SOLOPOS.COM - Djaduk feriyanto bersama panitia Ngayogjazz 2012 saat emberikan keterangan pers, Minggu (18/11/2012). (Kurniyanto/JIBI/Harian Jogja)

Djaduk Feriyanto bersama panitia Ngayogjazz 2012 saat emberikan keterangan pers, Minggu (18/11/2012). (Kurniyanto/JIBI/Harian Jogja)

SLEMAN—Perhelatan Ngayojazz 2012 yang berlangsung di Desa wisata Brayut, Pandowoharjo, Sleman, Minggu, (18/11/2012), benar benar menjadi magnet tersendiri bagi ratusan penonton.

Promosi Iwan Fals, Cuaca Panas dan Konsistensi Menanam Sejuta Pohon

Para penonton yang berasal dari berbagai macam latar belakang serta profesi berbaur menjadi satu tanpa sekat menikmati secara gratis suguhan musik yang konon dibawa oleh budak kulit hitam Afrika.

Pemandangan itu berbeda dengan perhelatan jazz pada umumnya dimana perhelatan jazz seringkali disajikan di sebuah gedung indoor mewah dan penontonnya pun berasal dari kalangan menengah keatas.

Perhelatan jazz yang dimulai sejak pukul 13.00 WIB itu memang sempat diwarnai hujan deras yang mengguyur desa yang mendapatkan gelar desa wisata sejak 1999 lalu itu. Hujan tersebut juga membuat tanah di sekitar panggung konser menjadi becek dan penuh genangan air.

Namun kondisi tersebut ternyata tidak menyurutkan niat warga sekitar untuk tetap menikmati hentakan musik bernuansa jazzy itu. Makin sore, penonton semakin banyak yang datang. Mereka justru tampak berduyun duyun mendatangi panggung konser.

Adapun perhelatan jazz dengan mengusung slogan Dengan Jazz Kita Tingkatkan Swasembada Jazz memang dikemas cukup unik. Hampir setiap rumah selalu  menjajakan sejumlah makanan, minuman maupun kerajinan milik warga setempat untuk dijual kepada pengunjung. Para panitia juga memecah panggung menjadi enam bagian yaitu panggung ani ani, keprak, kesenian, caping, pacul dan luku.

Panggung ini ditempatkan panita untuk menyesuaikan struktur geografis Desa Brayut yang memang memanjang. Masing masing panggung antara satu dengan yang lain tersebut rata rata berjarak sekitar 200 meter.

Salah  satu pengunjung, Painem, 55, yang datang bersama dua orang rekannya mengaku  tidak begitu tahu menahu mengenai musik jazz.

Wanita yang berprofesi sebagai petani di Dusun Jetispogaten, Pandowoharjo, Sleman itu mengaku hanya penasaran untuk melihat keramaian di desa yang tidak jauh dari tempat tinggalnya itu. “Mboten ngertos mas, kulo mung dolan mawon. Kulo mung remen campursari [Enggak tahu mas saya cuman mau main aja. Saya sukanya campursari],” katanya kepada Harian Jogja, Minggu, (18/11/2012) di sela-sela konser.

Sineas terkemuka Indonesia yang juga merupakan pengamat budaya, Garin Nugroho, melihat bahwasanya sajian jazz yang disuguhkan dalam perhelatan Ngayokjazz 2012 ini merupakan esensi dasar dari sebuah kesenian. Dimana kesenian tidak harus digelar disebuah panggung yang mewah namun dapat digelar di halaman rumah warga.

“Sehingga terciptalah sebuah simbiosis mutualisme dimana rakyat berperan dalam menghidupi musisi.  Begitu pun sebaliknya  musisi pun bisa menghidupi rakyat,” kata pria yang kabarnya akan mencalonkan diri menjadi wakil gubernur Jawa Tengah itu.

Adapun Perhelatan Ngayokjazz 2012 ini dikuti sebanyak 30  komunitas, Mereka berasal dari komunitas jazz berbagai kota di Indonesia dan juga musisi luar negeri. Menurut Djaduk sejatinya pada perhelatan tahun ini jumlah itu bisa melebihi batas. “Tiap tahun jumlah peserta selalu mengalami peningkatan. Pada tahun ini kami menyepakati hanya 30 musisi yang bisa tampil karena memang anggaran kami terbatas,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya