SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Foto: downloadnovelbaru.com)

Ilustrasi (Foto: downloadnovelbaru.com)

JAKARTA – Beberapa dekade terakhir banyak muncul karya sastra berupa prosa novel-novel bertema silat dan sejarah Nusantara. Cerita itu umumnya ditulis oleh pengarang-pengarang baru yang selama ini belum dikenal publik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebuah perkembangan positif yang menunjukkan sejarah Indonesia masih menjadi sumber rujukan dalam penulisan prosa. Penulis-penulis itu banyak menggunakan latar belakang sejarah kerajaan Mataram, Majapahit, Sriwijaya dan Padjajaran.

Para penulis itu berusaha menghidupkan tokoh utama bahkan tokoh-tokoh baru yang mereka ciptakan untuk memperkuat daya pukau karya-karyanya. Bahkan tak jarang mereka berani memasuki hal-hal yang belum terungkap secara gamblang dalam penulisan sejarah Nusantara seperti perang Bubat atau kontroversi tentang asal usul dan akhir hidup Gajah Mada.

Pengarang sastra Arswendo Atmowiloto mengatakan penulisan karya sastra itu sah-sah saja menggunakan imaginasi seluas-luasnya. Mereka harus menggunakan ruang pemikiran agar menghasilkan karya yang tak biasa.

“Kita mau mengadili sejarah, dilakukan oleh sastrawan penulis cerita silat,” kata Arswendo di Jakarta, Sabtu (6/10/2012).

Menurutnya, nenek moyang bangsa ini sudah membuat runtutan sejarah yang bagus. Mereka bisa dijadikan acuan sumber kebenaran bagi generasi berikutnya. Para penulis, pasti mempunyai banyak referensi dalam membuat sebuah karya sastra.

Para penulis ini, lanjutnya, akan dikumpulkan bersama dengan sejarahwan, antropolog dan arkeolog untuk sama-sama mendiskusikan sejarah nusantara. Mereka akan bermusyawarah dalam wadah Borobudur Writer and Cultural Festival : Musyawarah Agung Penulis Cerita Silat 2012.

Arswendo menuturkan musyawarah agung ini akan mengadili sejarah. Sebab, di dalam seni akhir-akhir ini banyak muncul kekerasan yang justru lebih keras dari kekerasan itu sendiri. “Ibarat luka itu dikorek-korek sampai keluar darah dan nanah lagi,” ujarnya.

Sementara itu, arkeolog sekaligus penulis buku biografi Gajah Mada Profesor Agus Aris Munandar mengatakan banyak pertanyaan terkait cerita silat itu bukan merupakan karya sastra. Dia membantahnya, sebab sejak zaman Majapahit pun orang menulis tidak mempertimbangkan akan menjadi karya sastra atau tidak.

“Buku Negarakertagama itu ditulis saja, penulis karya Sritanjung yang dari pinggiran itu ditulis saja, bukan karya sastra awalnya. Yang menyatakan karya sastra atau bukan ya kita, generasi sesudahnya,” ujar dia.

Proses karya sastra yang berdasarkan sejarah itu bisa disebut fiksi sejarah. Agus tidak mempermasalahkan adanya fiksi sejarah selama masih dalam koridor jalan yang benar.

Managing Director Darmawan Associates mengatakan untuk mengumpulkan sejarahwan, penulis, arkeolog dan pemerhati awalnya diperkirakan menelan dana sebesar Rp800 juta. Namun, setelah mendapat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya hanya membutuhkan Rp200 juta saja.

Dia menuturkan bagi pegiat sastra sejarah yang ingin turut berembug bisa langsung datang ke Hotel Manohara, Kompleks Borobudur Magelang, Jawa Tengah. Musyawarah ini akan dilakukan pada 29-31 Oktober 2012 yang terdiri dari diskusi dan peluncuran buku dari para penulis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya