SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO – Sampah sedotan plastik sekali pakai mencemari laut Indonesia dengan jumlah lebih dari 90 juta batang. Ironisnya, 70 persen perairan Indonesia tertutup sampah. Padahal, luas lautannya sekitar 71 persen dari seluruh wilayah Indonesia. Mengerikan bukan?

Guna mengurangi sampah plastik, Indonesia mulai menggalakkan gerakan No Straw Movement. Dikutip melalui situs resmi Komunitas Pecinta Laut Indonesia, Divers Clean Action, Selasa (20/8/2019), gerakan No Straw Movement sebenarnya sudah dimulai sejak 2017 lalu di Indonesia. Langkah tersebut ditempuh sebagai upaya mengurangi sampah plastik di kawasan pesisir dan laut. Caranya dengan menekan penggunaan sedotan plastik.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selaku pemerintis gerakan tersebut, anggota Divers Clean Action mengemukakan penggunaan sedotan plastik di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di dunia. Mereka memperkirakan pemakaian sedotan plastik sekali pakai di Indonesia mencapai 93.244.847 batang per hari.

Puluhan juta sedotan plastik sekali pakai itu berasal dari restoran, warung, minuman kemasan, dan sumber lain. Jika jumlah sedotan dalam sehari itu disambung-sambung, panjangnya bisa mencapai 16.784 km atau setara jarak antara Jakarta-Mexico. Dalam sepekan, panjang sampah sedotan plastik bisa mencapai tiga kali keliling Bumi.

Tetapi, tahukah Anda sebenarnya porsi sampah sedotan plastik di Indonesia tidak terlalu banyak?Jumlahnya sekitar 0,025 persen dari 70 persen dari keseluruhan limbah plastik yang mengalir ke lautan. Namun, dengan gerakan No Straw Movement setidaknya penduduk Indonesia dapat mengurangi lebih dari 90 juta sampah plastik yang mencemari lautan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia sebenarnya telah mencanangkan langkah bebas plastik sejak 2016 lalu. Pernyataan tersebut dituangkan dalam Deklarasi Peduli Sampah sebagai Langkah Awal Komitmen Indonesia Bergerak Bebas Sampah 2020. Untuk penerapannya pemerintah menganjurkan gerakan 3R (reduce, reuse, recycle) alias mengurangi, memakai lagi, serta mengelola kembali.

Dalam kehidupan modern ini, penggunaan plastik mengalami peningkatan yang signifikan. Terlalu sering memakai plastik menimbulkan ketergantungan. Padahal plastik membawa efek negatif bagi kesehatan maupun lingkungan.

Plastik terbuat dari bahan polyvinyl chloride (PVC) yang bersifat tidak larut, sulit terurai, dan mudah meleleh jika terkena panas. Maka dari itu, pemakaian plastik sebagai pembungkus makanan sangat tidak dianjurkan, karena semua polimer berbahaya itu dapat larut dalam tubuh.

Penumpukan zat polimer secara terus-menerus dapat memicu tumbuhnya sel kanker di dalam tubuh. Tak hanya itu, sifat plastik yang tidak terurai juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan yakni, polusi tanah dan air.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, juga berpartisipasi dalam upaya pengurangan plastik, terutama di wilayah laut. Saat diwawancarai dalam kegiatan pawai menolak plastik sekali pakai pada Minggu (21/7/2019) lalu, Susi Pudjiastuti memperkirakan jika tak ada upaya menguranginya, jumlah sampah plastik akan lebih banyak daripada jumlah ikan yang hidup di Indonesia pada 2040 mendatang.(Egitya Eryaningwidhi/Solopos.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya