SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, JAKARTA</strong> — Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Profesor Ilham Oetama Marsis menegaskan bahwa bukan ranah IDI untuk menilai metode DSA atau cuci otak (<em>brain flushing)</em> yang dilakukan Kepala RSPAD Gator Subroto Dr dr Terawan Agus Putranto SpRad.</p><p>Oleh karena itu, menurut Marsis, IDI merekomendasikan penilaian terhadap tindakan terapi dengan metode metode <em>Digital Subtraction Angiography</em> (DSA) atau cuci otak dilakukan oleh tim Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan.</p><p>Marsis menyampaikan hal itu saat memberi keterangan perihal penundaan pelaksanaan putusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI berupa sanksi pemecatan dan pencabutan rekomendasi izin praktik Terawan.</p><p>"PB IDI menunda melaksanakan putusan MKEK karena keadaan tertentu. Oleh karenanya ditegaskan bahwa hingga saat ini dr Terawan Agus Putranto masih berstatus sebagai anggota IDI," kata Marsis dalam konferensi pers di kantor PB IDI jakarta, Senin (9/4/2018).</p><p>Marsis menegaskan penundaan tersebut dilakukan karena IDI masih melakukan verifikasi dan mengumpulkan bukti-bukti tambahan terkait putusan MKEK. IDI juga menunggu jawaban dari dr Terawan dalam forum pembelaannya yang dilakukan pada Jumat (6/4/2018).</p><p>Dia menjelaskan putusan MKEK IDI hanya berupa rekomendasi kepada PB IDI. Sementara PB IDI bertugas sebagai eksekutor rekomendasi tersebut. Penundaan tersebut sangat tergantung pada pembuktian dengan hasil akhir putusan.</p><p>"Penundaan bagi kita sangat tergantung pada bukti-bukti, bisa suatu pembebasan dari tuduhan, namun bisa juga kita melakukan rekomendasi dari MKEK," kata Marsis.</p><p>Sebelumnya, MKEK IDI merekomendasikan amar putusan pemberian sanksi kepada dr Terawan berupa pemecatan sebagai anggota IDI selama satu tahun dan pencabutan rekomendasi izin praktik.</p><p>MKEK IDI menganggap Terawan mengiklankan diri terkait metode terapi cuci otak melalui DSA yang dilakukannya, menarik bayaran besar, dan menjanjikan kesembuhan pada pasien. Hal tersebut bertolak belakang dengan etika kedokteran.</p><p>Dari segi ilmiah, sebagian ahli beranggapan metode cuci otak melalui DSA dan obat heparin bukanlah untuk pengobatan dan pencegahan stroke melainkan berfungsi untuk diagnosis penyakit dalam membantu mengetahui pemberian metode pengobatan yang tepat. Padahal, metode cuci otak sudah dipaparkan dalam disertasi doktoral dr Terawan di Universitas Hasanuddin.</p>

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ekspedisi Mudik 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya