SOLOPOS.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato pada acara Puncak Perayaan Natal Nasional 2013 di JCC Senayan, Jakarta, Jumat (27/12/2013). Tema perayaan Natal tahun ini adalah "Datanglah Ya Raja Damai". (JIBI/Solopos/Antara/Andika Wahyu)

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berseru kepada masyarakat agar tidak membiarkan pemikiran keagamaan yang ekstrem dan radikal tumbuh di Indonesia. Tumbuhnya pemikiran radikal bakal mengganggu kerukunan dan kedamaian umat beragama.

“Jangan biarkan pemikiran radikal dan ekstrem tumbuh di negeri ini,” kata Presiden saat memberikan sambutan pada Perayaan Natal Nasional 2013 di Jakarta, Jumat (27/12/2013) malam. Untuk itu, menurut Presiden, perlu dipupuk kesadaran sejak dini kepada generasi-generasi baru Indonesia untuk mengembangkan toleransi, kerukunan, dan perdamaian.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Presiden menghadiri puncak perayaan Natal nasional itu dengan didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono. Selain itu hadir pula Wakil Presiden Boediono beserta istri Herawati Boediono dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, di antaranya Menteri Agama Suryadharma Ali, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, serta Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.

Para tokoh masyarakat, duta besar negara, pimpinan lembaga negara, serta sekitar 4.000 umat kristiani juga turut hadir dalam perayaan Natal yang bertema “Datanglah Ya Raja Damai” dan sub tema bersama-sama mewujudkan damai yang berkeadilan dalam konteks kemajemukan, lingkungan hidup dan demokrasi.

Presiden dalam kesempatan itu menyerukan tugas tersebut bukan hanya dilakukan oleh negara, namun juga seluruh pemangku kepentingan di negara ini, baik pemuka agama maupun masyarakat.  “Jangan hanya menggantungkan kepada negara untuk mengatasi setiap gangguan toleransi dan kerukunan,” kata Presiden.

Hubungan yang baik antara negara dan masyarakat dalam membangun kesadaran toleransi, kerukunan dan perdamaian amat diperlukan. Presiden menilai, mewujudkan kerukunan dan kedamaian adalah tugas sepanjang masa. Hal ini karena kemajemukan bangsa Indonesia syarat akan akar konflik dan perbedaan.

Oleh karena itu, menurut Kepala Negara, mengembangkan sikap memberi dan menerima, serta konsensus dan tenggang rasa harus terus dipupuk. Pemuka agama, menurutnya dapat memberi contoh hal itu.

Dalam acara puncak perayaan Natal tersebut naskah narasi Natal dibawakan oleh Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia Mgr Ignatius Suharyo dan doa syafaat dipimpin oleh Pendeta Kumala Setiabrata. Dalam narasi Natal Mgr Ignatius Suharyo mengungkapkan, perayaan tersebut merupakan refleksi sejauh mana dapat menjadi pembawa juru damai di mana pun berada.

“Untuk menilai diri sendiri sejauh mana kita merayakan Natal secara benar, adalah bertanaya sejauh mana kita dapat menjadi pembawa damai, di mana pun kita berada,” katanya.

Dalam kesempatan itu juga dipertunjukkan drama musikal dan juga sejumlah penampilan paduan suara di antaranya dari STT GKI, Paduan Suara Gabungan TNI dan Paduan Suara Lembaga Kepresidenan. (JIBI/Solopos/Antara)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya