SOLOPOS.COM - Sejumlah pedagang ikan berjualan di pinggir jalan perkampungan nelayan Tambak Lorok, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang. Kamis (15/10/2015). (JIBI/Solopos/Insetyonoto/dok)

Nasib sejumlah nelayan di Tanjung Mas, Semarang masih jauh dari sejahtera. Kini mereka menagih janji pemerintah. 

Kanalsemarang.com, SEMARANG-Bau amis ikan langsung menyergap hidung begitu memasuki kampung nelayan Tambak Mulyo atau lebih dikenal dengan nama Tambak Lorok, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang, Selasa (13/10/2015).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Jalan utama paving block dengan lebar sekitar tiga meter dan panjang 1 km membelah kampung padat penduduk tersebut. Di sisi kanan dan kiri jalan puluhan pedagang dengan lapak seadanya dari bahan kayu menjajakan berbagai aneka ikan seperti sepat, teri, gabus, cumi-cumi dan lainnya.

Kondisi ini menyebabkan jalan menjadi semrawut dan macet, terutama pada pagi dan sore hari karena banyaknya pembeli yang memadati jalan itu. Di tengah keramain pedagang ikan, seorang nelayan tengah duduk santai di atas perahu yang ditambatkan di bibir Pantai Tambak Lorok.

”Saya memilih istirahat di kapal setelah pulang dari mencari ikan karena di sini anginya silir. Di rumah panas,” kata nelayan bernama Sukari.

Pria berusia sekitar 62 tahun ini kemudian mengeluhkan penghasilan nelayan yang berkurang karena biaya bahan bakar minyak (BBM) mahal. Dia yang memiliki perahu kecil dengan satu mesin mengaku biaya BBM untuk sekali pergi ke laut mencari ikan membutuhkan dua liter premium dengan harga Rp17.000.

”Mesin perahu saya menggunakan bensin [premium], harga di pengecer Rp8.500 per liter sehingga setiap kali pergi melaut minimal ada uang Rp17.000, sedangkan pendapatan ikan tidak menentu terkadang Rp90.000, terkadang kurang,” beber warga RT 02/RW 15 Tambak Mulyo ini.

Bila menggunakan kapal lebih besar imbuh Sukari maka pengeluarkan untuk membeli BBM lebih banyak lagi,”Kalau kapal besar kebutuhan BBM bisa sampai 30 liter sekali melaut,” imbuhnya.

Menurut nelayan lainnya Panjang Masada, 61, pengeluaran untuk membeli BBM mencapai 40% dari total pengeluaran setiap kali mencari ikan di laut.

Panjang yang memilik kapal besar dengan tiga mesin menuturkan membutuhkan BBM solar sebanyak 90 liter, dengan harga solar sekarang Rp6.700 maka biaya untuk BBM senilai Rp603.000.

”Sedangkan pendapatan dari ikan tidak pasti, ada kalanya bisa mencapai Rp1,2 juta, tapi bila sepi ikan pendapatan impas untuk BBM sehingga tidak dapat apa-apa,” ujar warga RT 03/RW 13 Tambak Mulyo.

Ditanya mengenai program kartu nelayan yang dijanjikan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, baik Sukari dan Panjang mengatakan tidak ada.

”Dulu saat Pak Ganjar kampanye di sini [Tambak Lorok] pada 2013 nelayan dijanjikan akan mendapatkan kartu nelayan, tapi sampai sekarang sudah dua tahun saya belum menerima,” ungkap dia.

Kartu nelayan, merupakan salah satu program dari pasangan Ganjar Pranowo dan Heru Sudjatmoko pada kampanye pemilihan Gubernur Jateng 2013. Kartu nelayan untuk menjamin ketersediaan dan distribusi solar bersubsidi kepada nelayan.

”Saya berharap kartu nelayan bisa segera dibagikan karena bila ada subsudi pembelian solar bisa meringankan nelayan,” harap Panjang yang diamini Sukari.

Ketua Asosiasi Masyarakat Nelayan Indonesia (Amni) Tambak Lorok, Juminto mengatakan 500 anggotanya telah memiliki kartu nelayan. Hanya saja sambung dia, kartu nelayan itu dikeluarkan oleh Kementrian Kelautan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap pada 2014 bukan oleh Gubernur Jateng.

”Kami juga tidak tahu fungsi dari kartu nelayan ini untuk apa, sebab untuk membeli solar harganya juga sama dengan harga umum,” tandas dia.

Menurut Jumino, masalah ketersediaan BBM solar bagi nelayan sebenarnya sudah tidak ada hambatan lagi, karena sudah ada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Tambak Lorok.

”Harapan kami kartu nelayan dari Gubernur nantinya juga bisa digunakan untuk mengajukan pinjaman dana semisal untuk membeli jaring,” ujar dia.

Petugas SPBN Tambak Lorok Mario Tribowo mengungkapkan ketersedian pasokan solar mencapai 80.000 liter per bulan mampu mencukupi kebutuhan nelayan yang ada.

”Setiap nelayan mendapatkan kuota 1.200 liter solar per bulan,” kata dia.

SPBN yang dikelola PT Aneka Kimia Raya (AKR) ini mendapatkan jatah melayani sebanyak 696 nelayan Tambak Lorok, ”Dari 696 nelayan terdata yang membeli solar di sini [SPBN Tembak Lorok] sekitar 50 orang,” ungkap Mario.

Kartu bahan bakar minyak (BBM) nelayan telah diluncurkan Gubernur Ganjar Pranowo di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Morodemak, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak pada April 2014, namun sampai sekarang belum semua nelayan Di Jateng, termasuk nelayan Tambak Lorok Semarang menerima kartu itu.

Menurut Gubernur nantinya akan membuat kartu BBM nelayan sebanyak 25.749 buah disesuikan dengan data jumlah kapal yang ada di Jateng. Untuk pembuatan kartu BBM nelayan dialokasikan dana sekitar Rp650 juta antara lain untuk instalasi software dan server, pencetakan kartu, dan sosialisasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya