SOLOPOS.COM - Adinda Dwi S.P. (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Tren body positivity dibicarakan lagi di media sosial. Tren body positivity muncul pada 1960-an. Tren ini menantang stigma tentang standar kecantikan. Body positivity juga bertujuan menanamkan keyakinan bahwa semua tipe tubuh individu itu mengagumkan dan menarik.

Tren ini dikenalkan oleh negara-negara Barat yang menggunakan model-model plus size untuk brand busana, kosmetik, dan lainnya. Banyak orang salah mengartikan tren body positivity. Banyak penyimpangan dari makna yang seharusnya. Salah satunya mewajarkan obesitas.

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Penumpukan lemak yang tidak normal atau berlebihan yang berisiko kesehatan disebut overweight atau obesitas. Catatan berat massa indeks (BMI) skor hitung lebih dari 25 dianggap kelebihan berat badan dan skor hitung lebih dari 30 dianggap besar.

Menurut Global Burden of Disesase, masalah ini telah berkembang menjadi epidemi. Lebih dari empat juta orang meninggal setiap tahun akibat obesitas pada 2017. Pada 2010 hingga 2018, prevalensi obesitas di Indonesia terus meningkat. Pada 2010 sebanyak 11,7% orang dewasa usia 18 tahun ke atas kelebihan berat badan.

Jumlah mereka mencapai 15,4% pada 2013 dan mencapai 21,8% pada 2018. Menurut prediksi Kongres Obesitas 2018 di Wina, Austria, sebanyak 22% populasi dunia akan mengalami obesitas pada tahun 2045. Penumpukan lemak pada tubuh akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan pengeluarannya merupakan ciri khas kondisi medis obesitas,

Obesitas disebabkan kombinasi kompleks faktor biologis, psikologis, sosial, dan lingkungan. Orang yang mengalami obesitas mengalami berbagai efek. Orang gemuk lebih mungkin memiliki risiko penyakit kronis karena dampak fisiknya.

Dampak psikologis menimbulkan perasaan negatif seperti kecemasan, rasa malu, dan citra diri yang buruk, sedangkan dampak sosial rentan terhadap stigma sosial. Pengalaman orang dengan kondisi obesitas  meliputi pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.

Dalam kebanyakan kasus, ketidakseimbangan antara asupan makanan dan kurangnya aktivitas fisik adalah penyebab utama obesitas. Tidak ada yang salah dengan bentuk tubuh. Semua manusia memiliki bentuk dan rupa yang sempurna dibandingkan makhluk lainnya.

Masalah dari obesitas ini adalah dampak yang berujung pada kematian. Situs Kementerian Kesehatan menginformasikan obesitas berpengaruh terhadap kesehatan. Obesitas berisiko dua kali pada penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, dan hipertensi (tekanan darah tinggi).  Obesitas meningkatkan risiko kanker.

Pada lelaki lebih mungkin mengalami kanker usus besar dan prostat, sedangkan pada perempuan lebih mungkin mengalami kanker payudara dan serviks. Obesitas membuat sulit bernapas saat tidur. Obesitas menyebabkan penurunan tingkat kesuburan reproduksi.

Manfaat

Manfaat utama body positivity adalah membantah norma kecantikan yang tidak masuk akal dan mengundang semua orang untuk menghargai diri mereka sendiri, terlepas dari warna kulit dan rambut, serta ukuran dan bentuk tubuh.

Body positivity mengajak setiap orang yakin pada kondisi tubuhnya, terlepas dari penampilan dan standar penampilan di mata publik. Tren ini bukan  menganjurkan tidak peduli dengan tubuh, seperti tidak merawat diri dengan cara apa pun, apalagi tak acuh terhadap kondisi tubuh mereka sendiri.

Body positivity melatih seseorang mengenali perubahan tubuh yang terjadi seiring bertambahnya usia atau karena keadaan tertentu, seperti kehamilan, menyusui, atau penyakit tertentu. Tren ini mengajak semua orang tidak menghakimi orang lain berdasarkan orientasi, ras, dan penampilan mereka.

Dengan demikian individu tidak terpaku pada perilaku  tampil sempurna menurut orang lain. Kepercayaan diri lebih meningkat, memiliki pilihan untuk menghargai diri sendiri, menegah body shaming. Jelas, body positivity berkebalikan dengan obesitas.

Body positivity berfokus pada penerimaan atas diri sendiri tanpa mengesampingkan usaha untuk tampil ideal. Obesitas merupakan kondisi tubuh yang kurang ideal dan dapat berdampak pada kesehatan dan keberlangsungan hidup.

Oleh sebab itu, pengidap obesitas sebaiknya menerima kondisi diri dengan teap mempertimbangkan risiko dari kondisi itu. Hasilnya adalah usaha memperbaiki kondisi tubuh agar terbebas dari obesitas. Pengidap obesitas sebaiknya diberi motivasi untuk memiliki berat badan ideal sesuai standar, bukan menjadikan body positivity mendukung obesitas.

Obesitas berisiko kesehatan. Alih-alih mendukung dengan cara yang salah, kita bisa mengingatkan. Tidak dengan cara mendiskriminasi bahkan sampai mengarah pada body shaming, namun dengan saran-saran yang mudah diikuti.

Saran itu bisa berupa perubahan pola hidup, pola makan, dan anjuran mendatangi fasilitas kesehatan yang tepat. Diperlukan usaha meluruskan persepsi mengenai body positivity yang sudah telanjur menyimpang ini. Body positivity adalah tren yang berkembang dan menyebar melalui media sosial.

Oleh sebab itu, tren terbaru yang perlu dimunculkan sebaiknya memotivasi pengidap obesitas agar giat berolahraga agar memiliki badan yang ideal, berat badan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Peran para influencer atau public figure sangat penting. Mereka bisa mengajak banyak orang mengikuti tren ini. Harapannya para pengidap obesitas maupun yang berisiko obesitas bisa konsisten mengikuti tren dengan apresiasi pada tiap pencapaian.

Tren ini bisa diikuti dalam lingkup kelompok atau komunitas sehingga anggota yang berpartisipasi bisa saling mengapreasiasi pencapaian tiap individu dan mendukung tiap tahapan yang dilakukan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 27 Desember 2022. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya