SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Adib Muttaqin Asfar/JIBI/Solopos)

Ojek online menjadi fenomena baru di Indonesia. Namun, Dishubkominfo Solo buru-buru menolaknya. Ada apa?

Solopos.com, SOLO — Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Solo berkeras mempertahankan sikapnya menolak keberadaan ojek berbasis aplikasi online. Dishubkominfo menggandeng kepolisian setempat untuk menindak para pelanggar UU No 22/2009 tentang transportasi publik.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Sebagai informasi, penyedia jasa ojek berbasis aplikasi online berlabel Get-Jek akan mulai diluncurkan di Solo, Minggu (27/9/2015) mendatang. Tak hanya ojek online, penyedia jasa yang berbasis di Gurawan, Pasar Kliwon tersebut juga melayani pengiriman barang, makanan, pendampingan pengurusan surat-menyurat, hingga penyediaan sarana promosi.

Kepala Dishubkominfo Solo, Yosca Herman Soedrajat, menjelaskan keberadaan ojek sebagai transportasi orang dan barang jelas tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 22/2009. Sebagai bentuk komitmennya menegakkan aturan, Dishubkominfo Solo telah menggandeng pihak Polresta Solo untuk menegakkan aturan.

“Saya telah berkomunikasi dengan Kapolres Solo. Mereka nanti yang akan menindak ojek online di Solo,” katanya ketika berbincang dengan wartawan di UNS Solo, Kamis (17/9/2014) lalu.

Herman, sapaan akrabnya, mengutarakan pihaknya telah memperingatkan sejumlah pengusaha ojek berbasis aplikasi online yang akan beroperasi di Solo.

“Saat mereka mau masuk Solo sudah kami beri tahu. Pengusaha wajib mempelajari regulasi. Yang namanya roda dua itu bukan alat produksi, bukan alat angkutan orang, bukan alat angkutan barang. Sifatnya transportasi pribadi,” terangnya.

Menurut Herman, kenekadan sejumlah pengusaha untuk meluncurkan usaha jasanya di Solo berarti mengabaikan usulan yang sempat ia sampaikan beberapa waktu yang lalu. “Kenapa harus di-launching di Solo? Berarti pengusaha tersebut sengaja merusak masterplan sistem transportasi yang sudah kami rintis sejak beberapa tahun lalu,” ujarnya.

Herman mengemukakan dalih kepraktisan dan membuka kesempatan kerja tidak bisa dijadikan alasan pengusaha ojek online untuk beroperasi di Solo. Menurutnya, transporasi publik yang ada di Kota Bengawan tidak bisa dibandingkan dengan ojek online.

“Enak endi? Cepet endi? Antara transportasi umum dengan ojek. Ya kami kalah semua kalau alasannya seperti itu. Dia kendaraan roda dua. Tapi dalam aturannya jelas tidak boleh. Kami jangan ditabrakkan dengan hal-hal seperti itu. Apalagi dengan mengurangi pengangguran. Hal-hal begini yang meracuni. Tapi yang perlu diingat, roda dua itu tingkat keselamatannya rendah,” paparnya.

Penolakan secara terbuka yang dilakukan pemerintah bersama Organda Solo dan beberapa pakar transportasi di Solo beberapa waktu yang lalu, menurut Herman, justru menjadikan Kota Solo sebagai proyek uji coba sejumlah pengusaha ojek online.

“Penolakan kami waktu itu malah jadi tantangan uji coba buat pengusaha untuk menjajal kota ini. Karena satu-satunya di Indonesia yang pemerintahnya menolak hanya di sini. Mereka yang akan membuka di kota lain, menggeser kota ini,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya