SOLOPOS.COM - Pengayuh sepeda asal Lampung, Egi Suryanamelintasi Ngawi, Rabu (20/5/2015). (JIBI/Solopos/Aries Susanto)

Nggowes Lampung-Bali yang dilakukan Egi Suryana hanya dengan bekal seadanya?

Madiunpos.com, NGAWI – Kisah lelaki ini, Egi Suryana, barangkali tak ubahnya backpaper. Ia mengarungi sejumlah lautan, membelah pulau, menyusuri jalan raya ribuan kilometer hanya berbekal apa adanya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepada Madiun Pos, lelaki asal Desa Tanjung Sari, Tanjung Raya, Mesuji, Lampung ini, mengatakan perjalanan panjangnya dari kampung halamannya menuju pulau dewata Bali hanya berbekal uang Rp50.000. Ia sadar, seberapa pun lamanya ia menabung, tetap tak akan mampu mengumpulkan uang mencukupi untuk perjalanan panjangnya itu.

“Saya hanya seorang petani dengan penghasilan pas-pasan, tapi saya ingin belajar. Saya pikir, bersepeda adalah cara yang paling mungkin untuk mencapai cita-cita,” ujarnya ketika berbincang dengan Madiun Pos di di tepi jalan raya Solo-Ngawi, tepatnya di Desa Kebon, Kecamatan Paron, Ngawi, Rabu (20/5/2015).

Uang Rp50.000 menjadi bekal awal Egi untuk mengarungi samudera. Ia yakin, ada banyak jalan tak disangka yang dibentangkan Tuhan untuk mendapatkan rezekinya. Dan keyakinannya itu tak meleset sedikit pun. Dengan kekuatan tawakalnya itu, Egi membuktikan bahwa ia mampu hidup dan menempuh perjalanan ribuan kilometer dengan bekal uang Rp50.000.

“Ada saja rezeki Tuhan. Misalnya, ketika saya tengah mengayuh sepeda di jalan raya, atau istirahat di SPBU, tiba-tiba ada orang berhenti dan memberi saya uang. Ada yang ngasih Rp10.000, Rp50.000 bahkan pernah Rp200.000,” kisah bapak berputra satu ini.

Baginya, uang dari orang-orang itu adalah kepanjangan tangan Tuhan. Mereka mungkin simpatik atas tekad kuat Egi, mungkin pula merasa empati karena terketuk hatinya.

“Saya enggak mau meminta-minta ke instansi dengan alasan apapun. Pemberian orang-orang di tengah jalan itu saja sudah mencukupi,” paparnya.

Dengan uang yang tak bisa diprediksi kapan habisnya, Egi harus pandai-pandai menahan keinginan. Ia hanya akan berhenti di warung biasa di tepi jalan dengan harga yang tentu saja terjangkau. Baginya, yang terpenting bisa menambah kekuatan untuk melanjutkan perjalanan.

“Tapi pas sampai Jogja-Solo, saya terpaksa mencari warung Padang. Soalnya, di Jogja-Solo, masakannya manis semua.Lidah saya enggak terbiasa. Ya risikonya,agak mahal,” akunya.

Pria 37 tahun ini mengaku melakukan perjalanan panjangnya itu karena dorongan kuatnya untuk menularkan semangat bersepeda sebagai alat bekerja dan menuntut ilmu.Egi sendiri membuktikan diri bahwa dengan bersepeda, ia bisa menuntut ilmu; baik ilmu formal di universitas-universitas, maupun ilmu terapan saat ia temui di tengah perjalanannya.

“Saya selalu sempatkan mampir ke kampus-kampus di Jawa dan Sumaterauntuk belajar tentang bertani kepada dosen atau pun peneliti. Saya juga belajar langsung kepada petani di sawah yang saya jumpai saat perjalanan,”paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya