SOLOPOS.COM - angkapan layar Anggota Ombudsman Republik Indonesia Yeka Hendra Fatika (kiri) dalam konferensi pers daring mengenai polemik impor beras, Rabu (24/3/2021). (Antara)

Solopos.com, JAKARTA–Ombudsman menemukan tiga bentuk maladministrasi dalam pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan investigasi atas prakarsa sendiri dugaan maladministrasi terhadap BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) bermula dari munculnya kasus-kasus klaim layanan BPJS Ketenagakerjaan, terkait program Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), dan Jaminan Pensiun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam investigasi tersebut, Ombudsman mendapati masyarakat mengeluhkan kesulitan proses pencairan klaim JHT, JKm, dan JKK. Hal ini menunjukkan masih ada gap antara BPJS Ketenagakerjaan dengna peserta.

“Kami menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan ini terbukti ada maladministrasi berupa pertama, tindakan tidak kompeten, kedua, penyimpangan prosedur, dan ketiga, penundaan berlarut dalam proses pelayanan klaim di BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Hery dalam konferensi pers, Rabu (6/7/2022).

Ekspedisi Mudik 2024

Hery menyebutkan bentuk maladministrasi yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan, antara lain pelaksanaan akuisisi kepesertaan penerima upah (PU) dan bukan penerima upah (BPU) tidak berjalan optimal.

Baca Juga: Bantuan Subsidi Upah! Ini Syarat dan Cara Cek Nama Penerima BSU 2022

Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan tidak optimal dalam mengawal pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

“Dengan jumlah pengawas ketenagakerjaan di lingkup Kemenaker sangat terbatas dan hanya di level provinsi, berdampak lemahnya pengawasan dan penanganan pengaduan masyarakat. Justru, ini mengakibatkan rendahnya kepatuhan perusahaan dalam mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. Problem ini harus diselesaikan dengan perbaikan regulasi terkait. Selain itu, harus ada perbaikan kualitas SDM BPJS Ketenagakerjaan dalam hal rekrutmen peserta dan pelayanan kepesertaan,” imbuh Hery.

Kemudian, bentuk penyimpangan prosedur yang ditemukan Ombudsman RI, di antaranya tidak ada akuntabilitas oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada agen perisai, pencairan klaim secara kolektif melalui HRD perusahaan, perbedaan penetapan usia pensiun antara perusahaan dan BPJS Ketenagakerjaan, belum dilaksanakannya upaya penyelarasan regulasi untuk optimalisasi akuisisi kepesertaan dan pelayanan klaim manfaat.

“Terkait klaim secara kolektif ini dapat menimbulkan celah yang dapat dimanfaatkan oknum. Padahal hubungan kepesertaan adalah antara kedua belah pihak yaitu antara pihak BPJS Ketenagakerjaan dengan peserta, maka proses klaim seharusnya dilakukan oleh kedua belah pihak,” ungkap Hery.

Sementara itu, bentuk maladministrasi penundaan berlarut yang ditemukan Ombudsman RI adalah pelayanan pencairan klaim manfaat JHT dan JKm yang masih terjadi hambatan.

Baca Juga: Aset DJS Capai Rp38,7 Triliun, BPJS Kesehatan Raih Predikat WTM ke-30

Ombudsman RI memberikan sejumlah tindakan korektif yang harus dilaksanakan oleh direktur utama BPJS Ketenagakerjaan sebagai pihak terlapor dalam kurun 30 hari mendatang.

Pertama, agar dirut BPJS Kenetagakerjaan melakukan sosialisasi, koordinasi dengan pihak terkait dalam rangka percepatan akuisisi kepesertaan pada sektor PU, BPU, pegawai pemerintah non-ASN dan termasuk program afirmasi penerima bantuan iuran (PBI), dengan menyusun rencana dan penahapan akuisisi kepesertaan.

Kedua, agar menyiapkan struktur organisasi kerja dan SDM yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas untuk mendukung terselenggaranya program yang diamanatkan oleh regulasi termasuk dalam merespons tuntutan pelayanan kepesertaan dan penjaminan sosial.

Ketiga, agar berkoordinasi dengan pihak pemerintah, pelaku usaha dan pekerja dalam hal penetapan batas usia pensiun agar dibuat regulasi dan ketetapan yang relevan mengenai batas usia penerima manfaat JHT.

Terakhir, Ombudsman juga meminta agar BPJS Kesejahteraan konsisten dalam penggunaan nama BPJS Ketenagakerjaan sesuai undang-undang.

Baca Juga: Ombudsman Jateng Terima Banyak Keluhan Ini Soal PPDB SMA/SMK

Selain itu, Ombudsman juga memberikan tindakan korektif kepada menteri koordinator bidang perekonomian dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) selaku pihak terkait.

Di antaranya, agar menteri koordinator bidang perekonomian membuat perencanaan dan penyiapan peraturan pemerintah terkait program PBI terhadap pekerja yang berstatus penyandang masalah sosial, sesuai amanat pasal 19 ayat 5 huruf d UU 24 Tahun 2011, menyusun perencanaan bagi penyempurnaan regulasi yaitu revisi Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Menteri koordinator bidang perekonomian juga diminta untuk membuat perencanaan bagi penyempurnaan regulasi dan atau mengusulkan kepada DPR RI untuk dilakukan yaitu revisi Pasal 17 UU No. 24/2011 tentang BPJS yang mengatur sanksi administrasi bagi pelaku usaha yang tidak mendaftarkan pekerja ke BPJS ketenagakerjaan, dan revisi Pasal 55 yang menyebutkan bahwa pemberi kerja tidak membayarkan iuran dengan sanksi ancaman pidana denda dan kurungan.

“Seharusnya bagi pelanggaran berupa tidak menjalankan kewajiban mendaftarkan pekerja sebagai peserta BPJS dapat diberikan sanksi yang setara berupa denda dan pidana,” tegas Hery.

Kepada Ketua DJSN, Ombudsman meminta agar bersama Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan membuat kajian dan saran kepada direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk efektivitas pengawasan dalam hal kepatuhan pembayaran oleh pihak perusaha.

Baca Juga: Pegawai Tirtonadi Solo Tertangkap Lakukan Pungli, Ini Kata Ombudsman RI



Kemudian, bersama Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, menyusun saran dan arah kebijakan kepada BPJS Ketenagakerjaan dalam hal pelayanan pencairan klaim manfaat oleh BPJS Ketenagakerjaan, agar proses dan prosedur pemberian jaminan sosial dilakukan secara cepat dan akuntabel.

Adapun, dalam investigasi Ombudsman ini, pengumpulan data dan informasi dilakukan pada Oktober-November 2021.

Bentuk pemeriksaan dilakukan dengan cara pemeriksaan dokumen, permintaan keterangan, dan pemeriksaan lapangan.

Investigasi dilakukan di 12 wilayah di Indonesia, yakni DKI Jakarata, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan dengan objek penelitian 11 kantor wilayah BPJS Ketenagakerjaan, 12 kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan, HRD perusahaan, serikat pekerja atau peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Berita telah tayang di Bisnis.com berjudul Ombudsman RI: BPJS Ketenagakerjaan Lakukan Maladministrasi

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya