SOLOPOS.COM - Salah satu nelayan di Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri, Basuki, saat menangkap ikan menggunakan perangkap ikan, Bubu Icir, di Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jumat (16/9/2022). Nelayan di WGM Wonogiri meminta Pemkab Wonogiri membantas Branjang di WGM. (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Penggunaan jaring branjang sebagai alat tangkap ikan di Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri meresahkan sejumlah pihak, seperti nelayan dan pemancing. Mereka meminta Pemkab Wonogiri menindak tegas pelaku pengguna branjang.

Branjang merupakan jenis alat tangkap ikan model jaring angkat atau lift net. Mata jaring branjang di WGM disinyalir berukuran 1-1,5 inch.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sementara menurut aturan, ukuran mata jaring yang diperkenankan digunakan di WGM adalah 2 inch lebih. Sehingga branjang dinilai dapat merusak habitat ikan di WGM lantaran ikan ukuran kecil ikut terjaring.

Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan (Dislapernak) Wonogiri mengklaim terus memantau penggunaan branjang di WGM. Setiap tahun, Dislapernak melakukan razia/operasi penggunaan branjang. Hanya, hal itu tidak berjalan optimal lantaran para pelaku sering kali menangkap ikan pada malam hari. 

Kepala Bidang (Kabid) Kelautan dan Perikanan Dislapernak Wonogiri, Catur Wuryaningsih Margihastuti, mengatakan penggunaan branjang di WGM dilarang. Hal itu termaktub dalam Peraturan Daerah (Perda) No.9/2003. Sesuai peraturan itu dijelaskan jaring angkat atau lift net dilarang digunakan menangkap ikan di waduk. 

Baca Juga: Pemkab Wonogiri Dorong Duta Wisata Lebih Gencar Lagi Promosikan Potensi Daerah

Beberapa tahun lalu, Dislapernak sering mengadakan razia bersama Satpol PP dan Polres Wonogiri. Dalam operasi itu, mereka menyita branjang di WGM. Jika ada pelaku yang ditangkap, tindakan yang diambil pemerintah berupa pembinaan.

“Dislapernak Wonogiri tidak berwenang menangkap pelaku. Penindakan atau penangkapan itu bukan wewenangnya dinas. Sebenarnya kami juga tidak melakukan razia atau operasi tapi memantau,” kata Catur saat dihubungi Solopos.com, Jumat (16/9/2022).

Saat ini, Dislapernak tidak menggunakan cara operasi dengan merusak atau menyita branjang. Hal itu lantaran cara tersebut dinilai belum optimal dalam memberantas penggunaan branjang. Kini, Dislapernak menggunakan cara-cara persuasif dengan memberikan pengertian tentang branjang kepada nelayan di WGM.

“Kami tidak bisa asal, tidak sembarangan dalam menghadapi itu. Kami tidak ingin ada konflik sosial di nelayan. Makanya kami mengubah cara dengan persuasif. Istilahnya ini masih tahap percobaan karena dengan cara razia atau operasi seperti tahun-tahun lalu terbukti belum optimal,” ujar dia.

Baca Juga: Penggunaan Branjang Kian Menjamur, Nelayan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Resah

Menurut Catur, pelarangan penggunaan branjang tersebut tidak hanya tugas dari Pemkab melainkan semua pihak termasuk nelayan di WGM. Pemkab mengaku tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari masyarakat.

“Masalah ini tidak bisa hanya dibebankan kepada Pemkab Wonogiri,” ucapnya.

Salah satu nelayan WGM Wonogiri, Basuki, mengatakan selama ini pemerintah hanya memberikan pembinaan terhadap pengguna branjang. Selama ini belum ada penindakan hukum bagi pelanggar Perda.

Hal itu mengakibatkan belum ada efek jera. Bahkan, penggunaan branjang sudah marak mulai dari Kecamatan Wuryantoro bagian selatan, Eromoko, Baturetno, hingga Nguntoronadi. 

Baca Juga: Ini Dia Keistimewaan Kacang Sacha Inchi Wonogiri

“Branjang ini menimbulkan kecemburuan sosial di antara nelayan. Misalnya, nelayan yang menggunakan gill net [jaring insang] sehari dapat 5 kg ikan. Sementara nelayan yang menggunakan branjang dapat 20 kg ikan. Ya, jelas yang lain iri. Akhirnya nelayan lain ikut menggunakan branjang karena tidak ada efek jera dan tidak ada tindakan tegas dari pemerintah,” jelas Basuki ketika berbincang dengan Solopos.com di WGM Wonogiri. 

Padahal, lanjut Basuki, penggunaan branjang dapat merusak habitat ikan di WGM Wonogiri. Banyak branjang yang memiliki mata pancing berukuran 1-1,5 inch. Akibatnya ikan berukuran kecil ikut terjaring di dalamnya. Kondisi itu didukung dengan pasar yang menerima ikan berukuran kecil sehingga penggunaan branjang terus berlanjut karena dinilai sangat menguntungkan.

“Saya itu pernah usul kepada pemerintah, mbok ya sekali tempo pengguna branjang itu dihukum sesuai peraturan yang berlaku. Jangan hanya diberi pembinaan. Itu tidak akan ada efek jera baik bagi pelaku atau nelayan lain. Itu merugikan nelayan lain yang menggunakan alat tangkap ikan sesuai aturan. Pemancing juga dirugikan karena hasil tangkapannya menurun ,” ucap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya