SOLOPOS.COM - Nitisemito, Raja Kretek asal Kudus (Instagram/@pojokkliping)

Solopos.com, KUDUS — Kabupaten Kudus, Jawa Tengah dikenal dengan produksi rokok tembakaunya yang disebut dengan rokok kretek. Keberadan rokok ini sudah ada sejak zaman kolonial Belanda di tangan seorang saudagar kaya bernama Nitisemito yang dikenal dengan julukan Raja Kretek.

Dilansir dari bctemas.beacukai.go.id, Senin (18/04/2022), Nitisemito adalah putra asli Kudus yang lahir pada 1863 dari pasangan seorang Kepala Desa Jagalan bernama Sulaiman dan Markanah dengan nama lahir Roesdi. Sebelum menjadi pengusaha rokok kretek, dia pernah menjadi pengusaha tekstil saat usianya masih 17 tahun meski berakhir gagal. Dia juga sempat berjualan minyak kelapa, kerbau, hingga menjadi kusir dokar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saat bekerja sebagai kusir dokar tersebut, Nitisemito juga berjualan tembakau sebagai pekerjaan sambilan.  Saat beranjak dewasa, dia menikahi seorang penjual rokok kretek bernama Nasilah.

Bersama istrinya itulah, kemudian dia mengembangkan usaha rokok kretek yang kemudian menjadi industi rokok kretek terbesar yang memperkerjakan sekitar 10.000 karyawan.

Baca juga: 5 Pantai Eksotis di Rembang, Recommended Buat Liburan

Kepala Unit Pelaksana Teknis Museum Kretek, Suyanto, mengatakan berdasarkan catatan sejarah, ide pengembangan rokok kretek ini berkembang dari sebuah peramu jamu tembakau bernama Jamhari yang dikenal dengan pengobatan tembakaunya yang dibalut dengan kulit jagung atau klobot lalu dihisap. Temuan tersebut diperkirakan berkembang pada 1890an.

Saat itu, tepatnya pada 1906, pengobatan tembakau yang dibungkus dengan klobot sangat populer di kalangan masyarakat karena dapat mengobati penyakit sesak nafas dan gangguan tenggorokan. Akhirnya, meotde pengobatan ini dikembangkan oleh Nitisemito saat masih tinggal di Desa Jati Wetan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.

Rokok Kretek Bal Tiga

Suyanto menambahkan bahwa Nitisemito sang Raja Kretek kemudian mendaftarkan produk rokok kreteknya dengan nama Bal Tiga pada 1908. Saat itu rokok Bal Tiga menjadi sangat populer, tidak hanya di Kudus, namun juga daerah-daerah lain di Pulau Jawa. Setelah itu, di tahun-tahun berikutnya, dia juga melebarkan sayap penjualannya hingga ke luar Jawa, bahkan sampai ke Singapura.

Baca juga: Daftar Kota Terkecil di Jawa Tengah, Solo Urutan Berapa?

Nitisemito juga dikenal sebagai sosok yang jenius, meski dia seorang buta huruf namun dia memiliki naluri bisnis yang kuat dan terlihat dari manajemen pengembangan rokok kretek yang dijalankannya. Dia menerapkan administrasi dan pemasaran modern yang tidak dilakukan oleh pengusaha lain pada saat itu.

Dia juga pernah menyewa pesawat foker untuk mempromosikan rokoknya dengan harga sewa 200 gulden atau setara dengan nilai rupiah saat ini sebesar Rp1,5 juta. Pesawat itu digunakan untuk menyebarkan pamflet produk rokoknya di sekitar Jawa Barat dan Jakarta.

Tidak hanya itu, Nitisemito juga aktif mengikuti pameran perniagaan di berbagai daerah. Dalam pameran tersebut, Nitismeito memberikan hadiah melalui pengundian bagi siapa saja yang membeli rokok Bal Tiga. Hadiah yang ditawarkan tidak tanggung-tanggung, dia rela menyediakan sepeda yang pada saat itu tergolong kendaraan yang mewah.

Baca juga: Crazy Rich Grobogan Bangun Jalan Kabupaten, Begini Tanggapan Bupati

Untuk mendistribusikan produk rokok Bal Tiga ke daerah-daerah lain di Pulau Jawa, Nitisemito menyediakan mobil untuk membawa puluhan bal (kemasan besar) ke beberapa agen. Karena keberhasilannya, Nitisemito dikenal sebagai pengusaha pribumi yang sangat sukses hingga dijuluki Raja Kretek. Dia bahkan sering bertemu dengan Ir. Soekarno pada masa-masa perjuangan kemerdekaan.

Keruntuhan Kerajaan Kretek Bal Tiga

Sementara itu, dilansir dari ensiklopedia digital, pada era 1930a ke atas, mulailah bermunculan produk-produk serupa yang merupakan pesaing dari Bal Tiga, seperti Nojorono atau Class Mild (1932), Djamboe Bol (1937), Djarum (1951) dan Suku. Keberadaan merek-merek pesaing ini mempersempit pasar Bal Tiga di pasaran, ditambah dengan pecahnya Perang Dunia II pada 1942 di Pasifik hingga masa Kependudukan Jepang di Indonesia ikut memperburuk usaha Nitisemito.

Ambruknya pasaran Bal Tiga disebut juga dikarenakan keberedaan merek Minak Djinggo pada 1932. Pemilik rokok ini adalah seorang keturunan Tionghoa bernama Kho Djie Siong yang merupakan mantan agen Bal Tiga dari Pati, Jawa Tengah.

Baca juga: 5 Fakta Alun-Alun Terluas Jateng, Tempat Latihan Militer-Tujuan Wisata

Omah Kembar

Omah Kembar @_mathoril
Omah Kembar (Instagram/@_mathoril)

Sewaktu masih bekerja dengan Nitismeito, Kho Djie  Siong banyak menarik informasi rahasia racikan dan strategi dagang Bal Tiga. Pada 1955, banyak aset yang disita hingga akhirnya sisa kerajaan Kretek Nitisemito dibagi rata oleh ahli warisnya.

Salah satu aset Nitisemito yang masih berdiri adalah Omah Kembar yang ada di Jalan Sunan Kudus, Desa Demangan, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Hingga sekarang, rumah itu masih dalam kondisi kosong.

Rencananya, Omah Kembar itu akan dijadikan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kabupaten Kudus dengan nilai akuisisi sebesar Rp30 miliar. Sebagai bentuk penghormatan, nama Nitisemito dijadikan sebagai nama sebuah jalan di pusat Kota Kudus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya