SOLOPOS.COM - Cucu Suryanto, Pemerhati masalah sosial Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta (ist)

Cucu Suryanto, Pemerhati masalah sosial Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta (ist)

Keputusan PT PLN APJ Kota solo memutuskan aliran listrik lampu penerangan jalan umum (PJU) di sepanjang Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Adi Sucipto, Solo, Jumat (23/12) malam, dan dipastikan berlanjut beberapa hari berikutnya, memunculkan kontroversi. Pemadaman lampu PJU tersebut lantaran Pemkot Solo belum membayar tunggakan rekening PJU senilai Rp 8,9 miliar pada 2011.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pemutusan aliran listrik hanya bisa ditunda jika ada instruksi dari PT PLN Distribusi Jateng-DIY. PT PLN APJ Solo hanya sebagai pemegang kuasa eksekusi operasi, sedangkan kebijakan berada di institusi di atasnya.

Listrik tak akan diputus PJU jika Pemkot Solo memiliki iktikad baik dengan melakukan langkah-langkah strategis misalnya melakukan negosiasi dengan PT PLN Distribusi Jateng-DIY. Sebelumnya, PT PLN APJ Kota Solo memberikan peringatan ancaman pemutusan itu dan Pemkot Solo wajib membayar tunggakan rekening PJU paling lambat Jumat (23/12/2011) pukul 18.00 WIB.

Pemutusan aliran listrik ini menunjukkan ada kesalahan dalam manjemen pengelolaan keuangan daerah Kota Solo. Pembayaran tagihan PJU yang jatuh tempo pernah terjadi pada  tahun sebelumnya, namun tidak sampai mengakibatkan pemadaman lampu PJU. Tunggakan rekening PJU pada 2010 dibayarkan pada 2011 senilai Rp 3,6 miliar (SOLOPOS, 21/12/2011). Bila berkaca kepada pengalaman, seharusnya Pemkot tidak mengulangi kesalahan itu.

Pemadaman lampu PJU ini jelas mengganggu. Bagi institusi Pemkot Solo mungkin bukan suatu masalah yang penting, tapi bagi masyarakat umum seperti pedagang kaki lima (PKL), pengguna jalan dan pebisnis malam, jelas sangat terganggu.

Sekali lagi, manajemen pengelolaan keuangan Pemkot Solo perlu ditinjau kembali, sebagaimana tujuan reformasi pengelolaan keuangan adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah, meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat dan partisipasi masyarakat secara aktif.

Konsep utama manajemen keuangan daerah berdasarkan PP No 58/2005 dan Permendagri No 13/2006. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

Pengelolaan keuangan daerah adalah seluruh kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Ruang lingkup keuangan daerah salah satunya adalah kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga.

Dampak Solo gelap
Dengan demikian, kewajiban pemerintah untuk membayar tagihan pada pihak ketiga menjadi suatu persoalan serius yang harus diperhatikan Pemkot Solo. Jangan sampai persoalan sederhana ini dibiarkan berlarut-larut dan berakibat merugikan berbagai pihak.

Pemkot Solo—dan pemerintah secara umum–memang wajib menyediakan dana untuk program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), beasiswa siswa miskin dan sebagainya, tetapi mestinya Pemkot tetap menjadwalkan pembayaran rekening PJU.

Kasus ini menarik untuk dikaji lebih dalam karena, pertama, baru pertama kali dalam sejarah pemerintahan di Kota Solo mengalami masalah sederhana tapi cukup mengganggu harkat dan martabat Pemkot Solo—terutama harkat dan martabat Walikota-Wakil Walikota Joko Widodo-FX Hadi Rudyatmo. Kedaunya dikenal sebagai pasangan pemimpin daerah yang sukses dan memperoleh banyak penghargaan.

Kedua, bertepatan dengan perayaan hari besar umat Kristiani dan menjelang perayaan pergantian tahun yang jelas-jelas akan melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam kegiatan tersebut. Ketiga, konstruksi keuangan daerah perlu dikaji lagi. Dalam kasus ini, Pemkot melanggar PP No 58/2005 dan Permendagri No 13/2006 yang berkaitan dengan kewajiban membayar tagihan kepada pihak ketiga.

Seharusnya kasus tunggakan rekening PJU tidak terjadi  jika Pemkot benar-benar memperhatikan PP dan Permendagri tersebut. Pengalaman tahun lalu seharusnya tidak terulang lagi. Keempat, pemberitaan media massa atas pemadaman lampu PJU di Kota Solo itu berpengaruh pada pariwisata Solo. Sedikit banyak hal ini akan menimbulkan citra jelek di benak para wisatawan asing maupun domestik.

Kelima, usaha masyarakat kecil—perdagangan pada malam hari–terkena dampak secara langsung. Pembeli riskan saat melewati jalan gelap, bahkan untuk sekadar mampir, mengingat kondisi yang rawan dan kurang nyaman untuk menikmati kuliner Solo pada malam hari.

Persoalan di atas dapat berimbas langsung maupun tidak langsung terhadap bisnis dan investasi di Kota Solo. Oleh karena itu walikota Solo seharusnya melakukan negosiasi dengan mendatangi pimpinan PT PLN Distribusi Jateng–DIY. Saya yakin walikota mampu melakukannya dan memberikan jaminan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dipercaya.

Kita lihat sendiri bagaimana dampak yang terjadi pada Jumat malam lalu, Kota Solo seperti kota mati. Kalau ini tidak segera dihentikan yang rugi adalah Kota Solo sendiri. Semoga Solo gelap segera berubah menjadi Solo terang selama-lamanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya