SOLOPOS.COM - Wakil Bupati Sragen Dedy Endriyatno berbicara dalam Seminar Pelajar Antinarkoba di Pendapa Sumonegaran Sragen, Minggu (9/4/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Narkoba Sragen, fenomena penyalahgunaan obat keras di kalangan pelajar seperti gunung es.

Solopos.com, SRAGEN — Banyaknya pelajar yang mengonsumsi obat keras dalam bentuk pil sampai melebihi dosis menjadi fenomena gunung es di Bumi Sukowati. Peredaran pil di kalangan pelajar tidak terlihat di permukaan tetapi di dalamnya ternyata peredarannya luar biasa dan bisa berdampak pada aktivitas seks bebas.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Hal tersebut disampaikan Wakil Bupati (Wabup) Sragen Dedy Endriyatno saat menjadi keynote speaker dalam Seminar Pelajar Antinarkoba di Pendapa Sumonegaran Sragen, Minggu (9/4/2017). Pada seminar yang dihadiri seratusan pelajar dari tingkat SMA/SMK di Sragen itu, Wabup mengisahkan seorang bapak yang mengadu kepadanya beberapa waktu lalu.

Orang tua asal desa itu menemui Wabup di ruang kerjanya dan menceritakan masalah anaknya kepada Wabup. “Si Bapak itu menangis di hadapan saya. Dia meminta saya untuk memindahkan anaknya yang baru beberapa bulan mengenyam pendidikan tingkat SMK di Kota Sragen. Orang tua itu berkisah anaknya sewaktu masih belajar di SMP rajin mengaji dan menjadi guru TPA [taman pendidikan Alquran] di desanya. Sejak masuk di SMK di kota, anak si bapak yang masih kelas X itu masuk geng pelajar yang suka nge-pil dan tidak mau mengaji lagi,” kisah Dedy.

Dedy menyampaikan anak si bapak itu menjalani terapi di Solo sampai sekarang. Pil yang dikonsumsi anak itu bukan tergolong obat psikotropika atau narkoba. Pil itu, ujar dia, merupakan obat keras dan bisa menyembuhkan penyakit tertentu kalau dikonsumsi sesuai dosis.

“Hla itu sekali konsumsi itu 10-12 butir diminum sekaligus. Kasus itu saya temukan di SMA atau SMK di Sragen, bahkan ada yang menjangkiti anak-anak SMP. Ada juga pengedar khusus pil di kalangan pelajar yang dikemas ulang. Saya pernah menemukan peracik pil itu,” ungkap Dedy.

Dedy menjelaskan peraciknya orang Sragen tetapi statusnya bukan pelajar. Pil hasil racikannya itu, lanjut Dedy, diedarkan kepada kalangan pelajar. Gilanya lagi, racikan pil itu dicampuri serbuk obat nyamuk bakar atau krim antinyamuk. “Alhamdulillah peracik pil itu sudah berhenti dari pekerjaannya,” ujarnya.

Dedy juga mengungkapkan ada seorang perempuan pelajar SMK yang masuk jaringan peredaran pil dan berdampak pada aktivitas seks bebas. Setelah ditelusuri, ujar dia, si anak itu ternyata sudah mengonsumsi pil itu sejak masih sekolah dasar.

Saat tidak punya uang, anak itu rela menjual dirinya agar bisa membeli pil itu. “Peredaran pil ini seolah menjadi pintu masuk ke jaringan narkoba. Sekarang narkoba sudah masuk ke perdesaan dan ke semua kalangan termasuk di internal penegak hukum. Pelajar yang hadir di sini harus menjadi benteng peredaran pil dan narkoba. Adik-adik harus menjadi agen perubahan untuk memerangi narkoba,” harapnya.

Dedy menyatakan guru dan kepala sekolah berperan penting dalam pemberantasan peredaran pil dan narkoba di lingkungan sekolah. Dedy mewanti-wanti jika ada pelajar yang ditemukan nge-pil atau mengonsumsi narkoba dan sekolah tidak memeranginya, kepala sekolahnya akan dimutasi.

“Pil-pil yang dikonsumsi berlebihan itu berbahaya. Ini kayak fenomena gunung es. Kelihatannya sedikit tetapi di bawahnya banyak. Kami berharap semoga tidak semua sekolah ada yang nge-pil. Ada beberapa kasus, polisi tidak bis menindak karena bukan psikotropika. Itu kan penyalahgunaan obat, dicampur dengan obat nyamuk, itu di Sragen. Itu bukan pelajar, mereka mengedarkan ke pelajar walau pun sekarang sudah berhenti,” kata dia.

Terpisah, Kapolres Sragen AKBP Cahyo Widiarso menyatakan Polres sudah melakukan tindakan pencegahan dan sosialisasi bahaya narkoba dan pil koplo ke sekolah-sekolah dan sejumlah kegiatan kemasyarakatan. Kapolres mengumpulkan 30.000 pelajar untuk memerangi narkoba sampai mencatat rekor di Muri juga bagian dari upaya preventif.

Selain itu, Cahyo menjelaskan Polres juga menegakkan hukum dengan mengungkap jaringan pil koplo di kalangan pelajar dan di luar lingkungan sekolah beberapa waktu lalu. Kapolres menyatakan untuk menuntaskan perang terhadap peredaran narkoba dan pil koplo itu tidak bisa mengandalkan polisi tetapi juga melibatkan orang tua dan masyarakat.

Dia melihat kasus kenakalan remaja atau anak biasanya dilatarbelakangi kondisi keluarga yang tidak harmonis. Dia menyampaikan keluarga menjadi kunci pendidikan dan pembinaan karakter anak.

“Kedua, peran guru di sekolah karena sebagian besar waktu anak di siang hari habis di sekolah. Pengawasan guru menjadi dominan. Ketiga, peran ulama dan tokoh agama untuk mencerahkan umatnya tentang bahaya narkoba dan pil koplo. Yang terakhir peran serta masyarakat, lingkungan tempat tinggal bersama tokohnya, seperti jagabaya dan kepala desa,” tambahnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya