SOLOPOS.COM - Sebuah bentor tengah membawa penumpang melintasi jalan raya utama Sragen belum lama ini. (JIBI/SOLOPOS/Sri Sumi Handayani)

Sebuah bentor tengah membawa penumpang melintasi jalan raya utama Sragen belum lama ini. (JIBI/SOLOPOS/Sri Sumi Handayani)

Sebuah bentor tengah membawa penumpang melintasi jalan raya utama Sragen belum lama ini. (JIBI/SOLOPOS/Sri Sumi Handayani)

SRAGEN – Ketua Forum Masyarakat Sragen (Formas), Andang Basuki, mengritik tajam larangan becak motor (bentor) beroperasi di jalan raya. Andang mengatakan penegakan Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dinilai setengah-setengah.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Andang mengatakan berdasarkan UU itu seharusnya bukan hanya bentor yang dilarang beroperasi di jalan raya. Andang menyoroti kendaraan untuk mengangkut barang-barang yang ditarik menggunakan sepeda motor dengan bak terbuka. Menurut Andang hanya kendaraan pengangkut dengan merek tertentu saja yang dapat beroperasi. Namun praktiknya, berbagai merek kendaraan pengangkut dapat beroperasi bebas di jalan.

Tak hanya itu, Andang juga menyoroti sikap pemerintah dan penegak hukum yang hanya fokus penegakan pasal 47 tentang kendaraan bermotor dan tidak bermotor laik jalan atau tidak. Padahal menurut Andang, konstruksi hukum UU itu tidak melulu bicara persoalan kendaraan bermotor dan tidak itu laik jalan atau tidak. Andang membicarakan pasal 3 tentang asas dan tujuan. Menurut Andang, bentor dapat beroperasi kerena bentor ada untuk memajukan kesejahteraan umum dengan peluang moda lain. Namun lagi-lagi Andang mengaku kecewa karena penegak hukum dan aturan hanya melihat UU itu pada pasal 47. Andang kembali mengungkit penegakan pasal 47 terhadap moda angkutan yang dikatakan laik dan tidak.

“Pemerintah hanya melirik pasal 47 dan melupakan pasal 3. Ini kurang pas. Kalau memang menggunakan pasal 47 untuk mengebiri bentor maka pasal itu harus ditegakkan secara tegas. Uji KIR, emisi gas buang dan lain-lain harus diperhatikan untuk semua kendaraan. Banyak kendaraan yang enggak lolos uji KIR dan emisi gas buang masih boleh jalan. Kalau mau bicara penegakan hukum, harus ditegakkan secara tegas,” kata Andang kepada Solopos.com.

Hal itu disampaikan Andang menyikapi rapat koordinasi mengenai penertiban bentor sewilayah Soloraya di Solo, Selasa (14/5/2013). Menurut Andang, hasil rapat memutuskan bentor dilarang beroperasi. Namun Sragen mendapat kelonggaran bahwa persoalan itu akan diselesaikan melihat kearifan budaya lokal. Hal itu karena bentor di Sragen sudah memiliki paguyuban.

Andang tidak menampik apabila bentor memang salah. Namun dia minta penegakan hukum jangan hanya tegas untuk bidang-bidang tertentu tetapi lunak untuk hal lain. Andang menjelaskan akan mendukung penegakan hukum dengan catatan penegakan hukum dilakukan untuk semua bidang. Bahkan Andang menantang penegak hukum apabila bentor harus uji emisi gas buang, bayar pajak dan lain-lain. “Kami siap uji emisi dan bayar pajak. Penegakan hukum akhirnya menciptakan pelopor dan budaya lalu lintas. Itu kami sepakat tapi seluruhnya harus ditegakkan,” tugasnya.

“Kalau dilarang, adakah solusi yang ditawarkan? Bentor itu jadi mata pencaharian dan bukan pekerjaan sambilan. Rata-rata pengemudi bentor adalah mantan pengemudi becak kayuh yang tidak kuat mengayuh becak tetapi masih menghidupi keluarga,” ungkap Andang.

Hal itu diamini Ketua Paguyuban Bentor Kabupaten Sragen, Sudar, 53. Dia menyampaikan hal senada dengan Andang. Dia berharap pemerintah dan penegak hukum lebih arif menyikapi dan menyelesaikan persoalan bentor. “Ini mata pencaharian kami. Kalau dilarang, solusi apa yang ditawarkan agar kami tetap dapat menghidupi keluarga? Kami minim keahlian,” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya