SOLOPOS.COM - Foto Dartini (Tri Rahayu/JIBI/Solopos/Repro)

Nasib TKI Sragen di Taiwan ini berujung pahit. TKI bernama Dartini itu mengembuskan nafas terakhir di negeri orang.

Solopos.com, SRAGEN — Nasib TKI asal Sragen ini benar-benar tragis. Jauh dari keluarga, Dartini, 40, TKI asal RT 002/RW 001, Dukuh Ngablak, Desa Pengkol, Kecamatan Tanon, Sragen, berjuang melawan penyakitnya seorang diri di Taiwan dan akhirnya meninggal dunia di negeri orang.

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

Saat berangkat, janda itu bertekad ingin mengakhiri perjuangan sebagai tenaga kerja wanita (TKW). Sepulangnya dari Taiwan nanti, ia ingin hidup bersama kedua anak dan orang tuanya di Ngablak. Namun keinginan Dartini tidak kesampaian.

Keluarga Dartini di Sragen menerima kabar itu pada Minggu (2/8/2015), pukul 14.30 WIB. Melalui ponselnya, Desi Susanti, 22, putri sulung Dartini, mendapat telepon dari lelaki yang mengaku sebagai pejabat agen penyaluran TKW di Malang, Jawa Timur, bernama Suryadi.

“Orang itu memberitahu saya kalau Ibu sudah tiada setelah menderita batuk-batuk selama dua bulan terakhir. Orang itu bertanya kepada saya jenazah Ibu mau dipulangkan dalam kondisi utuh atau sudah berupa abu,” kisah Desi saat ditemui wartawan di rumahnya, Minggu (16/8/2015).

Desi dan Afif, 22, suaminya, tinggal di gang kecil Jl. Ngablak-Pengkol. Rumah dihuni pasangan Afif, 22, dan Desi Susanti, 22, bersama adiknya Guntur Suryanata, 11. Rumah yang belum bercat dengan lantai merupakan peninggalan ibunda Desi dan Guntur, yakni Dartini, 40.

Rumah yang terletak di RT 002/RW 001, Dukuh Ngablak, Desa Pengkol, Kecamatan Tanon, Sragen, itu menjadi saksi bisu atas jerih payah Dartini sebagai pahlawan devisa. Rumah itu menjadi monumen keringat ibu dua anak itu selama tiga tahun menjadi pembantu rumah tangga (PRT) di Taiwan. Sekitar 11 bulan lalu, Dartini kembali ke negeri orang untuk mencari nafkah keluarga dan kedua orang tuanya, Atmo Suwito, 58, dan Giyem, 60.

“Saya seperti tidak percaya dengan kabar itu. Tiga hari sebelumnya, saya sempat SMS-an dan berkomunikasi lewat telepon. Di akhir telepon, Ibu sempat bilang kalau terjadi apa-apa pada Ibu, saya dan adik tidak boleh menangis dan harus tegar,” katanya.

Sang nenek, Giyem, pun terpukul dengan kabar pilu itu. Giyem juga tak mampu menahan tangis atas kepergian putri sulung dari tiga bersaudara itu. Keluarga memutuskan agar jenazah dipulangkan dalam kondisi utuh. Jenazah direncana sampai di Bandara Juanda Surabaya pada Jumat (21/8/2018) malam dan diperkirakan jenazah sampai ke rumah duka pada Sabtu (22/8/2018) mendatang.

Sakit yang diderita Dartini sudah diketahui keluarga. Desi sempat mendapat penjelasan riwayat kesehatan ibunya selama di Taiwan. Dartini sempat dibawa ke empat dokter di Taiwan. Anehnya, keempat dokter itu tidak bisa mendiagnosa penyakitnya.

“Ibu sering batuk-batuk, muntah sampai lemas dan tidak bisa ngomong. Dokter tidak tahu penyakitnya. Dari diagnosa darah, dokter bilang ada semacam akar yang menyumbat darah ke paru-paru. Jadi, pembuluh darah di paru-paru itu sampai pecah dan berdampak pada batuk-batuk itu,” kata Desi.

Desi jadi teringat dengan pesan singkat (SMS) yang dikirim Dartini kali terakhir, tepatnya Jumat (31/7/2015) pukul 12.49 WIB. Desi menunjukkan isi SMS itu kepada Espos. Dia menamakan nomor ibunya dengan sebutan Ibuk Chyank. “Sabar ya, Nduk. Mugo-mugo nyuwun karo Allah paringi kuat, sesuk ndang ning omahe Pak Bandi ngomong opo eneke, nopo niki penyakit apa disalahi wong,” demikian isi pesan singkat itu.

“Pak Bandi itu orang tua yang tahu tentang hal-hal kejawen. Sebenarnya Ibu mau pulang pada Rabu [12/8/2015] dengan mengambil cuti. Rencana pulang itu hanya untuk berobat dengan cara Jawa. Saya sempat mau ke rumah Pak Bandi tetapi kabar meninggalnya Ibu lebih dulu sampai ke rumah. Saya tidak tahu apa diguna-guna atau apa. Saya hanya pasrah,” tuturnya.

Dartini sempat meminta Desi agar meminta bantuan paranormal untuk memgagari diri dan keluarga dari bahaya orang jahat. Desi mengaku ibundanya pernah mengkhawatirkan keselamatannya dan keluarganya. Giyem, ibunda Dartini, tak mendapat firasat apa pun tentang kepergian anaknya untuk selama-lamanya. Giyem hanya teringat pesan terakhir Dartini yang memintanya bersabar tentang penyakit yang disandang suaminya yang tidak lain bapak Dartini, Atmo Suwito.

“Perut saya yang sakit. Katanya maag. Ada yang bilang asam lambung. Ya, begini kalau orang sudah tua,” kata Atmo yang duduk berdampingan dengan istri tercintanya. Kedua orang lanjut usia itu tinggal di rumah berdinding papan bersebelahan dengan rumah Dartini. Rencana, jenazah Dartini akan dimakamkan di Makam Nggrumbul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya