagang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Seksi Distribusi dan perlindungan Konsumen Disperidagkop ESDM Gunungkidul Supriyadi mengatakan, untuk kesekian kalinya kebijakan operasi pasar murni tidak mendapatkan respon. Hingga batas akhir pengajuan pada Selasa (9/2/2016) lalu, tidak ada yang meminta untuk dilakukan operasi pasar.

“Kalau dihitung, di sini (Gunungkidul) sudah tidak melakukan OP sejak 2012 lalu,” kata Supriyadi kepada Harianjogja.com, Jumat (12/2/2016).

Ekspedisi Mudik 2024

Dia menjelaskan, ketiadaan operasi ini sudah dilaporkan ke Pemerintah DIY melalui surat pemberitahuan resmi. Secara spesifik, Supriyadi tidak mengetahui penyebab pasti operasi beras kurang mendapatkan respon dari masyarakat. Padahal jika ditilik dari sisi kualitas, beras yang disediakan merupakan beras dengan kualitas baik. Harganya pun rerlatif miring, karena per kilonya dipatok Rp7.500.

“Informasi kegiatan sudah kami sebar ke kecamatan dan pedagang, tapi kenyataannya tidak ada yang mengajukan permohonan,” ungkapnya.

Untuk operasi pasar, tahun ini Pemerintah DIY mengalokasikan beras sebanyak 18,5 ton yang siap dibagi ke seluruh wilayah. Rencananya kegiatan operasi akan dilakukan bergiliran di seluruh kabupaten kota di DIY mulai 11-23 Februari.

“Berhubung tidak ada yang mengajukan, maka di tempat kita tidak ada operasi pasar,” katanya lagi.

Terpisah, salah seorang pedagang di Pasar Argosari, Wonosari, Tukino mengaku tidak tahu menahu adanya informasi tentang rencana operasi beras di pasar. Sebab, selama ini memang tidak ada pemberitahuan yang masuk ke pedagang.

“Kalau dulu memang sempat ada, tapi sudah sangat lama,” kata Tukino.

Menurut dia, kalau pun operasi diselenggarakan, ia tidak yakin beras tersebut bisa laku. Salah satu penyebabnya, harga beras dari Bulog dinilai terlalu tinggi, sehingga membuat warga atau pedagang berpikir dua kali untuk membelinya.

“Kalau pengalaman yang dulu (saat ada pemberitahuan akan operasi), jelas akan rugi. Wong beras Bulog hanya dijual Rp7.000 per kilo, sedang harga operasi mencapai Rp7.500,” katanya.

Keyakinan Tukino ini bukan tanpa alasan, apalagi harga beras saat ini relatif stabil. Untuk beras dengan kualitas super paling mahal dijual Rp11.000 per kilo, sedang beras dengan kualitas biasa dipasarkan di kisaran Rp8.500-9.000 per kilonya.

“Kalau disuruh memilih, warga akan membeli yang biasa karena selisih dengan beras Bulog tidak banyak,” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya