SOLOPOS.COM - Acara 24 Jam Menari merupakan rangkaian perayaan Hari Tari Dunia yang jatuh pada 29 April. (Solopos/Afifa Enggar Wulandari)

Solopos.com, SOLO — Perayaan Hari Tari Dunia dengan Solo 24 Jam Menari akan digelar dua hari lagi, Jumat (29/4/2022) hingga 23.30 WIB.

Pantauan Solopos.com, para penari dan pemusik melakukan gladi kotor pada Rabu (27/4/2022) pukul 09.00 WIB. Mereka akan menampilkan tari kreasi dan tema baru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Panitia Hari Tari Dunia ISI Solo, Dwi Wahyudiarto, mengatakan pembaruan karya dan tema akan terus diciptakan.

“Kami tetap menyiapkan closing dan opening dengan maksimal, pengembangan kreatif dengan tema berbeda juga,” kata dia.

Setidaknya, 60 persen dari total 1.120 penari dan pemusik yang terlibat berasal dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.

Baca Juga : Sambut HTD, Ratusan Penari Latihan Jelang 24 Jam Menari di ISI Solo

Wahyu, sapaan akrabnya, menjelaskan proses latihan Solo 24 Jam Menari dimulai sejak pekan kedua Maret 2022.

Waktu tersebut dinilai terlalu singkat sehingga mereka berlatih dengan ekstra meski bulan puasa.

“Minggu kedua Maret baru mulai latihan jadi memang agak cepat,” jelas Wahyu saat ditemui Solopos.com, Selasa (26/4/2022) sore.

Sejalan dengan tema yang diangkat, yakni Menari Membingkas Renyap, konsep tarian pembuka pada perayaan Hari Tari Dunia juga telah disesuaikan.

Baca Juga : Wow! 1.120 Seniman Bakal Ramaikan Solo Menari 24 Jam, Catat Tanggalnya

Wahyu mengatakan konsep bangunan Candi Borobudur menjadi inspirasi tema tersebut. Tiga tingkatan yang ada di Candi Borobudur dituangkan menjadi konsep tarian pembuka.

“Beda-beda ya. Kalau opening adalah gerakan dari [adopsi konsep] Candi Borobudur. Ada tiga tingkatan menuju lebih baik,” tutur dia.

Tingkatan Kehidupan

Penari pembuka memulai aksinya di halaman (bawah) pendapa ISI Solo. Halaman bawah pendapa diibaratkan seperti tingkatan Kamadhatu pada Candi Borobudur.

Selanjutnya, penari berjalan naik menuju lantai dasar pendapa. Satu tingkat dari halaman. Namun dengan gerakan yang sedikit berbeda. Tingkatan tersebut diibaratkan tingkatan tengah Candi Borobudur, yakni Rupadhatu.

Baca Juga : Pentas Rakyat Puntang Menari, Puncak Hari Tari Dunia di Bandung

Tingkatan tersebut menggambarkan kehidupan manusia yang sudah terlepas dari hawa nafsu, namun masih terikat dengan hal-hal duniawi.

Terakhir, ratusan penari menuju pendapa atas (semacam panggung kecil di tengah pendapa). Gerakan yang ditampilkan juga berbeda, yakni lebih lembut dengan ritme lebih pelan.

Gerakan tersebut menggambarkan tingkatan Arupadhatu, yakni menggambarkan tingkatan atas kehidupan religius dan spiritual tertinggi dan penuh kedamaian.

“Jadi dari sana [luar pendapa] berangkat. Kamadatu, Rupadatu, Arupadatu. Nah itu lah yang menuju jadi lebih ceria [arupadatu], tercerahkan,” imbuh dia.

Baca Juga : Event Wisata & Budaya Solo Digadang-gadang Tarik Minat Banyak Wisatawan

Ketiga tingkatan kehidupan yang tertuang dalam tarian tersebut juga menggambarkan potret sosial saat ini. Banyak aktivitas terjeda karena pandemi.

Saat ini, mulai muncul pelonggaran-pelonggaran aktivitas publik sehingga perlahan manusia beranjak dari ketidakberdayaan menuju kehidupan yang lebih cerah dan kembali bahagia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya