SOLOPOS.COM - Sunardi, salah satu penambang pasir asal Sragen yang pernah menemukan tengkorak di dasar Sungai Bengawan Solo. (Solopos/Moh Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN — Sejak masih berusia belasan tahun, Sunardi, 58, sudah bekerja sebagai penambang pasir di Sungai Bengawan Solo wilayah Kedungupit, Sragen. Kala itu, stok pasir di dasar Sungai Bengawan Solo masih melimpah.

Saat musim kemarau tiba, pasir di dasar itu jadi berkah bagi warga Dukuh Prayungan, Desa Kedungupit, Sragen, tersebut. “Dulu untuk mencari pasir lebih mudah. Tidak perlu menyelami sungai seperti sekarang, cukup mengeruknya di bibir sungai,” kenang Sunardi kepada Solopos.com di tepi Sungai Bengawan Solo, Desa Kedungupit, Rabu (22/9/2021).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Seiring berjalannya waktu, pasir di tepi sungai terus berkurang. Mau tidak mau, Sunardi harus belajar berenang dan menyelam untuk mendapatkan pasir di dasar sungai. Di kalangan sesama penambang pasir, Sunardi dikenal ahli dalam menyelam.

Tanpa alat bantu pernapasan, penambang pasir asal Sragen itu mengaku bisa menyelam selama 5-6 menit di dalam air Sungai Bengawan Solo. Sunardi menyebut untuk bisa menyelam ada ilmunya.

Baca Juga: Derita Penambang Pasir Bengawan Solo Sragen: Sudah Mandi Berkali-Kali, Badan Tetap Bau

“Dulu waktu kecil saya pernah diminta makan udang kecil yang masih mentah. Mitosnya kalau makan udang itu, saya bisa berenang dan menyelam di air. Entah benar atau tidak, saya juga tidak tahu,” ujarnya seraya terkekeh.

Untuk menambang pasir di dasar sungai yang penuh air, Sunardi biasa mengandalkan sampan yang dirakit dari potongn tong besi. Guna menahan sampan itu agar tidak terbawa arus air, Sunardi mengikatnya pada rangkaian bambu yang disusun layaknya tangga lipat.

Pengalaman Tidak Terduga

Selain difungsikan sebagai jangkar, susunan bambu itu juga dipakai sebagai pengaman bagi penambang pasir di Sungai Bengawan Solo tersebut. Susunan bambu itu jadi pegangan saat Sunardi mengangkat pasir dari dasar sungai menggunakan cikrak dari anyaman bambu.

Puluhan tahun bekerja sebagai penambang pasir membuat Sunardi kerap mendapatkan pengalaman tidak terduga. Pada era 1990-an, ia masih kerap melihat jasad manusia mengapung di Sungai Bengawan Solo.

Baca Juga: DLH Sragen Teliti Kualitas Air 4 Anak Sungai Bengawan Solo

Pada saat itu, belum ada tim Search and Rescue (SAR) yang bisa diandalkan untuk mengevakuasi temuan jasad manusia yang mengapung di Sungai Bengawan Solo. Pernah sekali ada jasad yang dievakuasi warga, tapi tidak ada yang mengakui jasad itu sebagai anggota keluarganya.

penambang pasir sragen
Sunarto, salah satu penambang pasir asal Sragen yang pernah menemukan tengkorak di dasar Sungai Bengawan Solo. (Solopos/Moh Khodiq Duhri)

“Akhirnya, warga malah harus mengeluarkan biaya lumayan besar untuk penguburan jenazah itu. Itu sebabnya kalau lihat jasad yang hanyut, biasanya saya biarkan. Saya hanya melapor ke warga lain,” ucapnya.

Tidak hanya menemukan jasad mengapung, penambang pasir di Sungai Bengawan Solo itu juga kerap menemukan tulang belulang dan tengkorak manusia. Beberapa tengkorak manusia ia temukan saat mengeruk pasir di tepi sungai.

Sunardi menduga tulang belulang dan tengkorak manusia itu adalah korban tragedi pembantaian PKI pada 1965. “Menurut cerita sesepuh, konon dulu banyak warga yang dibunuh dan dikubur di tepi bengawan. Mungkin itu tengkorak mereka,” paparnya.

Baca Juga: Saking Parahnya Pencemaran, Warga Sragen Sampai Takut Makan Ikan dari Bengawan Solo

Dikira Batu Ternyata Tengkorak

Tengkorak manusia juga pernah ditemukan secara tidak sengaja oleh Sunardi saat mengeruk pasir di dasar Sungai Bengawan Solo. Saat menyelami sungai untuk mengangkat pasir menuju sampan, Sunardi dikejutkan dengan sebuah benda menyerupai batu di cikrak yang menempel pada perutnya.

Karena air sungai keruh, Sunardi tidak mengetahui benda apa yang menempel pada perutnya itu. “Tadinya saya kira batu biasa, setelah diangkat dari air, ternyata benda itu adalah tengkorak manusia. Giginya masih utuh, posisinya seperti mau menggigit perut saya,” selorohnya.

Sunarto, 55, penambang pasir lain asal Desa Tanggan, Gesi, mengungkapkan pengalaman serupa saat menambang di Sungai Bengawan Solo. Sunarto juga pernah menemukan tengkorak manusia pada era 1990-an.

Baca Juga: Pasar Bahulak Sragen Raih Sertifikat CHSE dari Kemenparekraf, Apa Itu?

Ia tidak pernah berani membawa pergi tengkorak itu apalagi menjualnya kepada orang lain. Sunarto bercerita dulu ada temannya yang pernah menemukan tengkorak manusia dan menjualnya kepada orang lain. Harganya sekitar Rp30.000.

“Mungkin tengkorak itu mau dipakai untuk dunia pengobatan tradisional atau perdukunan. Tapi, setelah itu, teman saya malah jatuh sakit. Sejak saat itu dia tidak mau lagi menjual tengkorak manusia jika menemukannya lagi,” ujar Sunarto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya