SOLOPOS.COM - Aloys Budi Purnomo Pr. (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO -- Hari Kamis, 14 Mei 2020, bersamaan dengan umat Islam yang sedang menjalani ibadah puasa pada bulan suci Ramadan, Paus Fransiskus–pemimpin tertinggi umat Katolik dan pelayan terendah segala hamba (servus servorum)–mengajak seluruh umat manusia di seluruh dunia menjalankan puasa sehari.

Tujuannya untuk membangun sikap ugahari dalam melawan pandemi Covid-19 sambil berserah kepada Allah. Kita boleh percaya, dengan sikap ugahari dan penyerahan diri, wabah bisa musnah. Lebih penting dari semua itu, kita pun semakin berjiwa solider, dipenuhi bela rasa kepada
sesama dan semesta.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Itulah inti pesan Paus Fransiskus. Sahabatnya, yakni Imam Besar Al Azhar Ahmad Al Tayeb dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, mendukung inisiatif ini. Tidak ketinggalan Presiden Lebanon Michel Aoun, Patriark Ekumenis Konstantinopel Bartolomew, dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guteres. Termasuk pula Presiden Joko Widodo.

Pandemi Covid-19 memang sedang menggila. Siapa saja bisa menjadi sasarannya. Dunia tercekam olehnya, termasuk kita. Bahkan, segala daya upaya untuk mencegah belum juga mampu menghentikan laju persebarannya sebab semuanya juga terutama tergantung diri kita sendiri.

Ekspedisi Mudik 2024

Eling lan Waspada

Dalam keadaan ini, seruan Paus Fransiskus agar semua orang menjalankan puasa sehari bisa direnungkan dalam perspektif kearifan Raden Ngabehi Ranggawarsita. Merenungkan seruan itu, saya teringat refleksi adiluhung Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha.

Dalam bait ke-7, sang pujangga Jawa ini memperingatkan orang-orang pada zamannya, dan peringatan itu masih sangat relevan-signifikan untuk kita saat ini. Beginilah, Ranggawarsita berpesan. Amenangi jaman edan; Ewuh aya ing pambudi; Melu edan nora tahan; Yen tan melu anglakoni; Boya kaduman melik; Kaliren wekasanipun; Ndilalah karsaning Allah; Begja-begjane kang lali; Luwih begja kang eling lawan waspada!” (Serat Kalatidha pupuh kapitu/bait ke-7).

Pesan ini sudah sangat terkenal, masih terus diingat sampai sekarang. Kita semua tahu arti dan maknanya. Pesan Ranggawarsita: mengalami hidup pada zaman gila memang serba repot, mau ikut menggila hati tak sampai, kalau tidak mengikuti tidak kebagian apa-apa, akhirnya malah kelaparan.

Namun, sudah menjadi kehendak Allah, bagaimanapun, sebahagia-bahagianya orang lupa dan gila-gilaan, masih bahagia orang yang ingat dan waspada! Wabah virus corona tipe baru ini memang sudah bikin semua orang nyaris gila, tak hanya kehilangan kesabaran tetapi juga kewaspadaan.

Yang terdampak secara langsung terinfeksi virus ini memang tidak sebanyak yang masih sehat, namun, jangan lengah, bila kita tidak eling lan waspada, virus itu bisa tiba-tiba menyerang dan menggerogoti kita. Nyawa bisa hilang melayang sia-sia, meski hidup dan mati adalah kehendak-Nya.

Syukurlah, pesan Ranggawarsita masih bisa menjadi inspirasi kita. Anggap saja ini adalah jaman edan di tengah pandemi. Pada zaman ini, baiklah kita tetap eling lan waspada, jangan lengah apalalagi gundah. Sikap eling lan waspada inilah yang akan membuat kita tetap bahagia meski sedang berjuang di tengah derita.

Ndilalah karsaning Allah; Begja-begjane kang lali; luwih begja kang eling lawan waspada. Adalah kehendak Allah, seberuntung yang lupa, masih lebih bahagia yang tetap ingat dan waspada. Ungkapan ndilalah kersaning Allah perlu digarisbawahi, terutama pada kata ndilalah.

Menurut hemat saya, ndilalah itu sebuah jarwa dosok alias singkatan penuh makna, namun juga pesan peringatan kearifan. Misalnya, tebu bermakna antebing kalbu. Sebuah tekad yang kuat. Jarwa dosok prokem bisa dipakai untuk ”gelas”, yen tugel ora bisa dilas.

Kalau gelas yang terbuat dari kaca itu patah dan pecah, tak mungkin kita bisa menyambungnya lagi dengan cara mengelasnya. Ndilalah pun sebuah pesan dalam jarwa dosok itu. Sebetulnya, kata yang tepat–menurut saya, yang dimaksudkan oleh Ranggawarsita–adalah ndelalah.

Inilah jarwa dosok-nya: ndelalah itu sama dengan ngandel marang Allah. Orang yang percaya kepada Allah, pastilah juga selalu mengandalkan kekuatan-Nya. Itulah sebabnya, Ranggawarsita menuliskan pesannya: Ndilalah karsaning Allah.

Artinya,orang yang mau mengandalkan Allah berarti pula percaya (ngandel) kepada kehendak Allah (kersaning Allah). Ketika kita mau mengandalkan kehendak Allah (fiat voluntas Tua–terjadilah padaku menurut kehendak-Mu), kita akan diperhitungkan sebagai orang yang bahagia karena tetap eling lan waspada, bukan sekadar untung karena tidak buntung, alias sabegja-begjane kang lali; luwih begja kang eling lawan waspada.

Bagian dari Ikhtiar

Karenanya, tidak seperti yang sering diungkapkan kebanyakan orang saat mengatakan ndilalah karsaning Allah itu seakan-akan yang serba kebetulan! Oh, tidak! Tidak ada yang kebetulan seakan-akan semuanya tidak sengaja dan terjadi tiba-tiba.

Ndilalah karsaning Allah itu suatu ungkapan iman, harapan, dan kasih setiap orang yang berserah kepada dan mengandalkan kehendak Allah, apa pun agama dan kepercayaan kita. Dalam arti ini, ajakan dan seruan puasa sehari yang disampaikan Paus Fransiskus juga bukan kebetulan.

Itu adalah bagian dari ikhtiar kita dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang laksana siluman, tiba-tiba bisa menyerang dan mematikan kita. Bahkan, tak pandang bulu, orang-orang sebaik semulia para dokter dan perawat yang dengan segala pengorbanan dan keikhlasan mendedikasikan hidup mereka untuk melayani para korban virus ini pun bisa menjadi sasaran.

Itulah sebabnya, dalam puasa sehari ini, kita pun diajak untuk berdoa bagi para dokter, perawat, dan ilmuwan yang telah berusaha melayani para korban pandemi bahkan dengan mempertaruhkan jiwa dan raga, agar mereka semua diberkati Tuhan.

Para dokter dan ilmuwan, terutama, dapat menemukan obat terbaik untuk melawan virus corona ini yang bisa datang setiap saat di kala kita lengah (tidak eling lan waspada). Mari, kita upayakan yang terbaik untuk mengandalkan kehendak Allah, ndilalah karsaning Allah, melalui doa dan puasa kita, bangsa dan dunia ini segera terbebaskan dari pandemi ini.

Dan lebih dari itu, akar penyebab pandemi, yang tak terhindarkan juga akibat krisis ekologi yang menjadi sumber penyakit baru di bumi ini, harus pula diatasi dan disembuhkan. Artinya, berhentilah bersikap tamak dan serakah merusak alam semesta demi keuntungan sesaat dan merugikan generasi masa depan!

Kalau pun pandemi Covid-19 berhenti, mari tetap eling lan waspada, bahwa pandemi krisis ekologi akibat sikap tamak dan serakah mengeksploitasi alam
semesta itu pun akan menjadi ancaman kehidupan yang tak kalah mengerikan dibandingkan dengan virus corona!



Mari kita berikhtiar untuk tetap berserah kepada Allah, Sang Pencipta, seraya membangun solidaritas dengan sesama dan alam semesta! Selamat melanjutkan ibadah puasa bagi para sahabatku umat Islam. Selamat berpuasa sehari bagi yang mau menjalankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya