SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Obat herbal sudah sangat dikenal lama di beberapa negara seperti China, semenanjung Arab dan Indonesia. Obat-obatan tersebut mendapat kepercayaan masyarakat turun-temurun. Buktinya, obat herbal berupa jamu berlimpah di negeri kaya sumber daya alam ini. Masyarakat Indonesia sangat dekat dengan obat yang berbahan tumbuhan. Kini, pemerintah menggunakan obat herbal dalam penanganan pasien.

Menurut dokter umum Puskesmas Pembantu I Colomadu, dr Siti Mahfudah, pengertian obat herbal yang dikembangkan pemerintah saat ini mengarah pada produk jamu asli Indonesia yang berasal dari tanaman. Yang dimanfaatkan dari tanaman berkhasiat itu mulai akar, batang, kulit batang, daun, buah hingga biji buah. Tawangmangu, Karanganyar adalah salah satu tempat di Soloraya yang menjadi sentral obat herbal.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Sumber daya alam melimpah, tinggal pengolahannya yang perlu ditingkatkan. Semoga bisa jadi salah satu sentral obat herbal tingkat nasional,” tutur Siti saat ditemui Espos di Puskesmas Pembantu I Colomadu, Karanganyar, Selasa (13/3).

Siti menjelaskan, pada 2010 lalu, Kementerian Kesehatan melakukan penelitian saintifikasi jamu. Gayung bersambut, ia dan petugas medis lainnya mengikuti pelatihan soal obat herbal tersebut.

Tujuan pelatihan tersebut, tuturnya, memberikan wawasan tentang jamu yang kualitas dan khasiatnya sangat bagus untuk kesehatan. Kualitas jamu tidak kalah dengan obat-obat herbal dari luar negeri seperti China maupun Arab. “Kami dikenalkan bahwa metode ketimuran juga tak kalah dengan metode Barat, jamu harus jadi tuan di negeri sendiri,” ujar dia.

Selain kemampuan dalam memahami obat herbal, juga dilakukan sejumlah penelitian terhadap pasien yang berkunjung ke tempatnya.

Saat itu ada empat formula obat herbal yang diteliti yaitu formula untuk pengobatan gula, hipertensi, asam urat dan kolesterol. Empat formula tersebut diberikan kepada pasien yang bersedia menggunakan obat tersebut. Satu paket formula terdiri dari tujuh pak untuk tujuh hari. Selama empat pekan, banyak pasien yang mengaku kondisinya lebih baik, badan menjadi bugar.

“Tidak ada yang mengeluh efek samping, malah mereka merasa lebih enak di badan, tidur lebih nyenyak dan buang air lancar,” tutur Siti.

Khasiat obat herbal atau jamu tersebut memang tidak secepat obat kimia karena proses penyembuhan berlangsung secara perlahan dan teratur. Penurunan kadar gula dalam darah juga turun secara pelan, dengan efek berupa badan lebih bugar dan merasa lebih sehat dibanding sebelumnya.

Salah satu perbedaan obat herbal dengan obat kimia adalah kandungan zat di dalam obat tersebut. Jika dalam obat kimia hanya ada zat tertentu yang bekerja to the poin, pada obat herbal terdapat banyak zat yang juga memengaruhi kondisi tubuh lainnya. “Ada contoh pasien terkena gula darah, kolesterol dan hipertensi. Saya berikan formula untuk antikolesterol. Setelah empat pekan, rupanya tidak hanya kolesterol yang turun tapi juga tekanan darah dan kadar gula ikut turun,” tutunya.

Meski telah diakui berkhasiat, obat herbal belum bisa digunakan untuk program Jamkesmas. Sehingga, ia belum bisa memberikan resep obat herbal untuk pasien Jamkesmas secara cuma-cuma. “Biaya satu paket Rp20.000. Jika pasien Jamkesmas membayar, saya yang salah. Jika tidak membayar, juga tidak tepat karena tidak terkaver. Saya harap segera ada regulasi yang mengatur tentang obat herbal agar dapat dikover Jamkesmas,” katanya.

Meski demikian, masyarakat yang menginginkan empat jenis formula tersebut dapat memesan ke puskesmas dengan biaya Rp20.000 per paket.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya