SOLOPOS.COM - Suwarti, pensiunan guru agama di SDN 2 Jetis, Sambirejo, Sragen, menunjukkan bukti berkas ijazah S1 dan Akta IV serta sertifikat pendidik di kediamannya Sambirejo, Sragen, Sabtu (4/6/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Kasus yang menimpa Suwarti, pensiunan guru Agama asal Sragen yang tidak mendapatkan gaji pensiun namun justru diminta mengembalikan gaji selama dua tahun senilai Rp160 juta, mendapat perhatian Ombudsman Perwakilan Jateng. Mereka berharap kasus tersebut bisa diselesaikan di tingkat kabupaten.

Namun jika tak bisa, Ombudsman siap membawa kasus itu ke tingkat Provinsi Jateng.  “Sebisa mungkin masalah itu bisa diselesaikan di tingkat kabupaten. Kalau tidak bisa maka bisa kami bawa ke tingkat jateng. Saya juga akan berkomunikasi dengan Kanwil Kemenag jateng,” ujar Kepala Ombudsman Jateng, Siti Farida, kepada Solopos.com, Senin (6/6/2022)..

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Siti Farida juga mengaku sudah berkomunikasi dengan Sekda Sragen, Tatag Prabwanto. Menurutnya, Sekda dan Dinas Pendidikan sudah berkomitmen untuk menyelesaikan masalah itu. Selain itu, Ombudsman juga telah berkomunikasi dengan Kantor Kementerian Agama Sragen.

Ia mendorong Suwarti, pensiunan guru SDN 2 Jetis, Sambirejo, Sragen, untuk melapor ke Ombudsman. Siti Frida akan mendukung wanita 61 tahun itu untuk mendapatkan win-win solution atas persoalan yang membelitnya.

Baca Juga: Pensiunan Guru Diminta Kembalikan Rp160 Juta, DPRD Sragen Siap Gugat

“Korban juga bisa melaporkan ke Ombudsman RI Perwakilan Jateng. Laporan ke kami tidak dipungut biaya dan bisa disampaikan secara online. Kami pastikan setiap aduan yang masuk ke Ombudsman akan ditidaklanjuti,” jelasnya.

Seperti diberitakan Suwarti, 61, yang seorang pensiunan guru agama di SDN 2 Jetis, Sambirejo, Sragen itu tida mendapat gaji pensiun. Ia justru diminta untuk mengembalikan gaji yang sudah ia terima selama dua tahun. Nominalnya mencapai Rp160 juta.

Pasalnya masa kerja Suwarti dianggap 2 tahun melebihi ketentuan yang berlaku oleh pemerintah. Ini lantaran ia dianggap statusnya tenaga kependidikan, bukan guru yang bisa pensiun sampai umur 60 tahun. Padahal ia sudah Suwarti sudah mengajar lebih dari 35 tahun.

Ditemui Sabtu (4/6/2022), wanita yang tinggal di RT 016, Dukuh Blimbing, Desa Blimbing, Kecamatan Sambirejo ini mengaku mulai pensiun pada 1 Juli 2021 lalu. Namun, hingga kini ia belum mendapat surat keputusan (SK) pensiun.

Baa Juga: 35 Tahun Mengajar, Pensiunan Guru di Sragen Diminta Kembalikan Gaji

Sebelum pensiun, Suwarti mengabdi sebagai guru agama mulai dari wiyata bhakti (WB) sampai diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) selama 35 tahun lebih empat bulan.

Suwarti menjadi guru WB selama 28 tahun lebih tujuh bulan. Selama puluhan tahun mengabdi menjadi guru itu, Suwarti sudah pindah mengajar dari SD satu ke SD lainnya karena ada guru baru yang datang. Semula Suwarti mengajar di SDN 3 Blimbing kemudian geser ke SDN 2 Blimbing. Lalu bergeser lagi ke SDN 1 Sambi.

Pada 2014, Suwarti diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan diangkat menjadi PNS pada 2016 dengan penempatan di SDN 2 Jetis, Sambirejo, sampai pensiun.

“Saya mengajar agama di SDN 2 Jetis itu sampai usia 60 tahun, tepatnya 1 Juli 2021 lalu. Setelah itu saya tidak mengajar lagi. Pengajuan pensiun saya lakukan setahun sebelumnya, yakni 2020. Berkas pengajuan pensiun saya ajukan ke BKD [Badan Kepegawaian Daerah sekarang Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia atau BKPSDM] dan dilanjutkan ke BKN [Badan Kepegawaian Negara],” kata dia.

Baca Juga: Persoalan Pensiunan Guru di Sragen, Ombudsman Jateng: Win-win Solution

Tetapi, oleh BKN berkas Suwarti dikembalikan karena dinilai hanya lulusan PGA [Pendidikan Guru Agama]. PGA dianggap setara SMA dan bukan seorang guru, tetapi tenaga kependidikan.

Dengan status sebagai tenaga kependidikan itu, ujar dia, maka masa kerjanya hanya 58 tahun. Artinya ada kelebihan masa kerja Suwarti dua tahun. Dia mengungkapkan pada saat usianya 58 tahun itu masa kerjanya terhitung lima tahun kurang tiga bulan. Untuk mendapatkan hak gaji pensiun minimal harus memiliki masa kerja lima tahun.

“Padahal sejak saya jadi WB itu status saya guru, bukan tenaga kependidikan, sehingga saya mengajar sampai usia 60 tahun. Kalau dihitung sampai usia 60 tahun maka masa kerja saya sebagai PNS hampir tujuh tahun,” jelas Suwarti.

Punya Ijazah S1

Suwarti menunjukkan memiliki bukti ijazah S1 lengkap dengan ijazah Akta IV. Dia menjelaskan saat diangkat menjadi CPNS pada 1 September 2014 ijazah itu belum turun, tetapi Suwarti sudah lulus. Ijazah S1 dan Akta IV itu turun pada 22 Desember 2014.

Ketika ijazah turun, ujar dia, maka disusulkan untuk melengkapi administrasi pemberkasan CPNS. Bahkan saat proses diangkat menjadi PNS, kata dia, ijazah S1 dan Akta IV itu pun disertakan lagi. Tetapi oleh pihak BKPSDM tetap tidak bisa dimasukkan dalam berkas PNS.

Baca Juga: Tenaga Honorer Dihapus, Guru Honorer di Tarakan Senang

“Saya diminta mencari keterangan jarak tempuh ke lokasi kampus tidak boleh lebih dari 30 km. Saya mendapatkan keterangan kalau jarak tempuh ke kampus hanya 20 km. Karena lokasi kampus di wilayah Jawa Timur dan lintas provinsi maka tidak bisa lagi. Saya justru disuruh kuliah lagi. Saya mendapatkan ijazah S1 dan Akta IV itu dengan kuliah selama delapan semester atau empat tahun,” jelas Suwarti yang lulus PGA Solo pada Juli 1981 itu.

Ia menuntut hak gaji pensiunnya supaya diberikan dan tidak mengembalikan dua tahun gaji yang diminta pemerintah. Dia sudah mencari keadilan sampai ke BKN Yogyakarta, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen, hingga akhirnya mengadu ke DPRD Sragen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya