SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Om ano bhadrah kratatawo yantu wiswatah

Om swasty astu

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Semoga semuanya memperoleh kebahagiaan. Semoga semuanya memperoleh  kedamaian. Semoga   semuanya memperoleh  kebajikan,  saling  pengertian. Dan semoga semuanya    terbebas   dari   penderitaan   lahir   dan  batin ( Rg. Veda X. 53. 8 ).

Dalam Weda Smrti. V.109 menyatakan, adbhirgatrani cubhayanti, manah satyena cudhayanti, widyotapa bhayam bhutatma, bhudhir jnanena cuddhyanti. Maksudnya, tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan dengan kebenaran dan kejujuran, jiwa  disucikan dengan pelajaran tanpa brata dan kecerdasan  dibersihkan  dengan kebijaksanaan.

Ekspedisi Mudik 2024

Kesucian  adalah faktor utama dalam berbagai kehidupan  menuju  kebahagiaan hidup. Hidup akan bermakna jika  kita memberikan makna tentang kedirian batin.

Hakikat Sundharam  adalah keharmonisan hidup yang mencakup tiga substansi yakni, keharmonisan manusia dengan Sang Pencipta, keharmonisan manusia dengan manusia, dan keharmonisan manusia dengan alam semesta beserta manifestasinya. Ketiga substansi keharmonisan dituangkan dalam Tri Hita Karana yaitu tiga penyebab kebahagiaan manusia dan alam semesta beserta isinya.

Dalam pelaksanaan Nyepi Caka 1931 yang didahului dengan Hari Raya Galungan pada 18 Maret 2009 dan Hari Raya Nyepi pada 26 Maret 2009 serta Hari Raya Kuningan pada 28 Maret 2009, kita tingkatkan kualitas  dharma  guna memahayu hayuning  bhawono  dengan nilai religius.

Manifestasi  kebudayaan Hindu tercermin dalam setiap prilaku kehidupan,  tidak terlepas dari ritual agama dan budaya menunjukkan sebuah dialektika. Keduanya telah terwujud  menjadi  kesatuan realitas sebagai bentuk penghayatan atas ajaran agama Hindu yang mengendap dalam praktik tradisi kebudayaan  hidup dalam masyarakat.

Tradisi merupakan akulturasi mengendap dalam masyarakat sebagai praktik hidup sehari-hari dipahami sebagai sebuah perwujudan atas bentuk penghayatan atas kehidupan di alam semesta. Manifestasi nilai kebudayaan yang mengendap di dalam masyarakat menjadi suatu ajaran kefilsafatan yang mendalam, keseluruhan manifestasi kebudayaan dimunculkan dari sebuah dialektika historis antara  filsafat, agama, dan budaya.

Hampir keseluruhan praktik kebudayaan adalah infiltrasi ajaran agama. Hindu  mempunyai tradisi kefilsafatan unik dan terus mentradisi sebagai  nilai  kehidupan yang adi luhung.  Hindu dalam praktik kehidupan   berupaya mensinergikan tradisi kefilsafatan, budaya dan sekaligus agama dalam bentuk religius sehingga antara tattwa/ filsafat, etika dan ritualitas menjadi satu kesatuan pelaksanaan ajaran agama dalam keseharian.

Dharsana ( filsafat ) dalam kehidupan Hindu “melihat kebenaran” dan menggunakannya  untuk problem sehari-hari. Para  Maha Rsi ( orang suci ) tujuan mempelajari filsafat bukan sekadar memperoleh pengetahuan belaka, melainkan guna mengungkapkan  jenis kehidupan yang tertinggi serta  menghayatinya, yakni kehidupan  membawa berkat atau realisasi jiwa.

Identik dengan pernyataan Plato orang memahami filsafat bukan untuk kepuasan rasio belaka, melainkan untuk mencari keselarasan hidup, guna  mencari  sang jiwa yang sejati.

Ajaran ini dalam Hindu terealisir dalam bentuk ritualitas, salah satunya dalam perayaan Nyepi Caka 1931,  yang menekankan penegakan dharma guna menjaga keselarasan hidup, dengan mensinergikan perkataan, pikiran dan  perbuatan  sebagai realitas agama menuntun orang kejalan bijaksana.

Tidak sebaliknya mengatasnakan agama untuk  berbuat kesewenang-wenangan seperti  melanggar hak asasi  orang lain, mencela ajaran orang lain, munculnya rasa kesukuan, fanatisme yang berlebihan dilandasi dengan egosentris, idealisme, materialisme dan tidak kalah pentingnya menganggap dan mengukur orang lain dengan dirinya sendiri, ini  suatu  perbuatan  memaksakan kehendak. Ini jelas melanggar norma-norma humanisme.

Melalui perayaan Nyepi Caka 1931  hendaknya kita melakukan introspeksi untuk merekonstruksi diri dalam pengamalan dan pemahaman ajaran agama. Semangat Nyepi hendaknya dapat kita implementasikan dalam kehidupan nyata.  Secara intrinsik pelaksanaan  Nyepi  “Anyekung Jnana Sudha Nirmala”, ( mulat sarira ) mengekang hawa nafsu  guna mencapai pencerahan dan kebijaksanaan spiritual. Seorang  mendapat pencerahan sesuai dengan tingkat kesucian, pemahaman dan penghayatan religiusitasnya.

Dengan catur brata, Nyepi hendaknya  diimplementasikan dalam kehidupan  nyata, yang dilandasi dengan ajaran Tri Kaya Parisudha, secara sistemik keselarasan  Manahcika, Kayika dan Wacika  ( pikiran, perbuatan dan perkataan ), perkataan  yang baik , benar dan jujur  mengutamakan kebenaran dan perbuatan yang baik dapat dipertanggungjawabkan secara agama.

Nyepi merupakan kesadaran batin  penuh dengan keutamaan rohani,  memulyakan hidup yang lebih baik dan harmonis.  Secara esensi  Nyepi  adalah menghentikan berbagai tindakan dan perbuatan keduniawian dalam keseharian yang terakumulasi dalam setahun, guna dievaluasi secara total setiap tahun baik atau buruk ( subhaasubakarma) tergantung   swadharmaning  masing-masing.

Nyepi/ sipeng secara teologis menyadarkan kita supaya eling lan waspodo ingat tentang kedirian kita. Bahwa hidup ini mempunyai tanggung jawab besar  terhadap kehadiran kita di alam semesta, yang harus kita pertanggung jawabkan serta diharmoniskan melalui religius Nyepi, yang diawali dengan Melasti/ labuhan, membuang “Malaningsarira”, (kekotoran  badan) baik berupa  kekotoran pikiran, perkataan dan   perbuatan selama kehidupan, kita buang “ring telenging segara dan angamet amerte ring telenging segara”.

Umat Hindu tidak boleh lupa bahwa dalam Bhagawad Gita dengan tegas dinyatakan “Kutum Bhaka Wasudewa”. Pada  hakikatnya kita adalah  bersaudara seiring dengan ajaran  “Tat Twam Asi”, bahwa orang lain adalah bagian dari diri kita dan diri kita adalah bagian dari orang lain, menghormati orang lain  sebenarnya menghormati diri kita sendiri.

“ Ahimsa satyam akrodhas, tyagah santir apaisunam daya bhuteshva  loluptvam,  mardavam hrir achapalam” ( Bhagawad Gita XVI. 2 )

Tanpa kekerasan, benar tanpa kemarahan

Tanpa egoisme, tenang, tanpa mencari-cari kesalahan

Kasih  sayang  kepada  semua  makhluk,  tiada  loba  dan  serakah

Lemah lembut, sopan  santun   pribadinya dan  dalam keseimbangan  jiwa.



Om Santi-Santi-Santi Om.
                       
   
   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya