SOLOPOS.COM - Anak-anak di Dusun Ngaglik, Samiran, Selo, Boyolali, menyiapkan meriam bambu, Selasa (5/4/2022) sore, di halaman terbuka milik Argo Bumi. (Solopos-Ni'matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI – Anak-anak di lereng Gunung Merbabu wilayah Boyolali punya cara tersendiri dalam menghabiskan waktu menunggu waktu berbuka puasa. Mereka bareng-bareng memainkan meriam bambu atau long bumbung kemudian belajar mengaji di TPA alam.

Seperti pada Selasa (5/4/2022) sore, puluhan anak di lereng Merbabu, tepatnya di Dusun Ngaglik, Desa Samiran, Selo, Boyolali, bahu-membahu mengangkat empat meriam bambu masing-masing berukuran satu meter. Beberapa anak di antaranya membawa karbit, minyak tanah, dan air untuk dijadikan bahan menyulut meriam bambu tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Meriam bambu dan bahan penyulut diusung anak-anak menuju alam terbuka di lahan milik Resto Argo Bumi yang jauh dari pemukiman warga. Kemudian, moncong meriam bambu tersebut diarahkan ke arah Gunung Merapi yang terlihat jelas pada sore itu. Setelah semua siap, anak-anak menyalakan meriam bambu dan suaranya saling bersahutan.

Baca juga: Boyolali Hari Ini: 6 April 2013, Jembatan Penghubung Juwangi-WKO Patah

Usut punya usut, kegiatan tersebut telah rutin dilaksanakan setiap sore oleh anak-anak itu untuk ngabuburit. Salah satu anak yang bermain meriam bambu, Rizki Bagas Pratama, 13, mengungkapkan sudah tiga hari dia bermain meriam bambu bersama teman-temannya.

“Kami sudah sering melaksanakan kegiatan ini, jadi setiap menjelang buka puasa saat Ramadan membunyikan long bambu [meriam bambu] terus. Kami enggak takut karena sudah kebiasaan,” kata Rizki.

Untuk menyalakan bambu, Rizki dan teman-temannya iuran untuk membeli karbit agar bisa menyalakan meriam bambu. Biasanya per meriam bambu, mereka menghabiskan satu bungkus karbit seharga Rp1.500.

Baca juga: Seru! Ini Foto-Foto Festival Long Bumbung Sambut Ramadan di Tawangmangu

Rizki dan teman-temannya memilih karbit untuk menyalakan meriam bambu karena mereka merasa karbit dapat membuat suara meriam bambu semakin keras. Mereka juga saling berkompetisi siapa yang dapat membunyikan meriam bambu paling keras.

Tak hanya anak lelaki, anak perempuan juga ikut nimbrung bermain meriam bambu. Salah satunya Habibah Elfarizky, 13, yang mengaku bermain meriam bambu tak hanya dilakukan anak lelaki, tapi juga anak perempuan di desanya. Ia mengungkapkan bermain meriam bambu menjadi kebiasaan baginya sejak kecil.

Habibah mengatakan dulu tak hanya meriam bambu, tapi juga petasan kaleng. “Tapi yang petasan kaleng sudah tidak dilakukan, soalnya kami takut ada kejadian di berita anak main petasan kaleng kemudian kecelakaan,” ungkap anak perempuan yang bersekolah di SMPN 1 Selo tersebut.

Melantunkan Surat Pendek

Setelah karbit habis, anak-anak tersebut segera membentuk setengah lingkaran di lahan tersebut. Habibah pun memimpin puluhan anak tersebut untuk mengaji bersama di alam. Mereka melantunkan huruf hijaiah, kemudian berganti bacaan surat-surat pendek yang ada di juz 30 dalam Al-Qur’an seperti Surat An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan sebagainya.

tpa alam
Anak-anak mengaji di TPA alam di halaman terbuka milik Resto Argo Bumi, Selasa (5/4/2022). (Solopos-Ni’matul Faizah)

Kemudian, dilanjutkan doa sehari-hari, suara mereka kompak terdengar di lereng Gunung Merbabu dan ditemani Gunung Merapi sebagai tembok belakang mereka. Habibah mengungkapkan kegiatan tersebut adalah kegiatan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) alam yang dilaksanakan saat Ramadan. Selain ramadan, kegiatan TPA dilaksanakan di masjid desa.

“Kami mengaji di alam karena suasana di alam lebih menyenangkan. Kemudian suasana alam juga membuat kami lebih mudah tenang sehingga lebih mudah menghafal surat-surat pendek. Kegiatan ini juga membuat kami bisa lebih menahan lapar dan haus,” ungkap dia.

Selain dilatih mengaji, anak-anak yang belajar di TPA alam juga dilatih belajar bahasa Inggris oleh Pembina Yayasan Alam Desa Kita, Agung Suci Nurhadi, yang juga tinggal di Selo, Boyolali. Ia mengatakan program bermain meriam bambu dan TPA alam untuk ngabuburit sebelum berbuka puasa termasuk dalam program pariwisata berkelanjutan.

Baca juga: Pemkab Boyolali Bagi-bagi Bantuan Sosial Rp400 Juta, Ini Sasarannya

“Tujuan program kami adalah mengikutsertakan masyarakat untuk berkembang di bidang pariwisata, kebudayaan, dan ekonomi kreatif. Jadi saya melibatkan anak-anak, pemuda, dan orang tua untuk berkreasi dalam kebudayaan,” kata lelaki yang juga menjadi pengurus Dewan Pimpinan Pusat Penguatan Ekonomi Kerakyatan Nasional (DPP PEKNAS).

Ia mengungkapkan alasan anak-anak dibawa ke alam terbuka agar mendapatkan suasana yang lebih rileks, tenang dan nyaman sehingga anak dapat berinteraksi dengan alam secara langsung. Pria 47 tahun tersebut mengungkapkan suasana yang rileks dapat membantu anak-anak lebih mudah menyerap ilmu.

“Harapannya ada semangat kebersamaan dan mempertahankan tradisi long bumbung dan TPA alam sebagai bagian tradisi adat istiadat setiap Ramadan, sehingga dapat terus dipertahankan dari generasi ke generasi,” ungkap dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya