SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah)

Nelayan pantai selatan menghadapi masalah BBM

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL— Adanya kebijakan yang melarang konsumen Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium membeli dalam jeriken terus menimbulkan banyak keluhan di kalangan nelayan Gunungkidul.

Promosi Selamat Datang di Liga 1, Liga Seluruh Indonesia!

Salah satunya yakni bahwa nelayan terpaksa menggunakan bahan bakar jenis pertalite yang memiliki harga lebih tinggi dibanding premium.

Sejumlah nelayan merasa keberatan dengan kebijakan tersebut. Karena pada akhirnya, kebijakan tersebut berdampak pada pergantian jenis bahan bakar yang semula premium harus berganti menjadi pertalite.

Sebelumnya dalam kebijakan yakni disebutkan bahwa hanya jenis premium saja yang dilarang membeli dengan jeriken, sedangkan jenis lain masih diperbolehkan.

Pengurus Kelompok nelayan Mina Samoedra Pantai Baron, Sarno mengatakan bahwa dirinya sempat terkejut dengan larangan tersebut.

Dikatakannya kenyataan bahwa di lapangan saat ini keberadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) jauh dari lokasi pantai. Mau tak mau ia harus berganti bahan bakar agar dapat membeli dengan menggunakan jeriken.

“Kalau beli satu liter dengan jeriken mungkin masih bisa, tapi kan jadi rugi. Jarak dari pantai sampai ke Wonosari juga butuh biaya tak sedikit,” kata dia, Minggu (14/8/2016).

Sarno mengatkan bahwa selama ini dalam satu hari, sebuah kapal penangkap ikan membutuhkan sedikitnya 10 liter premium untuk melakukan satu kali trip melaut. Itu pun dilakukan dalam jarak yang dekat dan dalam kondisi cuaca yang baik.

Sedangkan untuk jarak yang jauh bisa jadi akan menghabiskan hingga 30 liter dalam sehari. Ia menjelaskan, bahwa kebutuhan bahan bakar tak dapat ditentukan secara pasti, selama ini dikatakannya bahwa kebutuhan lah yang menentukan.

Bersambung halaman 2

Seperti contoh saat musim ikan bahkan perahu dapat melakukan perjalanan melaut hingga delapan trip dalam sehari, sehingga menghabisakan 80 liter premium.

“Perahu itu sangat boros, dibandingkan dengan mobil bisa dua kali lipat. Seperti saat ini sedang musim angin bisa diluar perhitungan kebutuhan bahan bakarnya. Biasanya dalam satu kali jalan dengan jarak yang sama hanya habis 10 liter tapi karena cuaca tak baik bisa habiskan 15 atau 20 liter premium,” kata dia.

Sementara itu, nelayan lainnya, Sugino mengatakan bahwa perubahan penggunaan bahan bakar premium ke pertalite dikhawatirkan dapat merusak mesin perahu. Sudah satu minggu terakhir para nelayan menggunakan pertalite untuk bahan bakar perahu mereka.

“Pakai pertalite itu malah bikin panas mesin, biasanya pakai premium sekarang harus pakai pertalite,” kata dia.

Diperoleh informasi bahwa pihak kelompok nelayan telah menyampaikan keluhan kepada SKPD terkait, yakni Dinas Kelautan dan Perikanan  (DKP) Gunungkidul.

Para nelayan pun mengaku mendapat respon yang baik dan DKP Gunungkidul akan mengusahakan agar kebijakan tersebut tak mencekik para nelayan di Gunungkidul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya