SOLOPOS.COM - Pengunjung mengamati sekeliling mulut Gua Naga di Dusun Nogosari, Selopamioro, Imogiri, Jumat (25/1/2013). Di belakangnya, tampak gebyog dari kayu jati yang konon merupakan peninggalan salah satu Walisanga. (JIBI/Harian Jogja/Dinda Leo Listy)

Pengunjung mengamati sekeliling mulut Gua Naga di Dusun Nogosari, Selopamioro, Imogiri, Jumat (25/1/2013). Di belakangnya, tampak gebyog dari kayu jati yang konon merupakan peninggalan salah satu Walisanga. (JIBI/Harian Jogja/Dinda Leo Listy)

BANTUL— Asalkan dikelola secara optimal, objek wisata alam berupa gua di Kabupaten Bantul sejatinya tidak kalah menarik jika dibandingkan dengan yang ada di Gunungkidul.

Promosi 204,8 Juta Suara Diperebutkan, Jawa adalah Kunci

Sayang, hingga kini Pemkab Bantul tampak masih terfokus pada pengembangan obyek wisata pantai.

Dari sejumlah objek wisata gua yang ada di Bantul, Gua Selarong di Dusun Kembangputihan, Guwosari, Pajangan yang paling akrab di telinga wisatawan.

Sedangkan Gua Cerme di Dusun Srunggo, Selopamioro, Imogiri hanya tampak ramai saat digelar upacara adat tahunan, Jodhangan.

Selain Selarong dan Cerme, Bantul masih memiliki beberapa gua alam maupun gua buatan peninggalan sejarah yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri.

Gua alam yang belum terjamah wisatawan meliputi Gua Naga di Nogosari, Selopamioro, Imogiri dan Gua Gajah di Mangunan, Dlingo.

“Sebenarnya warga berharap agar Pemkab Bantul menggarap Gua Naga menjadi objek wisata,” terang Kepala Dukuh Nogosari, Nardi Harjowinoto, Jumat (25/1/2013).

Selama ini, gua tempat sesirih (laku prihatin) Hamengku Buwono IX tersebut hanya dikenal para penggemar siarah tempat keramat.

Selain mempesona karena stalaktit dan stalagmit di sepanjang lorongnya (sekitar 75 meter), Nardi menambahkan, mulut Gua Naga juga menyimpan warisan budaya berupagebyog (dinding sekaligus pintu dari kayu jati tebal).

Konon, gebyog itu merupakan peninggalan salah satu Walisanga.  Adapun gua peninggalan sejarah di Bantul meliputi Gua Jepang di Desa Seloharjo, Pundong dan Gua Siluman di Desa Wonocatur, Banguntapan.

Gua Jepang adalah bekas tempat pengintaian dan basis pertahanan (bunker) peninggalan serdadu Jepang.

Kompleks Gua Jepang terdiri dari satu ruang bunker dan 14 gua pengintaian. Dari sana, pengunjung dapat menikmati pemandangan laut Selatan dari ketinggian.

“Jarang ada wisatawan yang datang. Mungkin karena kurang publikasinya,” kata Andi, 25, warga Desa Seloharjo.

Sementara gua-gua lain jarang terjamah wisatawan, Gua Siluman yang merupakan peninggalan Hamengku Buwono II justru lebih mengenaskan.

Pasalnya, gua yang merupakan bekas pemandian ratu dan selir raja itu justru menjadi saluran pembuangan limbah rumah tangga dan pabrik tahu.

Terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bantul, Bambang Legowo, mengatakan upaya mendongkrak objek wisata gua masih kerap terkendala sulitnya medan perbukitan.

Hingga kini, pantai masih menjadi andalan sebagai penyumbang kas daerah terbesar.

“Baru dua gua yang berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Yaitu Gua Selarong dan Gua Cerme,” jelas Bambang, kemarin.

Pada 2012 lalu, dua gua tersebut menempati urutan kelima dan keenam dari delapan objek wisata yang dipungut retribusi.

Selain menggalakkan promosi melalui media massa, Bambang menambahkan, pihaknya telah menggandeng 16 universitas di DIY dan sekitarnya.

“Naiknya target PAD dari sektor pariwisata menjadi sekitar Rp8,5 miliar mengharuskan kami mengoptimalkan seluruh obyek wisata yang ada,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya