SOLOPOS.COM - Sri Paduka Pakualam IX duduk di singgasana. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Obituari Pakualam IX yang belum banyak diketahui masyarakat di antaranya kegemaran berkendara

Harianjogja.com, JOGJAKanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Pakualam IX adalah Raja sederhana.  Hampir seluruh kerabat dan kenalannya mengenal Paku Alam sebagai pribadi yang sederhana.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

Ia juga menjauhkan diri dari popularitas dan lebih sering menjawab pertanyaan wartawan dengan senyum dan mengatupkan tangan di dada.

Terlahir sebagai Bendoro Raden Mas Haryo (BRMH) Ambarkusumo pada 7 Mei 1938, Pakualam IX merupakan putra tertua dari pasangan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A) Pakualam VIII dan ibunya K.R.Ay. Purnamaningrum.

Pakualam IX juga mewarisi sikap para leluhur Mataram seperti Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Mangkubumi, dan Pangeran Sambernyawa yang dikenal suka blusukan.

Berjalan sendirian untuk bertemu dengan rakyat. Ditopang dengan kegemarannya mengendarai motor dan mobil Pakualam sering bepergian ke berbagai pelosok tanpa ada pengawalan.

Saat sudah menjabat sebagai Wakil Gubernur dengan mengendari Suzuki karimun generasi pertama dengan plat AB 1132 DA Pakualam pernah berkendara hingga Wonogiri sendiri.

“Beliau lebih suka pergi tanpa supir meski untuk berdinas, malah terkadang supirnya hanya diminta menemani saja,” kata R Jati Nurcahyo, kerabat Pakualam IX.

Selain mobil mini tersebut, Paku Alam IX juga memiliki kendaraan jeep dan motor trail. Bahkan, Kanjeng Pangeran Haryo Tjondrokusumo menyatakan bahwa motor trail itu terpaksa dirusak oleh anaknya-anaknya untuk menghentikan hobinya yang cenderung ekstrem itu. Pakualam IX tidak membatasi hobinya pada jenis motor tertentu.

“Semua jenis motor baik antik maupun modern dia suka,” kata Kanjeng Pangeran Haryo Tjondrokusumo.

Hampir seluruh kerabat dan kenalannya mengenal Paku Alam sebagai pribadi yang sederhana. Ia juga menjauhkan diri dari popularitas dan lebih sering menjawab pertanyaan wartawan dengan senyum dan mengatupkan tangan di dada.

Seperti ayahnya, Pakualam VIII  yang sangat menghormati Sri Sultan HB IX, Pakualam IX juga sangat segan kepada HB X. Ketika ada acara kraton, Pakualam IX selalu hadir dan memberi hormat khas dengan mengangkat kedua tangannya di samping telinga ketika bertemu Raja Kasultanan.

Di banyak kesempatan Pakualam IX juga memilih untuk mengatakan “nderek ngarsa dalem” ketika ditanya tentang berbagai  masalah. Hal itu menunjukkan sikap hormatnya.

Dan kini, salah satu dari empat raja jawa itu telah mangkat. Setelah mengarungi tujuh samudera dan menapak lima  benua, Pakualam IX mengakhiri perjalanannnya di Astana Astana Girigondo. Tetapi layaknya Gangsir, meski sekarang benar-benar tidak tampak lagi, tetapi suara dan karyanya masih akan terdengar. Selamat jalan raja sederhana…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya